9 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Dewa Brahma & Dewi Saraswati, Sepasang Kera, dan Anugerah untuk Charles Darwin

Wayan PurnebyWayan Purne
June 10, 2019
inEsai
Dewa Brahma & Dewi Saraswati, Sepasang Kera, dan Anugerah untuk Charles Darwin

Ilustrasi diolah dari lukisan IB Pandit Parastu

91
SHARES

Setiap enam bulan, kita menyucikan dan mengagungkan Dewi Saraswati sebagai dewi ilmu pengetahuan. Kita dititahkan untuk menjungjung tinggi ilmu pengetahuan dan selalu memahami setiap filosofi kebijaksanaan yang terkandung di dalamnya.

Bagaimana jika ilmu pengetahuan itu menjadi kontradiktif dengan dogma keyakinan kita? Apakah Dewi Saraswati salah mengilhami manusia dalam pengembangan ilmu pengetahuan itu? Atau, kita anggap ilmu pengetahuan itu bukan sebagai ilmu pengetahuan?  

Aku pun teringat sebuah kutipan yang sangat terkenal dalam dunia sains.

“Variasi-variasi kecil yang memberikan keuntungan bagi organisme yang mampu beradaptasi dan akan menghasilkan jenis-jenis baru melalui sifat-sifat keturunannya. Organisme yang mampu beradaptasi dengan baik akan tetap bertahan hidup. ‘Dengan demikian, kita dapat mengetahui bahwa manusia berasal dari satu jenis hewan berkaki empat, berekor, dan bertelinga runcing’.”

Aku baca kutipan ini di sebuah buku Kanon Ilmu Pengetahuan di dalam bab Evolusi Darwin. Kutipan ini mengungkap sejarah keberadaan asa-usul manusia yang berasal dari seekor kera. Melihat kenyataan bahwa kita berevolusi dari seekor kera, tentu menghancurkan harga diri sebagai manusia.

Melihat kenyataan ini, kita yang menganggap diri sebagai manusia ciptaan yang paling mulia, apakah kita harus mengutuk Charles Darwin? Jika mengutuk Charles Darwin, bukankah kita sedang mengutuk pencerahan Dewi Saraswati dan lari dari kebijaksanaan? Mungkin aku yang dikutuk karena memiliki pemikiran seperti ini di hari Saraswati dengan sesajen dan harumnya asap dupa di atas tumpukan buku. Tumpukan buku yang mungkin sudah bertahun-tahun tidak pernah kita baca.

Akan tetapi aku berimajinasi tatkala dulu, di bumi hanya ada tumbuhan, tapi belum ada binatang. Ketika itu di bulan purnama, Dewa Brahma bertapa di atas batu besar.

***

“Lihat Kamajaya! Siapa yang duduk di batu besar itu?” ucap Dewi Ratih menunjuk ke arah pohon beringin dekat batu besar.

“Mana, aku tidak lihat?” tanya Kamajaya penasaran.

“Itu! Tubuhnya bercahaya menghadap ke laut,” kata Dewi Ratih.

“Oh, itu Dewa Brahma sedang bertapa,” ucap Kamajaya.

“Mengapa Dewa Brahma bertapa di sana?” tanya Dewi Ratih heran.

“Aku dengar-dengar dari Dewa Surya, Dewa Brahma bertapa di sana karena sedang menciptakan sesuatu yang belum ada di bumi dan itu permintaan Dewi Saraswati. Entah apa itu, aku tidak tahu,”jawab Kamajaya.

“Ayo kita lihat dari dekat! Siapa tahu kita bisa tahu apa yang dibuat oleh Dewa Brahma,” ajak Dewi Ratih.

“Ah, aku tidak berani. Jika ketahuan Dewa Brahma, kita tidak diperbolehkan lagi menjelajahi dan menghirup wewangian tumbuh-tumbuhan yang ada di bumi ini,” tolak Kamajaya.

“Kita hanya melihatnya dari dekat. Kalau sembunyi dan tidak berisik, kita tidak akan ketahuan atau mengganggu Dewa Brahma,” kata Dewi Ratih.

“Benar ya? Kita bersembunyi dan kamu tidak akan berisik atau membuat keributan! Aku tahu kamu tidak pernah mau diam. Janji ya!” pinta Kamajaya.

“Ya, aku tidak akan berisik ataupun membuat keributan,” kata Dewi Ratih sepakat.

Mereka pun pelan-pelan mendekati tempat pertapaan Dewa Brahma yang sedang khusuk. Tanpa pengetahuan Dewa Brahma, mereka naik ke pohon beringin dekat batu besar itu dan bersembunyi di antara dedaunannya.

“Hati-hati, jangan sampai ranting kering pohon ini jatuh mengagetkan Dewa Brahma!” bisik Kamajaya.

Dewa Brahma semakin khusuk bertapa di atas batu besar itu.

“Kira-kira apa yang akan diciptakan oleh Dewa Brama?” tanya Dewi Ratih.

“Lihat saja! Kita akan melihat ciptaan Dewa Brahma ketika bulan punamanya berakhir. Itu  yang kudengar,” ucap Kamajaya memelankan suaranya.

“Oh, begitu ya,” ucap Dewi Ratih percaya.

“Awas Dewi Ratih! Itu ranting kering,” kata Kamajaya.

“Kreakkkkkk boooook!” Ranting kering pohon beringin patah dan jatuh tepat di belakang pertapaan Dewa Brahma.

“Keraaaa!” terucap perkataan itu tanpa sengaja oleh Dewa Brahma karena kaget. Dewa Brahwa menoleh ke belakang melihat apa yang mengganggunya.

“Ooooo, apa yang kau lakukan Dewi Ratih? Lihat! Kau sudah mengacaukan pertapaanku. Kau telah menyebabkan aku menciptakan kera,” Dewa Brahma marah.

“Ampun Dewa Brahma. Bukan maksud hamba membuat kekacauan ini. Hamba hanya penasaran dengan apa yang dewa akan ciptakan. Maafkan hamba,” sesal Dewi Ratih.

“Siapa itu di atas? Jangan hanya sembunyi di sana! Turun!” ucap Dewa Brahma, nada suaranya meninggi.

“Hamba Kamajaya.” Kamajaya gemetar turun dari pohon beringin.

“Gara-gara kalian berdua, aku tak sengaja menciptakan kera. Aku melakukan pertapaan ini karena sedang menciptakan manusia,” kata dewa Brahma.

“Maaf Dewa Brahma,” ucap sesal mereka berdua.

“Karena kalian sudah mengacaukan ciptaanku, kalian berdua harus berada dalam tubuh kera ini. Selama keturunan kera ini belum bisa berjalan tegak, kalian berdua tidak akan bisa bebas,” sabda Dewa Brahma.

Seketika tangan Dewa Brahma mengeluarkan cahaya menyinari Dewi Ratih dan Kamajaya. Kemudian, Kamajaya masuk ke dalam tubuh kera jantan dan Dewi Ratih masuk tubuh kera betina.  Mereka hanya bisa berteriak ketakutan. Mereka itu lupa kalau dirinya sudah berada dalam tubuh kera.

Dewa Brahma membawa pasangan kera itu ke tengah hutan. Kini, Dewa Brahma melanjutkan pertapaanya. Di dalam pertapaannya, Dewa Brahma menunggu Dewi Saraswati.

“Ini waktunya Dewi Saraswati akan menemuiku,” pikir gelisah Dewa Brahma dengan janji yang belum mencapai paripurna.

Tiba-tiba, Dewi Saraswati datang berkunjung. Dewi Saraswati telah selesai melakukan meditasinya.

“Kakanda, bagaimana dengan permintaan hamba? Hamba sudah siap memberkahi ilmu pengetahuan kepada manusia.”

“Maafkan kakandamu ini yang belum menepati janji,” sesal Dewa Brahma.

“Mengapa Kakanda tidak bisa menepati janji?” tanya Dewi saraswati bingung.

“Coba adinda melihat mahluk hidup yang dijaga oleh Kamajaya dan Dewi Ratih!” ucap Dewa Brahma.

Dewi Saraswati mengubah pandangannya menuju mahluk hidup yang dimaksudkan oleh Dewa Brahma.

“Hamba memohon diciptakan manusia. Mengapa hamba hanya melihat seekor kera?” pikir Dewi Saraswati.

“Benar apa yang adinda pikirkan. Kakanda sudah menciptakan seekor kera, tetapi dalam hatinya sudah tertanam bibit empati yang nantinnya akan tumbuh cinta kasih. Kelak ketika ia menjadi manusia, perjalanan hidupnya tergantung anugerah yang adinda berikan kepada mereka,” ucap Dewa Brahma memecah pikiran Dewi Saraswati.

Dewi Saraswati memahami maksud dari perkataan Dewa Brahma. Ia menyadari sebagai Dewi Penyempurna ciptaan Dewa Brahma. Ia pun meninggalkan pertapaan Dewa Brahma.

“Ini sudah kehendak alam. Aku hanya harus memberikan anugerah di waktu yang tepat sehingga kera itu bisa berubah menjadi manusia yang sempurna. Kelak dengan anugrah ilmu pengetahuanku, ia akan bisa menjelaskan asal-usulnya menjadi manusia yang sempurna.”

Begitulah sabda Dewi Saraswati terbawa angin menelusuri setiap hati ciptaan Dewa Brahma.

Kini kera-kera itu pun beranak pinak. Jumlah mereka semakin banyak hidup di dalam hutan. Namun belum juga ada dari keturunan mereka bisa berjalan tegak.

Akan tetapi, tiba-tiba terjadi kemarau panjang. Hutan tempat kera itu hidup menjadi kering. Kera-kera tidak lagi bisa menemukan makanan di dalam hutan. Kera turun merangkak di darat mencari makanan. Mereka sangat lama berada di darat. Mereka tak pernah lagi bergelantungan di pohon-pohon.

Suatu ketika di malam bulan purnama, ada dua kera melahirkan bayi laki-laki dan bayi perempuan. Kedua bayi itu memancarkan cahaya kemilau. Melihat pancaran cahaya pada kedua bayi itu, para kera menjauh karena takut dengan cahaya itu. Mereka pergi meninggalkan kedua bayi kera itu.

Di balik kemilau cahaya pada kedua bayi itu, muncullah Dewi Ratih dan Kamajaya.

“Kita di mana ini, Kamajaya?” tanya Dewi Ratih bingung. Kamajaya dan Dewi Ratih belum sepenuhnya sadarkan diri.

“Entahlah, aku tidak tahu kita ada di mana,” jawab Kamajaya.

“Kalian berada di dunia baru. Di dunia baru inilah, kalian akan bebas dan akan mendapat tugas baru,” ucap Dewa Brahma menyadarkan Kamajaya dan Dewi Ratih.

“Maafkan hamba! Bukankah ini belum waktunya hamba bebas,” ucap Dewi Ratih.

“Inilah waktu yang tepat kalian bebas. Sebab, kelak kedua bayi ini akan bisa berjalan tegak ketika sudah dewasa. Kalian akan menjadi dewa pelindung yang selalu menjaga kedua bayi ini,” sabda Dewa Brahma.

Selesai Dewa Brahma bersabda, Kamajaya dan Dewi Ratih kembali dalam keadaan semula.

“Kalian sekarang sudah kembali menjadi dewa-dewi yang memiliki kekuatan cinta kasih. Rawat dan jagalah kedua bayi itu dengan baik. Kelak, kedua bayi itu akan menjadi makhluk yang paling pintar dan cerdas di antara ciptaanku.

Sebab, mereka sudah mendapatkan anugerah dari Dewi Saraswati. Tapi ingat, jika kalian tidak merawat dan menjaganya dengan baik, ia akan menjadi moster pintar yang menghancurkan alam yang telah aku ciptakan ini,” pesan Dewa Brahma. Kemudian Dewa brahma menghilang di balik cahaya bulan purnama.

Semenjak saat itu, Kamajaya dan Dewi Ratih selalu menjaga kedua bayi itu hingga menjadi makhluk yang paling pintar dan cerdas. Ribuan tahun kemudian, anak-anak mereka disebut sebagai manusia.

***

Dalam imajinasiku, mungkin kisah inilah yang menjadi alasan Charles Darwin mendapatkan anugerah dari Dewi Saraswati sehingga melahirkan ilmu pengetahuan hukum evolusi. Atau mungkin, anugrah kebijaksanaan Dewi Saraswati tertinggal di dalama hati kera sadangkan manusia hanya mau membawa kepintaran.

Atau mungkin juga, Charles Darwin adalah reinkarnasi dari Dewa Brahma dan Dewi Saraswati sehingga kita bisa bercermin kepada seekor kera dan menemukan kebijaksanaan. Kebijaksanaan yang murni seperti yang disabdakan oleh Dewi Saraswati. Sebab terkadang, seekor kera lebih berempati dibandingkan dengan kita sebagai manusia.

Benarkah semua itu? Entahlah! [T]  

Tags: Charles DarwinDewa BrahmaDewi SaraswatievolusifaunaHari SaraswatiPendidikanPengetahuan
Previous Post

“Lawar Getih”, Menjaga Selera Mengusir Petaka

Next Post

Di Kampus, Aku Bukan BEM atau Senat, Aku Mapala yang Lebih Berbahaya

Wayan Purne

Wayan Purne

Lulusan Undiksha Singaraja. Suka membaca. Kini tinggal di sebuah desa di kawasan Buleleng timur menjadi pendidik di sebuah sekolah yang tak konvensional.

Next Post
Di Kampus, Aku Bukan BEM atau Senat, Aku Mapala yang Lebih Berbahaya

Di Kampus, Aku Bukan BEM atau Senat, Aku Mapala yang Lebih Berbahaya

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Deepfake Porno, Pemerkosaan Simbolik, dan Kejatuhan Etika Digital Kita

by Petrus Imam Prawoto Jati
May 9, 2025
0
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

BEBERAPA hari ini, jagat digital Indonesia kembali gaduh. Bukan karena debat capres, bukan pula karena teori bumi datar kambuhan. Tapi...

Read more

ORANG BALI AKAN LAHIR KEMBALI DI BALI?

by Sugi Lanus
May 8, 2025
0
PANTANGAN MENGKONSUMSI ALKOHOL DALAM HINDU

— Catatan Harian Sugi Lanus, 8 Mei 2025 ORANG Bali percaya bahkan melakoni keyakinan bahwa nenek-kakek buyut moyang lahir kembali...

Read more

Di Balik Embun dan Senjakala Pertanian Bali: Dilema Generasi dan Jejak Penanam Terakhir

by Teguh Wahyu Pranata,
May 7, 2025
0
Di Balik Embun dan Senjakala Pertanian Bali: Dilema Generasi dan Jejak Penanam Terakhir

PAGI-pagi sekali, pada pertengahan April menjelang Hari Raya Galungan, saya bersama Bapak dan Paman melakukan sesuatu yang bagi saya sangat...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
Khas

Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng
Khas

“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

DULU, pada setiap Manis Galungan (sehari setelah Hari Raya Galungan) atau Manis Kuningan (sehari setelah Hari Raya Kuningan) identik dengan...

by Komang Yudistia
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

May 3, 2025
Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

May 3, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co