2 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Hilangnya Pura, Larinya “Pengempon”

I Ngurah SuryawanbyI Ngurah Suryawan
August 27, 2019
inOpini
Demam Peraturan dan Kooptasi Ruang Publik Kita
145
SHARES

“Eksekusi lahan ini, pura akan hilang. Bagaimana cara melangsungkan upacara, lahan untuk pura hilang. Mau diambil. Pura di samping juga lahannya mau dieksekusi, bagaimana cara melanjutkan upacara.” — (Jro Mangku Pura Puseh, Banjar Pakudui Kangin, Desa Kedisan, Tegalalang, Gianyar, Tribun Bali, 1 Agustus 2019)

___

Tanpa saya duga, handphonesaya bergetar. Pesan whatsaap masuk mengabarkan bahwa puluhan krama desa di Bali memudut (menyungsung) adengan Pratima (simbolisasi dewa) ke Pegadilan Negeri Gianyar, tempat sidang sengketa lahan pura tersebut berlangsung. Yang mengirimkan pesan ini adalah seorang mahasiswa Hindu yang juga berasal dari satu kabupaten. Ia melanjutkan pesannya, “Gejala napi niki pak? Apa yang sebenarnya terjadi?” Saat itu, saya tetiba termangu. Saya tidak bisa memikirkan apa-apa melihat fenomena ini. Namun saya berusaha mencari tahu informasi lebih detail.    

Sengketa tersebut terjadi di Tegalalang, Gianyar. Akarnya adalah sengketa lahan pelabaPura Puseh antara Banjar Pakudui Kangin dengan Pakudui Kawan yang dimenangkan oleh Banjar Pakudui Kawan. Ujungnya adalah lahan berdirinya Pura Puseh terancam dieksekusi. Dengan demikian, tidak akan lagi Pura Puseh di lahan terebut.

Para pengemponyang berasal dari Banjar Pakudui Kangin kemudian membawa pratima ke PN Gianyar. Tujuannya adalah agar Ida Sesuhunan menyaksikan perjuangan krama pengempon untuk mempertahankan tanah dan Pura Puseh tersebut. “Bila nanti pura tersebut dieksekusi, lalu apa arti dari keberadaan Ida Sesuhunan ini,” ungkap Jro Mangku Pura Puseh, Banjar Pakudui Kangin, Desa Kedisan, Tegalalang, Gianyar.

Fenomena lain yang menyesakkan, juga berhubungan dengan terancam hilangnya pura, adalah yang menimpa pengempon Pura Hyang Ibu Pasek Gaduh, Banjar Babakan, Canggu, Kuta Utara. Sejumlah 45 KK (Kepala Keluarga) pengempongundah karena kalah dan terancam kehilangan hak waris atas tanah dan pura tersebut. Akar dari permasalahan ini adalah konflik internal  pengempon.       



Salah satu proses pelaksanaan ritual di pura penyusung jagad di Bali (foto: I Ngurah Suryawan)

Komoditas

Dua dari sekian banyak kasus “hilangnya” pura-pura masyarakat Bali menggambarkan permasalahan besar yang dihadapi manusia Bali. Persoalan tersebut berhubungan dengan konflik tanah sekaligus konflik personal internal masyarakat sendiri. Hal ini menggambarkan betapa rapuhnya kekerabatan dan solidaritas sosial dalam arti luas ketika orientasi kehidupan berubah. Hal lainnya adalah yang berhubungan dengan kegagapan orang Bali merespon perubahan saat dunia berlari kencang.

Meski mengakui bahwa Pulau Bali terjaga kesuciannya berkat tersebarnya pura , kita sulit membantah bahwa penyokong pura tersebut semakin gundah. Para pengempon menghadapi kompleksitas kehidupan bermasyarakat yang terus berubah. Salah satu soalnya adalah bergesernya orientasi hidup dan kebudayaan di Bali dari ngayah ke mayah. Sederhananya, dari solidaritas sosial tanpa pamrih menuju orientasi pragmatis ekonomis.         

Silang-sengkarut Bali kontemporer mementaskan tubrukan berbagai macam kepentingan dengan nalar yang berbeda dan saling berkelidan. Kebudayaan, dalam arti seluas-luasnya, senyata-nyatanya telah menjadi komoditas. Santikarma (2003) dengan tajam mengungkapkan bahwa kebudayaan yang dahulu merupakan sebuah pemberian atau druwe kini berubah menjadi sebuah komoditas yang bisa dibalik-namakan, disertifikat, dan dicantumkan nama pemiliknya. Ini bertujuan untuk mempertegas akan hak. Tetapi kapitalisme pariwisata menggairahkan nafsu untuk menjualnya. Kebudayaan Bali menjadi semacam obyek yang tidak bisa diganggu, digugat, dibongkar atau diperiksa sebagai sebuah bangunan sosial.



Pura dan kawasan suci lainnya menjadi incaran dari investor pariwisata dan properti untuk meluaskan sayapnya (foto: I Ngurah Suryawan)

Pada sisi yang lain, ruang hidup, tentu bukan hanya tanah, semakin menyempit. Arus migrasi seolah tak terbedung. Kegagapan yang terjadi adalah merespon merespon globalisasi Bali dengan membangun “benteng”. Penguatan modal-modal social budaya un dilakukan. Desa adat diperkuat dan gerakan-gerakan pelestarian budaya terus didengungkan.

Kapitalisasi tanah berlangsung terus-menerus. Rakyat kecil seolah menghadapi situasi terdesak untuk menjual tanahnya demi (bayangan) nasib yang lebih baik. Seolah tidak ada pilihan untuk tidak menjungjung pariwisata. Pilihan untuk berdaulat dan mandiri menjadi begitu mahal. Saking mahalnya hingga dianggap aneh pada kondisi demam pariwisata ini.

Pandangan bahwa kebudayaan dan segala macam propertinya menjadi hak milik membawa pengaruh besar. Seluruh elemennya dengan demikian wajib untuk dipatenkan menjadi hak milik (baca: disertifikatkan). Pada tataran yang lebih abstrak, pendakuan sebagai pemilik kebudayaan menjadi semacama keharusan. Pada konteks inilah, keaslian sebagai pemilik kebudayaan menjadi persoalan yang serius sekaligus pelik. Selalu ada konflik yang menjadi sumbunya.

Lalu, bukan hanya pengemponkehilangan puranya, tetapi sebaliknya,  

pura yang kehilangan pengempon-nya. Pura-pura mulai terdesak, disamping karena perebutan tanah, konflik personal, juga perlahan karena perubahan orientasi kebudayaan. Kita bisa lihat pura-pura subak yang semakin terdesak dengan bangunan perumahan yang menerabas sawah.



Pura petirtan (pemandian) yang terletak di lokasi yang persawahan di kawasan Tampaksiring, Gianyar
 (foto: I Ngurah Suryawan)

Krama Bali yang terikat dengan pura-pura keluarga dan desa berpikir seribu kali untuk meninggalkan pura. Tetapi itu bukan mustahil akan terjadi jika perubahan mengusik hingga orientasi kehidupan. Yang saya maksudkan adalah konflik dan pengekangan kebebasan sebagai individu. Sebagai sebuah institusi, desa dan pengempon pura tentu mempunyai aturan yang harus disepakati bersama. Aturan tersebutlah yang seringkali menyisakan api dalam sekam bagi personal krama-nya.

Menurut saya, titik pangkal persoalannya adalah berubahnya orientasi manusia Bali, sementara pondasinya tidak dipersiapkan untuk berubah. Kemeriahan ritual menjadi pentas teater kebudayaan yang menyisakan persoalan serius. Sudah bukan rahasia umum jika praktik ritual lambat laun akan menjadi “beban sosial dan agama” jika tidak beradaptasi dengan perubahan. Celakanya, gebyar ritual seolah “diada-adakan” untuk kepentingan teater politik dan kekuasaan, tempat dimana manusia-manusia Bali menampilkan kekuasaannya.

Dalam situasi seperti itu, pantas kita bertanya, apakah ada manusia Bali yang berani menggugat dan mengkritisi situasi demikian? Atau perlahan-lahan mati dalam kubangan yang sama tanpa sempat untuk bersuara kritis?      

(Dimana) Kedaulatan Rakyat?

Jika mencermati konflik-konflik pelabapura dan ketersingkiran pura dan pengempon-nya, kita dibawa untuk memikirkan bagaimana sejatinya rakyat Bali memikirkan dirinya yang berdaulat dalam mensikapi perubahan yan terjadi.

Salah satu yang menjadi karakteristik kebudayaan rakyat Bali adalah rwa bhineda, poleng (selem putih). Dalam bahasa yang jamak adalah ambiguitas itu sendiri. Dengan cara seperti itulah rakyat Bali memahami diri dan perubahannya.  

Namun sayangnya, tidak demikian dengan perspektif Negara dan kekuasaan. Cermin ambiguitas dan kelampauan yang dipakai oleh orang-orang kebanyakan untuk mengerti masa lalu dihapus oleh sejarah yang disponsori rezim Orde Baru. Kerumitan dan ranah abu-abu dibabat untuk dialihkan kejurusan “sejarah jalan lurus” linear progress. Kalaupun rakyat diberi tempat dalam pentas narasi-narasi sejarah negara terbatas sebagai peminta-minta resep, petunjuk dan perlindungan dari negara, atau sebaliknya sebagai potensi massa yang berbahaya karena dianggap bodoh, suka rusuh,ngamuk, dan penjarah, dan oleh karena itu harus dikontrol oleh aparatus negara (Santikarma, 2008).

Rakyat sejatinya dalam bahasa Laksono (2008 via Budi Susanto, 2005) adalah “orang-orang yang berdaya”, mempunyai kekuatan untuk melakukan perubahan sosial terhadap diri dan lingkungannya. Oleh karenanya rakyat hampir selalu diantara dua sisi yaitu melakukan resistensi (perlawanan) sekaligus obyek penundukan dan eksploitasi. Dalam hal inilah rakyat berbeda dengan “massa” yang sangat mudah untuk dipolitisasi untuk kepentingan kekuasaan. Dalam konteks historis, negara dan kekuasaannya sangat alergi dengan kata “rakyat” karena sejarah panjangnya dalam melakukan gerakan kritis kepada kekuasaan.

Dengan kasus-kasus yang disebutkan di atas, apakah rakyat Bali adalah orang-orang yang (tidak) berdaya menghadapi diri dan perubahan yang mengejarnya? [T]

Peguyangan, Agustus 2019

Tags: balihinduPura
Previous Post

Ngiring Ida Batara Pucak Natar Sari: Perjalanan Spiritual, Bakti Spiritual…

Next Post

Ijazah Pendidikan Tinggi: Bisa Menjadi Baik, Bisa Menjadi Buruk

I Ngurah Suryawan

I Ngurah Suryawan

Antropolog yang menulis Mencari Bali yang Berubah (2018). Dosen di Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Papua (UNIPA) Manokwari, Papua Barat.

Next Post
Ijazah Pendidikan Tinggi: Bisa Menjadi Baik, Bisa Menjadi Buruk

Ijazah Pendidikan Tinggi: Bisa Menjadi Baik, Bisa Menjadi Buruk

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

by dr. Putu Sukedana, S.Ked.
June 1, 2025
0
Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

LELAH dan keringat di badan terasa hilang setelah mendengar suaranya memanggilku sepulang kerja. Itu suara anakku yang pertama dan kedua....

Read more

Google Launching Veo: Antropologi Trust Issue Manusia dalam Postmodernitas dan Sunyi dalam Jaringan

by Dr. Geofakta Razali
June 1, 2025
0
Tat Twam Asi: Pelajaran Empati untuk Memahami Fenomenologi Depresi Manusia

“Mungkin, yang paling menyakitkan dari kemajuan bukanlah kecepatan dunia yang berubah—tapi kesadaran bahwa kita mulai kehilangan kemampuan untuk saling percaya...

Read more

Study of Mechanical Reproduction: Melihat Kembali Peran Fotografi Sebagai Karya Seni yang Terbebas dari Konvensi Klasik

by Made Chandra
June 1, 2025
0
Study of Mechanical Reproduction: Melihat Kembali Peran Fotografi Sebagai Karya Seni yang Terbebas dari Konvensi Klasik

PERNAHKAH kita berpikir apa yang membuat sebuah foto begitu bermakna, jika hari ini kita bisa mereproduksi sebuah foto berulang kali...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Pramana Experience Luncurkan Rasayatra Edisi Kedua: Manjakan Indera, Sentuh Kesadaran Historis — Koneksi Tamu, Tradisi, Waktu
Panggung

Pramana Experience Luncurkan Rasayatra Edisi Kedua: Manjakan Indera, Sentuh Kesadaran Historis — Koneksi Tamu, Tradisi, Waktu

HUJAN itu mulai reda. Meski ada gerimis kecil, acara tetap dimulai. Anak-anak muda lalu memainkan Gamelan Semar Pagulingan menyajikan Gending...

by Nyoman Budarsana
June 1, 2025
Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025

MEMASUKI tahun ke-10 penyelenggaraannya, Ubud Food Festival (UFF) 2025 kembali hadir dengan semarak yang lebih kaya dari sebelumnya. Perayaan kuliner...

by Dede Putra Wiguna
May 31, 2025
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co