Satu hal yang terpikirkan dalam benak saya tentang tayangan hiburan di televisi. Apa mungkin masih ada yang bisa menarik perhatian kita dari sisi kebaharuan dan kebermanfaatan?
Saya rasa pelaku industri pertelevisian hanya berlindung pada zona aman demi yang dinamakan bisnis. Rating yang tunggi membuat mereka akan mempertahankan sebuah tontonan meski tidak bermutu sekalipun.
Sejalan berkembangnya teknologi informasi, hal tersebut tidaklah menjadi kerisauan masyarakat. Pada akhirnya kebutuhan sebuah informasi atau hiburan yang dulu kita dapatkan dari televisi bergeser pada keasyikan masyarakat mengakses internet. Mereka cenderung lebih banyak menggunakan waktunya untuk bersinggungan dengan sosmed dan media online.
Hal ini membuktikan bahwa internet adalah media yang terkenal sangat interaktif mampu menggeser televisi sebagai multi-mediatik.
Lalu apakah memang semua hiburan yang ditayangkan televisi sama sekali tidak ada yang bisa kita lirik sebagai sesuatu yang menarik? Ternyata tidak juga. Masih ada tayangan sinetron di salah satu stasiun televisi yang memang masih relevan dan bisa dinikmati baik sebagai sebuah hiburan maupun dijadikan sebagai proses berpikir.
Sinetron “Dunia Terbalik” yang tayang setiap malam di RCTI memberi gambaran kehidupan nyata dan bisa kita temui di sekitar kita. Dunia terbalik mengangkat isu tentang kultur yang ada di sebuah Desa Ciraos – Jawa Barat. Di mana para penduduknya masih memegang dan mencintai budaya secara turun temurun.
Secara umum budaya memiliki pengertian sebagai cara hidup sekelompok manusia yang berkembang dan diwariskan secara turun temurun. Tentu saja meski bagainanapun kemajuan perkembangan dunia, maka budaya akan tetap dipertahankan bagi sebagian masyarakat. Seperti halnya masyarakat Ciraos menyadari bahwa mereka lahir dari budaya dan tentu saja tidak akan bisa lepas dari budaya tersebut,
Dalam sinetron Dunia terbalik memperlihatkan bagaimana budaya yang tidak lazim bagi kebanyakan masyarakat. Para wanita (seorang istri) yang menjadi tulang punggung keluarga dan bekerja sebagai TKW di Luar Negeri, sedangkan laki-laki (Suami) menjadi bapak rumah tangga – mengurus dan membesarkan anak-anaknya.
Empat pemeran suami dalam sinetron ini adalah Akum (Agus Kuncoro), Aceng (Sutan Simatupang), Dadang (Indra Borowo), Idoy (Bambang Chandra Bayu). Mereka bertukar peran dengan para istri untuk mengasuh dan membesarkan anak. Para istri mereka menjadi TKW di beberapa negara seperti Hongkong dan Arab.
Dalam tayangan setiap episode dimunculkan berbagai konflik mulai dari konflik internal sampai pada konflik eksternal. Beberapa konflik dalam sinetron ini diantaranya:
Dadang dengan naluri kelaki-lakiannya yang tentu saja tidak bisa dipungkiri. Menjalin hubungan LDR dengan istri tentu saja membuat ia menjadi menempatkan sebagian perasaannya pada wanita lain di kampung tersebut (Entin yang diperankan oleh Rosnita Putri Permata). Begiti pula dengan Akum dan Ibu Guru Yola.
Kang Karnadi yang harus dihadapkan pada kenyataan istrinya pulang ke Indonesia dalam keadaan hamil karena pemerkosaan di Negara tempat ia bekerja. Bagaimana istrinya menanggung sanksi sosial dan kebencian dari suami dan anaknya atas kejadian tersebut.
Ceu Edah yang meninggal karena kerusuhan di Hongkong dan meninggalkan satu anak yang masih kecil. Jauh sebelum itu Istri Edoy juga menjadi korban TKW yang meninggal dunia di Luar Negeri.
Kegelisahan anak-anak muda (Perempuan) Ciraos tentang budaya yang mengikat mereka – apakah mereka harus mengikuti budaya tersebut?
Meskipun terlihat konflik dalam sinetron ini terlihat cukup rumit, namun sinetron ini termasuk dikategorikan sitetron komedi. Pesan moral dari setiap kejadian dalam sinetron ini tidak selalu menjual kesedihan atau bahkan berunsur doktrin, namun terkadang bahkan mengundang gelak tawa.
***
Sinetron Dunia Terbalik tidak hanya sekedar menunjukkan budaya yang berkembang di sebagian wilayah, namun juga menunjukkan perubahan sosial peran gender. Semakin luas ruang gerak perempuan memperoleh akses pendidikan yang tinggi dan kebijakan pemerintah yang mendukung, maka perempuan juga memiliki kesempatan sama dengan laik-laki – di berbagai bidang ranah publik.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Elly Marika Maya Mahad dengan judul Representasi Fatherhood(Majalah Ayah Bunda). Penelitian ini menunjukkan bahwa ada sebuah perlawanan mitos patriarki yang berkembang. Hal ini dianggap sangat penting bagi peneliti karena adanya perubahan sosial, dimana perempuan mampu bekerja di ranah publik. Dengan demikian tentu saja peran laki-laki juga harus bisa melakukan segala pekerjaan domestik.
Terlepas dari penelitian tersebut, saya merasa ada juga beberapa hal perempuan yang lebih fundamental dan harus dijaga selain upaya mematahkan mitos patriarki. Menilik sinetron Dunia Terbalik seharusnya membuat kita menjadi berpikir beberapa hal fatal yang seharusnya tidak terjadi diantaranya:
- Dari sisi psikologis antara ibu dan seorang anak.
Sebuah keluarga utuh saja terkadang masih ada kendala dalam pola asuh dan muncul berbagai konflik. Lebih-lebih hubungan yang tergambar pada sinetron Dunia terbalik.
- Dari sisi keselamatan diri perempuan
Sekuat apapun peremuan, bukankah ia berhak mendapat perlindungan diri dari pihak manapun terlebih dari pihak keluarga. Tidak sedikit kita mendengar para pekerja wanita di Luar Negeri yang mendapat perlakuan tidak selayaknya. Penyiksaan, pemerkosaan, bahkan sampai pada kematian yang tak wajar.
***
Dua hal yang menarik dalam sinetron Dunia Terbalik dan saya rasa layak dijadikan rujukan adalah cerita dari sinetron ini mewakili realitas sosial yang ada dalam masyarakat dan permasalahan yang ditampilkan juga mengajak kita peka dan berpikir kritis pada konflik sosial yang ada di sekitar. [T]