31 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Lima Tahun Jatijagat Kampung Puisi, Ngobrol dengan Dua Sastrawan

Kim Al Ghozali AMbyKim Al Ghozali AM
June 10, 2019
inKhas
Lima Tahun Jatijagat Kampung Puisi, Ngobrol dengan Dua Sastrawan

Sastrawan Martin Aleida dan F Rahardi dipandu Jengki Sunarta (tengah) dalam acara Ngobrol Sastra di JKP. (Foto: Dok Kim Al Ghozali AM)

158
SHARES

Semarak kesusastraan di suatu wilayah biasanya ditandai dengan munculnya kantong-kantong sastra di wilayah tersebut; Komunitas, sanggar, ruang kreatif, suatu wadah yang niscaya diperlukan oleh para penulis sastra. Maka semakin semarak tradisi bersastra akan berbanding lurus dengan banyaknya komunitas-komunitas sastra yang muncul.

Umumnya komunitas-komunitas sastra sebagai komunitas nirlaba dan tak terikat dengan instansi tertentu. Sehingga sifatnya menjadi lebih cair, hidup, dan mampu mengembangkan diri dengan bebas. Dengan prinsip tidak mengikat dan tidak terikat, akan menjadi semacam organisme hidup yang terus memberi dan menerima. Hal ini sesuai dengan prinsip para pekerja kreatif yang tak suka dikekang.

Meskipun pekerja kreatif, khususnya penulis karya sastra, adalah pekerjaan yang sifatnya soliter dan hanya memerlukan ruang hening untuk bekerja atau mencipta karya, nyatanya para penulis tetap membutuhkan ‘ruang ramai’ dan persentuhan dengan banyak orang. Selain untuk mensosialisakan karyanya, dengan wadah komunitas para penulis karya sastra bisa mendiskusikan wacana tertentu terkait dengan kreativitas, ‘mengadu’ ide atau gagasan, sebagai ruang apresiasi, ataupun untuk memunculkan persaingan secara positifantarsesama penulis sehingga mampu menjaga energi mencipta untuk terus tumbuh. Dengan adanya tradisi semacam ini juga timbul saling “asah-asih-asuh,” dan rasa memiliki ‘rekan latihan’ tak lain demi menunjang keberlangsungan kerja kreatif itu sendiri.

Termasuk di Denpasar, kantong-kantong kesenian atau komunitas sastra di kota ini juga terus bermunculan. Salah satunya adalah adalah Jatijagat Kampung Puisi (JKP) yang didirikan pada 25 Mei 2014 silam. Para pendirinya adalah beberapa alumni Sanggar Minum Kopi—sebuah sanggar sastra tahun 80-90-an yang banyak melahirkan sastrawan Indonesia di Bali—yang sudah malang melintang dalam dunia sastra atau seni pada umumnya.

JKP menjadi salah satu tempat untuk aktivitas sastra atau seni, tak terkecuali juga sebagai wadah untuk menampung orang-orang yang mulai tertarik pada seni dan mencari jalan untuk berkesenian. JKP menjadi semacam oase di tengah hiruk pikuk kehidupan urban dan pragmatisme kota Denpasar yang lebih dikenal sebagai kota wisata meski punya slogan budaya ini.

Sebagai komunitas sastra, selain tujuannya untuk memberikan ruang kegiatan yang berkaitan dengan sastra, tentu JKP juga memberikan ruang untuk menumbuhkan bibit-bibit baru penulis. Sepanjang perjalanannya selain diisi kegiatan diskusi sastra, baca puisi, bedah buku, acara “ngampung seni” (yang diadakan tiap akhir bulan), juga pernah diadakan kelas menulis yang diasuh oleh penyair Frans Nadjira. Selain itu Penyair Umbu Landu Paranggi pun terus menerus turut memberikan bimbingan tidak langsung kepada mereka yang punya ketertarikan pada sastra, khususnya puisi.

Pada tanggal 25 Mei 2019 Jatijagat Kampung Puisi memasuki usia yang kelima. Acara ulang tahun pun digelar pada lima hari kemudian, Kamis malam (30/5). Acara yang dikonsep dengan perayaan sederhana sekaligus disambung dengan diskusi bulanan itu dihadiri oleh Sastrawan Martin Aleida dan F. Rahardi. Keduanya menjadi pengisi diskusi dengan masing-masing mengangkat tema diskusi yang berbeda.

Acara yang dimulai pada pukul 19:30 itu pun dihadiri oleh puluhan orang dari berbagai kalangan. Ada mahasiswa, penyair, seniman, aktivis teater, peminat sastra, aktivis sosial, dll. Martin Aleida sebagai pembicara pertama banyak membincangkan proses kepenulisannya yang secara waktu sudah terentang selama lima puluh tahun.

Martin yang saat ini sudah memasuki usia tujuh puluh lima malam itu tampak sangat enerjik, berbicara dan menanggapi pertanyaan dari audiens seputar soal proses kreatifnya dengan begitu antusias. Tidak luput ia menceritakan kisah hidupnya termasuk masa-masa pahit setelah meletusnya peristiwa 1965 yang turut berimbas pada dirinya sebagai penulis dan sebagai pribadi. Bahkan ia pun sempat mencecap pengapnya ruang di balik jeruji Orba.

“Saya harus berjuang untuk membuka pintu lagi bagaimana saya harus kembali ke dunia satu-satunya yang saya ketahui di dunia ini, yaitu dunia menulis. Saya harus mencari ‘paspor’ baru. ‘Paspor’ itu saya peroleh dengan menulis di majalah yang sangat terpandang ketika itu, yaitu majalah Horison. Dua-tiga cerpen saya dimuat, nah itulah saya gunakan sebagai ‘paspor’ untuk melamar dan kemudian menjadi wartawan Tempo selama tiga belas tahun,” tutur sastrawan yang pernah menjadi wartawan di harian Zaman Baru itu tentang perjalanan hidupnya pada masa-masa baru bebas dari sebagai tahanan politik dan tak punya sumber pendapatan untuk menghidupi dirinya.

Sambil diselingi membaca salah satu cerpen karyanya, Martin Aleida juga menceritakan kisah-kisah nyata di balik cerpen-cerpennya yang kini dikumpulkan dalam buku “Kata-Kata Membasuh Luka” terbitan Kompas Gramedia. Dari segi tema hampir semua cerpen dalam buku itu mengangkat kisah para korban peristiwa 1965, termasuk fragmen kisah hidupnya sendiri.

Menurut Martin, sastra harus berpihak dan menyuarakan suara korban. Namun, ia tetap menekankan penulis karya sastra tetap tidak abai pada estetika dalam karya sastra itu sendiri, sehingga karya sastra tidak berpretensi “mengabarkan” atau sebagai karya jurnalistik, melainkan menggambarkan keadaan dengan kekuatan kata-kata yang bersifat sastrawi.

Sedangkan F. Rahardi yang mendapat giliran berbicara setelah Martin selain membicarakan seputar puisi “mbeling” yang pernah menjadi fenomena dalam perpuisian Indonesia pada tahun 80-an, juga banyak menceritakan proses kreatif dirinya sejak awal. Ia mengaku lahir dari keluarga miskin di Ambarawa. Sehingga keadaan kehidupan keluarganya itulah yang membuat ia lebih memilih memutuskan bekerja setamat sekolah menengah ketimbang melanjutkan sekolah.

Tapi terkait dengan puisi, ia sudah mulai menulis sejak dini. Sekali waktu ada seorang temannya yang secara misterius mengirim puisi-puisinya ke majalah Basis di Yogyakarta dan terbit di sana. Persoalannya bukan di situ, melainkan ketika ia menerima honor puisinya jumlahnya di luar dugaan, yang secara nominal cukup besar. Itulah yang juga turut memicu spirit proses kepenyairannya pada mula-mula.

Meskipun sebagai seorang Kristiani—agama yang menjadi latar-tema dari banyak puisi-puisinya yang kemudian disebut “Puisi Mbeling Religus”, F. Rahardi (dan keluarganya) mengaku tidak cukup akrab dengan agama tersebut sehingga dewasa. Agama hanya sebagai formalitas dalam keluarganya. Sedangkan secara praktik-ritual sehari-hari lebih dekat ke agama leluhur (baca: Animisme).

Menurunya, banyak faktor yang memicu keadaan ini. Salah satunya adalah keadaan gereja di wilayahnya yang cukup berjarak dengan rakyat bawah, terutama golongan miskin. Gereja itu didirikan oleh orang-orang Eropa semasa Hindia Belanda dan hanya diperuntukkan untuk golongan Eropa atau warga Tionghoa yang kaya raya.

Latar seperti itulah yang mendorong puisi-puisi mbeling F. Rahardi dengan muatan kritik sosial terutama soal kemiskinan dan keterkaitannya dengan lembaga agama. Misal pada puisi berjudul “Seorang Tukang Sate Bertanya Pada Tuhan” yang menggugat soal daging kambing lebih mahal dari daging Kristus.Ia juga banyak menggugat masalah ‘budaya korupsi’ yang merebak di negara kita, entah itu di lingkup instansi pemerintahan maupun di lembaga agama.

Menurut F. Rahardi korupsi itulah yang merupakan biang dari segala kemiskinan. Bahkan ia menyebut korupsi sebagai kejahatan terbesar yang tiada bandingnya. Meskipun pembunuhan juga dikategorikan sebagai kejahatan besar, tapi pembunuhan lebih tampak dan lebih mudah diusut, bahkan orang-orang mungkin juga turut menghujat pelakunya. Sedangkan korupsi tidak demikian, ia bersifat laten dan lebih sulit diatasi. Padahal dampak kerusakan sosial yang diakibatkan oleh korupsi sangatlah besar.

Selain memaparkan proses kreatifnya dan seputar kehidupan perpuisian Indonesia pada tahun 80-an, F. Rahardi juga membacakan beberapa karya puisinya sekaligus sebagai penutup acara diskusi yang dipandu oleh penyair Wayan Sunarta itu, juga mengakhiri perayaan ulang tahun Jatijagat Kampung Puisi yang kelima. [T]

Tags: denpasarJati Jagat Kampung PuisikomunitasPuisisastrasastrawan
Previous Post

Di Kampus, Aku Bukan BEM atau Senat, Aku Mapala yang Lebih Berbahaya

Next Post

Nikmat Bubur Nyuh Kuning di Ubud, Tercium ke Marga hingga Kuta…

Kim Al Ghozali AM

Kim Al Ghozali AM

Penulis puisi, prosa, dan esai. Ia memulai proses kreatifnya di Denpasar, dan kini mukim di Surabaya.

Next Post
Nikmat Bubur Nyuh Kuning di Ubud, Tercium ke Marga hingga Kuta…

Nikmat Bubur Nyuh Kuning di Ubud, Tercium ke Marga hingga Kuta…

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Tembakau, Kian Dilarang Kian Memukau

by Petrus Imam Prawoto Jati
May 31, 2025
0
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

PARA pembaca yang budiman, tanggal 31 Mei adalah Hari Tanpa Tembakau Sedunia. Tujuan utama dari peringatan ini adalah untuk meningkatkan...

Read more

Melahirkan Guru, Melahirkan Peradaban: Catatan di Masa Kolonial

by Pandu Adithama Wisnuputra
May 30, 2025
0
Mengemas Masa Silam: Tantangan Pembelajaran Sejarah bagi Generasi Muda

Prolog Melalui pendidikan, seseorang berkesempatan untuk mengembangkan kompetensi dirinya. Pendidikan menjadi sarana untuk mendapatkan pengetahuan sekaligus mengasah keterampilan bahkan sikap...

Read more

Menjawab Stigmatisasi Masa Aksi Kurang Baca

by Mansurni Abadi
May 30, 2025
0
Bersama dalam Fitri dan Nyepi: Romansa Toleransi di Tengah Problematika Bangsa

SEBELUM memulai pembahasan lebih jauh, marilah kita sejenak mencurahkan doa sembari mengenang kembali rangkaian kebiadaban yang terjadi pada masa-masa Reformasi,...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025

MEMASUKI tahun ke-10 penyelenggaraannya, Ubud Food Festival (UFF) 2025 kembali hadir dengan semarak yang lebih kaya dari sebelumnya. Perayaan kuliner...

by Dede Putra Wiguna
May 31, 2025
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025
Panggung

Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025

LANGIT Singaraja masih menitikkan gerimis, Selasa 27 Mei 2025, ketika seniman-seniman muda itu mempersiapkan garapan seni untuk ditampilkan pada pembukaan...

by Komang Puja Savitri
May 28, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co