23 January 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Esai

Jaja Galungan dan Akulturasi Setengah Hati

I Wayan Artika by I Wayan Artika
July 15, 2019
in Esai
73
SHARES

Jaja Galungan (Foto: Artika)

Perempuan kaki Batukaru, yang pada awal sejarahnya menjadi bagian dari basis ekonomi pertanian, datangnya hari raya terbesar, Galungan, ditandai dengan kesibukan membuat aneka jaja galungan. Semua jaja galungan berupa jajan kering, kecuali bantal dan bubuh injin, agar awet.

Jenis-jenisnya jaja, seperti jongkok (begina), talin kereta, matahari (yang biasa dan empuk), sirat, gipang, satuh, bubuh (dodol injin), dan pelpelan. Semuanya digoreng dan penuh warna dari kesumba yang “beracun” namun sangat menarik dipandang mata, serupa bunga plastik saat ditata jadi banten persembahan.

Popularitas jaja galungan tergusur oleh aneka biskuit dan camilan. Anak-anak tidak suka makan jaja paridan galungan lagi. Karena itu nasib jaja galungan bisa dibilang tragis. Habis dipersembahkan pada akhirnya dibuang atau jadi pakan celeng.


Jaja Sirat (Foto: Artika)

Hingga 1980-an jaja galungan adalah camilan keluarga. Teknologi sederhana pengolahan agar lebih enak ialah dengan ngepes. Maka dikenal jaja mepes. Aneka jaja galungan ditumbuk sampai halus lalu dicampur pisang, dibungkus daun, dan dipanggang. Nikmat dimakan dengan kopi pahit yang rada kental sambil ngidu  ditengah pagi dingin kaki Batukaru yang menusuk.

Di luar aneka jaja galungan itu ada satu jenis jajan yang identik dengan etnis Cina di Pupuan, yaitu jaja maco, yang bentuk dan warnanya seperti macan atau harimau. Hingga kini orang Cina di Pupuan dan Pempatan tetap menutup rapat rahasia pembuatannya, terutama yang menyangkut “tulang”, seperti pasta yang empuk, tempat sengauk ketan warna-warni menempel dengan perekat gula bleko.

Jaja maco hanya muncul setiap Hari Raya Galungan. Jika hari-hari ini lewat di Pupuan, maka banyak tersedia di warung.

Namun demikian, “suku cadang” yang paling rahasia dari jaja maco, “tulang”-nya tetap sebuah rahasia rapat semenjak orang Cina menginjakkan kaki di Pupuan. Ini perkara menjaga kekayaan leluhur. Dengan rahasia ini maka orang Bali di kaki Batukaru pasti akan bergantung karena tidak tahu cara membuatnya, bahannya dari apa.


Jaja Maco (Foto: Artika)

Boleh kiranya berbicara soal akulturasi Bali dan Cina pada kasus jaja maco atau jaja macan, namun akulturasi ini diliputi rahasia dengan motif persaingan ekonomi. Jadi, akulturasi setengah hati, yang lebih menguntungkan orang Cina tentunya. Jangan harap akulturasi murni budaya dan tulus tetapi akulturasi sarat intrik ekonomi untuk menguasai kelompok lainnya. Namun demikian, akulturasi terasa lebih menyejukkan karena aroma budaya dapat menawar atau menyembunyikan hegemoni ekonomi dan ketergantungan orang Bali terhadap orang Cina. [T]

Tags: akulturasi budayabaliCinahari raya galunganhindukulinerkuliner khas balikuliner lokalPupuantabananTionghoa
I Wayan Artika

I Wayan Artika

Doktor pengajar di Fakultas Bahasa dan Seni, Undiksha Singaraja. Penulis novel, cerpen dan esai. Tulisannya dimuat di berbagai media dan jurnal

MEDIA SOSIAL

  • 3.4k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Ilustrasi tatkala.co [Satia Guna]
Cerpen

Kupu-Kupu Merah Bata | Cerpen I Putu Agus Phebi Rosadi

by I Putu Agus Phebi Rosadi
January 23, 2021
Foto: Ole
Opini

“Ngidu di Bungut Paon”: Dialog Masa Lalu dan Nikmat “Sambel Matah”

DULU, bagi warga desa-desa di Bali kebiasaan “ngidu di bungut paon”,  jadi rutinitas tak resmi setiap pagi, sebelum sarapan, sebelum ...

February 2, 2018
Ulasan

Film Pendek “The Umbrella”, Satu Tembakan Untuk Sebuah Kisah

--- Selasa, 9 Oktober 2019, pukul 20.15 dalam Minikino Film Week (MFW) 5, program Out Of Ordinary, Rumah Film Sang ...

October 8, 2019
Atraksi seni di Buleleng Festival 2017/ Foto: Eka
Opini

Catatan Buleleng Festival: Makin Kehilangan Bentuk

  BULELENG Festival (Bulfest) 2017 sudah berakhir, 6 Agustus lalu. Sebanyak 76 seniman tradisi, sebelas band lokal, dan tiga artis ...

February 2, 2018
Mahasiswa KKN Undiksha di Desa Puhu 2019
Khas

Anak-anak yang Terpanggil dan Memanggil-manggil – [Catatan Terakhir KKN Undiksha di Desa Puhu 2019]

tamu akan pulang ke rumahnya mengutuk pertemuan dengan perpisahan karena yang datang akan pergi, dan yang hidup akan mati. Sebagaimana ...

August 8, 2019
Agung Bawantara (Direktur Pelaksana Yayasan  Bali Gumanti), IGK Trisna Pramana (Manajer Program Dedoff 2019) dan Maria Ekaristi (Direktur Dedoff 2019) dalam jumpa pers Denpasar Documentary Film Festival 2019
Acara

Denpasar Documentary Film Festival 2019: Intinya, Semua Boleh Bercerita

Pada edisi ke-10 ini, festival yang dulu dikenal dengan nama Denpasar Film Festival mencoba untuk mengatur ulang formulasi festival. Bukan ...

August 6, 2019

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Pemandangan alam di Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Buleleng, Bali. [Foto oleh Made Swisen]
Khas

“Uba ngamah ko?” | Mari Belajar Bahasa Pedawa

by tatkala
January 22, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
ILustrasi tatkala.co / Nana Partha
Esai

KEMUNCULAN SERIRIT DALAM PETA BALI UTARA | Kilas Balik Kemunculan Desa-Desa Buleleng Barat

by Sugi Lanus
January 22, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (66) Cerpen (150) Dongeng (10) Esai (1354) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (4) Khas (310) Kiat (19) Kilas (192) Opini (471) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (6) Poetry (5) Puisi (96) Ulasan (328)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In