Di tahun delapanpuluhan, saat masih kanak-kanak, merupakan hal rutin keluarga saya di desa membuat loloh atau jamu. Loloh adalah ramuan berupa minuman yang terbuat dari ekstrak dedaunan dan umbi-umbian yang diyakini memiliki khasiat sebagai obat-obatan. Berbagai dedaunan seperti kakap (daun sirih tua), daun sembung, daun kayu manis (katuk), jeruk nipis dan umbi-umbian meliputi isen (lengkuas), kencur, kunyit dan temu lawak, adalah bahan-bahan herbal yang paling sering digunakan membuat loloh.
Ramuan-ramuan tersebut selain untuk menjaga kesehatan juga telah banyak dibuktikan secara empirik dapat mengobati penyakit. Sebutlah penyakit-penyakit seperti radang kerongkongan dapat diobati dengan loloh sembung, keluhan maag diringankan dengan loloh “kunyit madu”, bahkan pendarahan gusi dapat dihentikan dengan tumpatan daun sembung rambat dan lain-lain.
Pengetahun akan khasiat obat-obatan dari berbagai bahan herbal ini tak dipelajari secara khusus oleh keluarga saya, melainkan sebuah tradisi yang sudah turun-temurun. Di era modern ini, semakin banyak perusahaan obat yang melakukan riset lebih mendalam akan khasiat medis dari tumbuhan baik daun, buah, akar bahkan kulit buahnya.
Kita pasti sudah semua menyimak bagaimana populernya ekstrak kulit buah manggis sebagai alternatif pengobatan saat ini. Ekstrak kulit buah manggis mengandung zat antioksidan yang disebut xanthone dan mangostin. Penelitian menunjukkan keduanya memiliki sifat anti radang, pelindung sel hati dan dapat meningkatkan kekebalan tubuh. Dari buah melon ditemukan kandungan zat penting yang disebut superoxide dismutase (SOD), satu antioksidan yang dapat melawan efek radikal bebas yang berhubungan dengan kerusakan sel akibat proses degeneratif dan karsinogenesis (terjadinya sel kanker).
Jelas sudah, bahan-bahan herbal memang terbukti mengandung zat-zat berkhasiat, umumnya antioksidan yang berperanan dalam menjaga kesehatan maupun mengobati penyakit. Bicara antioksidan, maka kita harus pahami, ia bermanfaat untuk berbagai kondisi medis namun tak spesifik untuk kasus-kasus medis tertentu.
Boleh dibilang, ia memberi efek yang luas namun dangkal. Dari sini, kita secara perlahan dapat kemudin memahami obat-obat herbal akan tepat digunakan sebagai pendamping terapi obat-obat medis, namun bukan sebagai penggantinya. Katakanlah, eksrak buah mengkudu diketahui punya efek dapat menurunkan tekanan darah, namun secara umum itu tak dapat menggantikan peranan obat-obat medis anti hipertensi.
Kenapa? Karena seperti yang disebutkan tadi, efeknya tak sekuat obat-obat medis yang sudah disepakati secara ilmiah dan yang kedua karena obat-obat herbal tersebut memang belum melewati suatu uji klinis seperti apa yang telah dilakukan pada obat-obat medis.
Seorang dokter memang diatur secara ketat untuk hanya merekomendasikan metode terapi, termasuk obat-obatan yang sudah lulus uji klinis. Inilah apa yang disebut sebagai evidence base medicine ( kedokteran berbasis bukti). Konsep ini sedemikian scientific dan sangat hati-hati karena ada empat tahap pengujian pada suatu obat sebelum dilepas di pasaran.
Pengujian itu meliputi uji pada binatang coba, manusia dalam jumlah terbatas, manusia dengan lebih banyak jumlah dan variasi ras dan terakhir uji efek samping jangka panjang. Bahkan dengan kekuatan seperti inipun seorang dokter tetap tak etis dan tak boleh menjanjikan kepastian sembuh kepada pasiennya. Ini didasari oleh suatu keyakinan, tak ada hal absolut dalam fenomena biologis. Hasil-hasil penelitian itupun disimpulkan secara statistik yang senantiasa masih memiliki suatu margin error.
Akhirnya kita semua harus cerdas dan bijak dalam menyikapi kehadiran berbagai obat-obat herbal yang kian banyak dan beragam. Pada kasus-kasus medis yang ringan dan tidak memerlukan terapi medis spesifik seperti penyakit flu (common cold) karena virus yang dapat sembuh sendiri, kramp otot, radang sendi karena usia atau aktifitas berlebih, pemberian obat-obat herbal sangat bermanfaat. Atau lebih bagus lagi kalau dikonsumsi oleh populasi sehat untuk mencegah berbagai penyakit seperti gangguan kolesterol, mencegah keriput kulit atau menjaga sendi tak lekas keropos.
Namun pada kasus-kasus yang butuh terapi medis spesifik seperti penyakit darah tinggi, diabetes, TBC atau kanker maka obat-obat herbal tak dapat menggantikan posisi obat-obat medis. Dokter tidak melarang penggunaan obat-obat herbal karena secara empirik memang berkhasiat dan umumnya tanpa efek samping namun juga tak menyarankan karena belum memiliki uji klinis standar. Itulah karenanya seorang dokter tak pernah meresepkan loloh meskipun ia setiap pagi minum loloh. [T]