Seperti hari-hari biasa aku melakukan rutinitasku. Bangun, ngampus, terus tidur-tiduran di kos. Aku lupa tepatnya tanggal berapa tapi yang pasti hari itu awal bulan juni. Kala aku memainkan HP-ku ada panggilan dari Kak Suma. Ya… I Wayan Sumahardika seseorang yang baru aku kenal beberapa hari yang lalu ketika aku pertama kali berkunjung ke Canasta Creative Space untuk menonton monolog Kak Cleo yang berjudul Terror.
Baik sebelum aku lanjut tulisanku, aku perkenalkan diri dulu. Namaku Dedek. Nama yang menurutku sangat pasaran, tapi yaa… Ada sisi positifnya juga. Namaku lebih gampang diingat. Aku seorang mahasiswa Jurusan Arsitektur Warmadewa.
Aku mulai menggeluti dunia teater saat aku mulai menginjakkan kaki di dunia perkuliahan. UKM teater di kampusku bernama Teater Kampus Warmadewa atau disingkat TKW. Pertunjukan yang biasanya aku bersama kawan-kawan TKW mainkan adalah operet dan pantomime. Selama setahun aku belajar di TKW, aku belajar tentang teater, mulai dari belajar koreo, blocking, dan gesture. Sekarang aku akan menginjak semester 3, jadi bisa dibilang baru 1 tahun aku mengenal teater.
Suatu siang aku melihat snapgram temanku yang bernama Shaumi. Disana aku melihat poster pementasan monolog yang berjudul Terror di Canasta Creative Space. Seketika aku jadi penasaran karena aku belum pernah sama sekali menonton pementasan monolog.
Untuk menghilangkan rasa penasaran, aku berangkat ke Canasta sendirian tanpa kenal seorang pun disana. Pementasan berjalan dengan sangat menarik dari segi penataan ruangnya bahkan aku sempat merasa tegang ketika pementasan berlangsung karena penataan panggungnya yang menyerupai sebuah kelas yang tidak memiliki jarak antara pemain dan pononton. Setelah selesai pentas dilanjutkan dengan acara diskusi yang dimoderatori oleh Kak Suma (Wayan Sumahardika). Itulah awal aku berkenalan dengan Kak Suma, Kak Jong, dan kawan- kawan Canasta lainnya.
Lanjut pada cerita ketika aku menerima panggilan dari Kak Suma. Saat itu Kak Suma mengajakku untuk mengikuti kegiatan Guyub Kalangan. Tanpa pikir panjang aku bilang aku bisa mengikuti kegiatan guyub tersebut. Walaupun kegiatannya berlangsung lama kurang lebih sebulan dari bulan Juni hingga Bulan Juli.
Menonton Film dan Pentas Teater
Kegiatan pertama yang dilaksanakan adalah nonton film bareng lalu mendiskusikan tentang film tersebut. Film yang pertama kali kami tonton adalah “BLACK”. Film ini bercerita tentang soorang gadis kecil yang mengidap kebutaan, tuli serta bisu dalam upayanya untuk dapat hidup normal layaknya kehidupan gadis normal pada umumnya.
Di hari itu aku belajar tentang laku akting. Bagaimana aktor dalam film lebih banyak menampilkan laku nonverbal daripada dialog verbal. Meski demikian aku dapat memahami beberapa maksud dari laku yang diperlihatkan. Itulah hal yang pertama aku pelajari tentang teater. Bahwa teater itu adalah laku, laku juga berperan penting dalam sebuah pementasan teater.
Film yang kedua berjudul “PINA”. Film ini menampilkan para penari yang berproses bersama Pina, seorang maestro tari dunia. Di film ini banyak memperlihatkan tari kontemporer. Bentuknya banyak menggunakan gerakan repetitive dan penggunaan dinamika tempo memberi kesan berbeda saat kita menontonnya.
Penari-penari di film tersebut menurutku sangat menghayati setiap gerak, ayunan tubuh atau tarian mereka. Disanalah aku merasa bahwa gerakan yang kita hayati akan berbeda rasanya dibandingkan dengan gerakan yang hanya dilatih sekedar mengingat bentuk tetapi tidak dihayati. Penonton pun akan merasakan emosi dari penari atau pemain yang melakukan pementasan.
Film yang ketiga adalah film “KUCUMBU TUBUH INDAHKU” karya Mas Garin. Aktornya bernama Mas Khan. Film ini menceritakan tentang kehidupan seorang anak desa bernama Juno dengan trauma-trauma yang ia miliki. Trauma ini berasal dari berbagai pengalaman yang membentuk tubuh, gerak, prilaku, hingga kebiasaannya. Gerak sederhana yang berasal dari aktivitas sehari-hari ini ternyata dapat dijadikan sebuah gerak tari, seperti memetik daun singkong. Aku belajar bahwa inspirasi gerak ataupun pementasan kita pun dapat kita dapat dari sekitar kita, dari hal-hal yang sederhana sekalipun seperti halnya memetik daun singkong.
Nah… ada kejadian menarik setelah kami menonton film ini. Yaitu aktornya sendiri, Mas Khan besoknya menginap di Canasta. Ia sedang mengumpulkan data untuk kebutuhan perannya mendatang. Sungguh kesempatan yang sangat tidak diduga baru kemarin kami membicarakan tentang Mas Khan, ehh sekarang bisa ketemu dengan orangnya langsung. Dari Mas Khan aku belajar tentang Aku Diri, Aku Aktor, dan Aku Tokoh. Dimana ketiga hal tersebut memiliki peranan penting bagi seorang aktor, dan ketiga hal tersebut memiliki dimensinya masing-masing.
Penting bahwa kita harus selesai dengan diri kita dulu agar dapat menuju tahap selanjutnya yaitu Aku Aktor. Jika kita belum selesai dengan yang namanya Aku Diri, maka dalam proses Aku Aktor akan sedikit terkendala. Aku merasa bahwa aku pun masih belum selesai dengan Aku Diri-ku, itu juga yang masih menjadi PR ku untuk diselesaikan. Dan ketika kita sudah selesai dengan kedua hal tersebut, baru kita bisa masuk ke Aku Tokoh.
Menurut yang aku tangkap, Aku Diri merupakan diri kita. Diri kita yang biasanya kebanyakan orang belum menganalnya luar dan dalam. Mulai dari kebiasaan, kecendrungan emosi kita, bentuk tubuh, limit dari tubuh kita, bahkan hingga ke hal detail seperti cara kita berjalann sehari-hari atau cara kita merespon sesuatu. Dan Aku Aktor merupakan ruang kosong yang kita isi ketika latihan teater seperti mengisi tubuh kita dengan gerak, laku, berdialog, ataupun ilmu yang berkaitan dengan pementasan.
Dalam hal ini tentu kita juga harus sudah selesai dengan diri kita agar kita dapat menyerap ilmu tersebut dengan baik. Ilmu – ilmu yang kita dapat itupun dapat membentuk tokoh yang akan kita perankan seperti bagaimana tokoh itu bertingkah laku, dengan menyimpan dulu kosa tubuh kita agar dapat membentuk sebuah karakter atau tokoh sesuai dengan kepribadian tokoh yang kita perankan. Dalam hal inilah, penting bagi kita untuk memisahkan antara Aku Diri, Aku Aktor, dan Aku Tokoh agar hal tersebut tidak saling mengubah atau menginterpretasi satu sama lain.
Selanjutnya adalah menonton pementasan “ANAK YANG DIKUBURKAN” karya Sam Shepard yang dipentaskan oleh Teater Satu Lampung. Dalam pementasan ini aku sedikit mendapatkan sesuatu karena aku jarang menonton pentas drama. Saat itu aku juga tengah merasa lelah dan mengantuk setelah melakukan rutinitas kuliahku. Yang aku dapatkan dalam menonton pentas ini adalah berupa proses membangun karakter tokohnya yang mental dan emosinya kuanggap sedikit terganggu karena suatu kejadian yang seharusnya mengguncang suatu emosi individu malah direspon dengan begitu santai dan tenangnya.
Mungkin emosi itu didapat ketika begitu banyaknya tokoh tersebut menghadapi cobaan berat dan mempengaruhi mental serta jiwanya. Mungkin itu pula yang menyebabkan dia merespon suatu hal yang bagi manusia biasa dapat membuatnya merasa putus asa bahkan dapat kehilangan semangat untuk hidup. Tetapi bagi tokoh dalam pentas ini, mereka justru menanggapinya dengan ekspresi yang biasa-biasa saja bahkan seperti tidak ada kejadian apa – apa. Disanalah aku merasa bahwa mereka terlihat seperti hidup pada bagian luar tetapi jiwa mereka seperti sudah mati sejak lama.
Hari-hari Latihan
Selain menonton film, dalam guyub ada pula yang namanya latihan fisik mulai dari berlari. Lari yang kami lakukan bukan cuma lari jogging melainkan lari dengan kaki diangkat setinggi paha, lari menyamping, dan juga lari dengan kaki menyentuh bokong. Dalam lari ini aku mempelajari bagaimana caranya menyadari nafas saat berlari dan juga menjaga stamina untuk tetap konstan. Setelah berlari selanjutnya kami latihan soka 1, 2, 3 dan 4. Latihan ini adalah adaptasi metode A BEAT dari seniman teater bernama Anwari.
Soka 1 merupakan suatu gerakan lari di tempat yang akan berubah ke posisi tidur dengan ketukan yang diberikan oleh Kak Suma. Setelah itu bangun lagi dan berlari di tempat lagi dan ke posisi tidur lagi, begitu seterusnya. Pada soka 1 ini aku menyadari bahwa aku harus memperbaiki staminaku dan pula respon gerakku yang menurutku masih kurang. Soka 2 lebih pada gerakkan kuda-kuda. Soka ini memiliki peran yang penting dalam segi pembentukkan kuda-kudaku dan juga mengatur nafas. Jika pada soka 1 dan 2 lebih banyak mengatur stamina dan ketahanan tubuh, pada soka 3 lebih pada kelenturan tubuh dan juga ada sedikit ketahanan tubuh pada saat melakukan kuncian.
Sementara soka 4 lebih pada pengaturan nafas kita sendiri, bagaimana gerakkan yang selaras dengan nafas dan juga bagaimana membuka indra kita sambil menyadari nafas kita dalam bergerak. Dari yang aku dapati atau aku resapi dalam latihan ini aku menyadari suatu hal yang biasanya orang melakukanya setiap hari tapi jarang yang menyadari hal tersebut. Yaa..itu adalah nafas. Nafas yang akan selalu ada selama kita hidup tetapi kadang tidak disadari oleh kita bahwa kita sedang bernafas.
Ada pula pola latihan mengukur tubuh. Mengukur tubuh adalah adaptasi metode latihan dari Ibed Surgana Yuga seniman teater Yogya. Gerakkan yang dulu aku sama sekali tidak mengerti itu gerakkan apa, namun kini sangat membantuku dalam mengenali kembali tubuhku. Tubuh kaku yang jarang digerakkan ini mulai mengenal kembali bagian tubuh, mulai mencari tahu apa saja yang bisa dilakukkan oleh tubuh ini, mencari batas gerak dari tubuh ini lalu mencari gerak baru yang bisa dilakukan tubuhku.
Latihan guyub juga dilaksanakan di hari minggu. Latihan hari minggu sedikit berbeda dengan latihan hari biasa. Latihan hari minggu biasanya diadakan di Pantai Sanur pada pagi hari sebelum matahari terbit. Sayangnya aku jarang mengikuti latihan ini karena aku yang bermasalah dengan bangun pagi. Seingatku, aku cuma latihan 2 kali saja untuk latihan pagi. Latihan ini lebih banyak meditasi dan merasakan sekitar kita. Gerakan ini sulit aku jelaskan. Kita berusaha untuk merasakan benda-benda disekitar kita tanpa menyentuhnya secara langsung.
Artinya kita hanya dapat merasakan benda tersebut dengan penglihatan kita. Juga berimajinasi bagaimana rasa, bentuk, serta tekstur benda disekitar kita hanya lewat penglihatan dan mentransfer rasa, tekstur serta bentuk itu kedalam gerakan tangan atau tubuh kita. Tentu saja kita tidak diperbolehkan untuk menyentuh benda tersebut. Aku merasakan sensasi dari gerakkan ini. Bagaimana tubuh merespon sekitar dengan cara membuka semua indra kita lalu mentransfernya ke dalam gerak.
Baca Buku Teater
Pada guyub ada pula diskusi tentang bacaan yang kita baca. Aku mendapat bacaan tentang teknik penonjolan dalam bukunya Rendra. Dimana dalam buku itu dijelaskan cara peonjolan dialog dalam pementasan.
Ada dua cara dalam teknik penonjolan yaitu dari verbal atau ucapan dan dari gerak atau laku. Jika dari verbal kita bisa bermain dengan tempo, dinamika, serta pemenggalan kata. Jika di laku kita harus bisa menakar seberapa takaran gerak untuk suatu dialog karena jika salah takaran gerak pada suatu adegan maka makna dalam pementasan pun tidak akan sampai ke penonton. Disini aku mulai berfikir tentang laku yang cocok untuk adegan ini atau laku yang cocok untuk adegan itu.
Buku yang kedua adalah buku tentang Teater Satu Lampung. Buku ini ditulis oleh para aktor Teater Satu Lampung. Aku mendapat kisahnya Mas Deri salah satu aktor dari teater itu judul tulisannya sangat menari. Seribu Kali Salah Untuk Satu Kebenaran.
Gila… Judulnya aja udah dahsyat gitu. Isinya tentang bagaimana proses Mas Deri di Teater Satu Lampung. Aku jadi teringat soal pembicaraan kami dengan Kak Suma, dimana ia bilang bahwa seni itu berada pada dunia yang ambigu. Dunia abu-abu. Berkesenian bukan Cuma perihal mencari popularitas saja melainkan laku mencintai kebijaksanaan.
BACA JUGA:
Dari ini aku jadi ingat pula dengan buku yang pernah kubaca yaitu Dunia Sophie. Tentang bagaimana kita menumbuhkan rasa kagum serta rasa ingin tahu dalam diri kita. Rasa yang biasanya dimiliki oleh anak-anak tetapi perlahan memudar ketika kita mulai bertambah dewasa. Kita berasa ketika kita dewasa tahu akan segala hal tetapi yang sebenarnya kita tahu hanya segilintir debu di semesta ilmu yang ada di Dunia. Mulai jarang mempertanyakan sesuatu.
Itulah rasa yang harus kita tumbuhkan lagi. Aku juga perlu menumbuhkan rasa kagum serta rasa ingin tahu dalam diriku. Agar aku dapat menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Dari rasa kagum dan ingin tahu itupun, kita dapat mulai mencoba banyak hal baru. Meskipun itu salah, tetapi kita dapat belajar dari segala kesalahan kita dan dapat belajar banyak dari hal itu. Seperti judul tulisan Mas Deri, Seribu Kali Salah untuk Satu Kebenaran.
Detik-detik Menjelang Pentas
Dalam guyub ini pun aku mendapat kesempatan untuk berkunjung ke sebuah desa di Tejakula, Buleleng. Sebuah desa tenang yang berada di pesisir pantai Buleleng. Disana aku berkolaborasi dengan teman-teman Teater Kampus Seribu Jendela Undiksha. Pementasan ini membuat aku sadar bahwa kesadaran dalam pementasan itu sangat penting. Aku sadar kembali hal tersebut karena aku menabrak salah satu temanku yaitu Avi.
Aku baru bergabung dalam latihan beberapa jam sebelum pentas. Aku masih buta dengan dengan pementasan tersebut. Jadiny ya… aku cuma mengingat bentuknya saja. Tetapi aku bisa belajar lagi tentang kesadaran akan ruang disekitar kita dan juga aku dapat bertemu dengan orang-orang luar biasa seperti Bli Ibed, Bu Diana, Bu Tina, Sini, dan Maestro Tari Bu Ni Luh Menek. Proses belajar dan mendengar apa yang mereka bagikan pada saat itu merupakan kesempatan yang sangat luar biasa bagiku.
Di akhir guyub, sebagai penutup dilakukannya presentasi dengn cara merespon bunyi pada musik. Musik itu sendiri berasal dari sebuah band bernama Cassadaga. Kami merespon bunyi musik dari band dengan melakukan gerakan yang kami pelajari dalam guyub selama sebulan ini. Semua gerakan yang kami dapat selama guyub kami persembahkan pada malam yang berkesan itu. Malam penutupan acara Bali Yang Binal ke-8. Sebuah acara yang dilaksanakan 2 tahun sekali oleh Komunitas Pojok. Acara yang menyuarakan tentang isu lingkungan dan energi terbarukan.
Sebulan yang aku lalui ini, banyak pengalaman yang aku dapatkan selama mengikuti guyub. Selain ilmu teater, aku juga belajar mengatur waktu, belajar mendengar, bersabar, belajar pula untuk tidak mudah puas, tidak mudah menyerah, dan masih banyak lainnya. Khususnya pada mengatur waktu karena kegiatan guyub ini berlangsung berbarengan dengan UAS di kampus. Seperti biasa, ketika sudah dekat dengan UAS akan sangat banyak pengumpulan tugas. Oleh karena itu aku jadi belajar banyak, terlebih lagi cara mengatur waktu.
Banyak sekali aku bertemu dengan orang yang tidak ketahui, orang-orang dari berbagai lintas disipliner. Aku merasa sangat bersyukur waktu pertama kali ditawari Kak Suma untuk bisa ikut dengan guyub, aku langsung bilang “iya”.
Proses guyub ini mengubah sudut pandangku dalam melihat suatu hal. Melihat teater dari sudut pandang yang baru yang belum pernah aku lihat sebelumnya. akhir kata aku ucapkan terima kasih kepada teman-teman yang membantuku berproses selam sebulan ini terutama kepada Kak Suma yang sudah mengajakku untuk ikut dalam Guyub Kalangan ini. [T]