10 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Putu Adnya Swari, Sastra dan Kemiskinan

Putu Suweka Oka SugihartabyPutu Suweka Oka Sugiharta
July 10, 2019
inKhas
Putu Adnya Swari, Sastra dan Kemiskinan

Putu Adnya Swari dan berbgai piagam yang dikumpulkannya

217
SHARES

//Inget ngelah pianak

Tong sida baan mekelin

Pang da ngambul

Tungkulang baan kekidungan //

___

Itulah petikan dari Geguritan Putra Sesana yang mengisyaratkan betapa efektifnya sastra digunakan sebagai alat penghiburan dalam keadaan prihatin (baca:miskin). Kemudian muncullah tradisi sastra yang non istana sentris, bukan cuma menghamba kepada penguasa. Sebut saja Nagarakretagama dalam beberapa sisi memuat sindiran kepada penguasa demkian pula Geguritan Bungkling yang jelas terlihat hendak melontarkan satire bagi golongan termapankan. tentu beragam risiko bisa ditanggung oleh sastrawan-sastrawan yang berani melakukan konfrontasi tekstual dengan penguasa mulai dari terkikisnya kepopuleran hingga hukuman psikologis maupun fisik.

Dalam Agama Hindu sastra dinyatakan sebagai kepemilikan yang paling utama (Sastra wisesa mukyanira sang Muniwara pilihen). Oleh karenanya tidaklah mengherankan bila banyak pengabdi sastra yang rela hidup miskin, terasing, atau menerima siksaan-siksaan demi menjaga martabat sastra. Pranda Made Sidemen dalam Geguritan Salampah Laku menyebut ketulusan semacam itu sebagai mayasa lacur. Pada masa perjuangan meraih kemerdekaan sastra juga menjadi alat membombardir kesemena-menaan penjajah, sebagaimana sajak berjudul “Andai Aku Seorang Belanda” yang ditulis Soewardi Soerjaningrat tatkala Kerajaan Belanda hendak memperingati kemerdekaannya.

Begitulah, pada detik-detik yang menyamankan kebanyakan orang pun masih bermunculan pencinta-pencinta sastra yang lekat dengan gaya hidup bohemian. Memasang raga untuk menghalau kesewenang-wenangan golongan termapankan. Mereka menikmati masa ‘berjuang’ dengan kaos lusuh, celana jeans sobek, sepatu kotor, dan semacamnya yang semakin mematangkan penjiwaan.

Namun demikian, perlahan kemiskinan yang paling ditakuti bukan lagi kemiskinan kultural yang disebut-sebut berasal dari kebudayaan, mengkristalnya mentalitas malas yang terwariskan turun temurun. Kemiskinan kultural sebagaimanapun berbahayanya masih bisa ditawar oleh sastra. Revolusi Industri yang semakin liar jauh lebih berbahaya, sebab bisa menggenosida idealism sastra itu sendiri.

Putu Adnya Suari (18), remaja pencinta Sastra asal BD Kastala, Desa Bebandem, Kabupaten Karangasem merupakan salah satu korbannya. Ketika rombongan PPKH Kabupaten Karangasem yang dipimpinn I Wayan Adi Sucita, A.Md berkunjung ke rumahnya Tu Ari mengenang betapa remuk hatinya tatkala antologi puisi tulisan tangan yang berisi sekitar 100 puisi dan beberapa cerpen karyanya harus dibakar. Sebab Tu Ari membakar kumpulan karyanya berakar dari penolakan sang ayah atas kegemarannya itu.

Sang ayah menilai seorang satrawan identik dengan kemiskinan, bersastra tidak bisa menghasilkan uang yang memadai. Padahal Tu Ari menyabet beberapa penghargaan dari bakatnya dalam bidang sastra seperti Juara II lomba baca puisi modern tingkat SMA/ SMK se Kabupaten Karangasem tahun 2017 dan Juara III membaca Mantra yang diadakan PHDI Kabupaten Karangasem tahun 2019. Para juri konon menilai Tu Ari memiliki kelebihan-kelebihan yang tidak dipunyai peserta lain sehingga meramalkan di masa depan Tu Ari akan menjadi sastrawan besar.

Tu Ari sejatinya lahir dalam keluarga pencinta Sastra. I Wayan Putra (43), Sang Ayah sangat mahir membaca dan menulis di atas daun lontar, bahkan petikan dari beberapa teks babad dihafalnya di luar kepala. Kemiskinanlah yang kemudian membuatnya memendam kekecewaan kepada Sastra. Kegemaran bersastra dinilai tidak banyak membantunya dalam mencari nafkah. Walau memiliki keahlian bersastra (nyastra), Putra tetap harus bekerja keras menjual pepes ikan (pesan), minuman tradisional, atau apapun yang bisa mendatangkan uang. Begitulah anastesi yang ditawarkan sastra untuk melipur kemiskinan jadi kehilangan dosisnya akibat himpitan kapitalisme.

Rasa antipati kepada tradisi Nyastra seperti yang dialami Wayan Putra sejatinya lebih memprihatinkan ketimbang pembakaran buku-buku di Perpustakaan Alexandria oleh Pasukan Julius Caesar atau pemusnahan naskah-naskah Pramoedya Ananta Toer. Produktivitas Pram tidak berkurang karena rasa pengabdian kepada sastra dalam dirinya tidak terganggu sesuatu yang serius.

Sementara tekanan yang dialami Tu Ari telah melenyapkan minat bersastra dalam dirinya dan dialihkan dengan paksa kepada bidang lain yang mungkin saja tidak terlalu digemarinya. Pada kasus pemasungan minat bersastra sebagaimana yang dialami Tu Ari tentu kesalahan tidak bisa dibebankan sepenuhnya kepada orangtua. Permasalahan bukan baru muncul di lingkup keluarga namun telah terkonstruksi secara terstruktur. Dengan demikian pemecahannyapun tidak bisa mengandalkan segelintir orang apalagi individual.

Dokumen Millennium Develompment Goals sendiripun disinyalir memiliki ‘maksud lain’ yakni mengkomodifikasi kemiskinan. Kejanggalan itu digambarkan lewat teori CDD (community-driven development), bahwa upaya penanggulangan kemiskinan justru meninggalkan kelompok termiskin dan lebih memilih penguaha kecil yang dinilai masih memungkinkan mengembalikan pinjaman proyek. Bagi beberapa oknum tidak bertanggungjawab, surplus dalam tubuh orang miskin bisa menjadi alat untuk meraup keuntungan materi, ketenaran, dan sebagainya. Demikianlah penanggulangan kemiskinan menjadi tidak total karena titik apinya telah membias.

Bordieu (2010) memandang secara material maupun kultural kekuasaan menampakkan jejaknya dalam tubuh orang miskin. Bila ingin membaca kuat atau tidaknya intervensi pemerintah dalam penanganan kemiskinan maka dapat dibaca dari tubuh orang miskin. Bilamana upaya penanganan kemiskinan banyak mengalami ketersendatan maka berarti ada kekuasaan lain yang direpresentasikan oleh tubuh orang-orang miskin seperti kapitalisme dan liberalisme. Petugas-petugas yang bergerak di lapangan seperti pendamping PKH adalah agen yang membantu negara untuk memerangi ideologi-ideologi penyebab kemiskinan.

Dalam melaksanakan tugasnya agen-agen penyerang kemiskinan tidak cukup hanya menguasai pengetahuan-pengetahuan text book yang tersusun secara teoretis namun juga mesti mempertimbangkan hidden knowledge yang banyak membantu dalam situasi nyata. Pendamping PKH mesti siap menjadi pendidik dadakan, psikolog dadakan, antropolog dadakan, dan yang lainnya.

Dalam menanagani kasus sebagaimana yang dialami Tu Ari yang mesti dilakukan bukan hanya mengadvokasi agar bantuan PKH diterima dalam jumlah yang benar, mengawasi penggunaannya, dan melakukan perubahan perilaku agar segera keluar dari jurang kemiskinan. Terdapat tugas lain yang lebih esensial ketimbang peningkatan taraf ekonomi yang tentu bernuansa material. Tugas yang dimaksud dapat bernuansa intangible, seperti pelestarian unsur-unsur budaya.

Koordinator PKH Kabupaten Karangasem dan para pendamping berkomitmen untuk menjadikan sastra justru sebagai aspek yang produktif dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Pihak UPPKH Karangasem berupaya menjadi mediator agar karya-karya Tu Ari bisa dimuat di media serta mendapatkan honor yang layak. Upaya yang dimaksud dilakukan dengan menghubungi beberapa sastrawan senior, salah satu sastrawan yang dihubungi adalah Penyair Winar Ramelan. Ketika dikirimkan video Tu Ari saat membaca puisi karyanya sendiri Winar mengungkapkan dukungannya bahkan merekomendasikan kepada penyair senior IDK Raka Kusuma.

Warsiman (2016) dalam bukunya Membumikan Pembelajaran Sastra yang Humanis menyebut tujuan mempelajari sastra adalah agar seseorang memiliki kepekaan bathin terhadap lingkungan sekitar, alam, dan sesama makhluk ciptaan Tuhan. Manakala kepekaan yang humanis telah tumbuh maka tentu perubahan perilaku akan menjadi lebih mudah dilakukan. Adi Sucita berharap keluarga Tu Ari dapat memperoleh kebahagiaan yang integral lewat kegemarannya bersastra.

Cukuplah karya-karya yang Tu Ari yang telah terbakar menjadi sastra pralina agar kejadian serupa tidak terulang kembali. Misi yang lebih penting sastra tetap dapat menjadi lentera peradaban. Bukan berarti kemiskinan menghambat tradisi bersastra atau malah sastra hanya dimonopoli golongan borjuis.

Tu Ari Kini melanjutkan sekolah jurusan Food and Beverage Service (FB Service) di Word Training Centre (WTC) Karangasem setelah cita-citanya untuk masuk sekolah kedokteran kandas karena terbentur biaya. Meskipun demikian, semoga kepekaan bathin yang diberikan sastra membuatnya berdamai dengan tantangan-tantangan yang dihadapinya dalam kehidupan nyata. [T]

Tags: ilmukemiskinanPendidikansastra
Previous Post

Liburan Sekolah Tanpa Musim Kopi

Next Post

Pangraksa Jiwa dari Dayu Ani, Mengukuhkan Keragaman Nusantara

Putu Suweka Oka Sugiharta

Putu Suweka Oka Sugiharta

Nama lengkapnya I Putu Suweka Oka Sugiharta, S.Pd.H.,M.Pd.,CH.,CHt. Lahir dan tinggal di Nongan, Rendang, Karangasem. Kini menjadi dosen dan terus melakukan kegiatan menulis di berbagai media

Next Post
Pangraksa Jiwa dari Dayu Ani, Mengukuhkan Keragaman Nusantara

Pangraksa Jiwa dari Dayu Ani, Mengukuhkan Keragaman Nusantara

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

by Arix Wahyudhi Jana Putra
May 9, 2025
0
Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

GERIMIS pagi itu menyambut kami. Dari Kampus Undiksha Singaraja sebagai titik kumpul, saya dan sahabat saya, Prayoga, berangkat dengan semangat...

Read more

Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

by Pitrus Puspito
May 9, 2025
0
Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

DALAM sebuah seminar yang diadakan Komunitas Salihara (2013) yang bertema “Seni Sebagai Peristiwa” memberi saya pemahaman mengenai dunia seni secara...

Read more

Deepfake Porno, Pemerkosaan Simbolik, dan Kejatuhan Etika Digital Kita

by Petrus Imam Prawoto Jati
May 9, 2025
0
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

BEBERAPA hari ini, jagat digital Indonesia kembali gaduh. Bukan karena debat capres, bukan pula karena teori bumi datar kambuhan. Tapi...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
Khas

Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng
Khas

“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

DULU, pada setiap Manis Galungan (sehari setelah Hari Raya Galungan) atau Manis Kuningan (sehari setelah Hari Raya Kuningan) identik dengan...

by Komang Yudistia
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

May 3, 2025
Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

May 3, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co