12 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Buka-Bukaan di Teater #Catatan Aktor Sebelum Pentas “Sang Guru”

Agus Noval RivaldibyAgus Noval Rivaldi
May 14, 2019
inEsai
Buka-Bukaan di Teater #Catatan Aktor Sebelum Pentas “Sang Guru”

Komunitas Senja yang akan pentas Sang Guru di Taman Budaya Denpasar

43
SHARES

Ini adalah catatan aktor sebelum pementasan Komunitas Senja dengan judul “SANG GURU” adaptasi naskah monolog “Pidato 7 Menit” karya Hendra Utay, Sabtu, 18 Mei 2019 pukul 18:00 WITA. Pementasan ini dalam rangka “Program Penyajian dan Pembangunan Seni UPTD Taman Budaya Art Centre 2019”, di Gedung Ksirarnawa, Art Centre, Taman Budaya Denpasar.

***

Pada proses kali ini saya sedikit ingin berbagi pengalaman saja, karena tidak bisa menulis terlalu banyak tentang teater dan seni pertunjukan. Jadi mungkin pilihan gaya bahasa saya lebih seperti bahasa sehari-hari. Bukankah teater juga seperti itu?

Untuk proses kali ini, saya selaku aktor yang mendapat kewajiban serta “paksaan” menulis pengalaman sebelum pentas hanya sedikit ingin bercerita. Kebetulan pada garapan ini saya sebagai salah satu anggota yang tidak begitu aktif di Komunitas Senja, dipilih secara kesadaran untuk ikut bergabung dalam garapan ini.

Padahal saya tidak begitu sering terlibat pada saat komunitas ini berproses kreatif ataupun hanya sekedar kumpul-kumpul. Tapi kalau dihitung-hitung pada kenyataan di luar masalah itu, kan lumayan buat saya belajar lebih banyak lagi tentang teater dan lain sebagainya yang bersangkutan. Termasuk aktor, karena kebetulan di sini saya dipercaya menjadi salah satu aktor di lini tengah, udah kayak pemain sepak bola saja.

“Ngomong-ngomong soal bola, kasian ya Barca kalah sama Liverpool di semifinal Liga Champions, hahaa”.

Lanjut. Banyak sekali temuan saya pada saat proses dengan Komunitas Senja, karena sebelumnya saya lebih sering terlibat proses kreatif dan lebih banyak berproses di Teater Kalangan yang bisa saya sebut sebagai rumah saya. Tapi karena ini pengalaman saya dengan Komunitas Senja, jadi saya simpan dulu rumah saya dan tinggalkan sebentar. Sekiranya untuk mencari referensi serta pandangan lain tentang teater dan keaktoran.

Pada awal-awal proses saya tentunya sedikit kaget dengan ruang dan arena kultural dalam komunitas ini. Ya, walaupun kami sesekali kadang berjumpa dan minum-minum bareng, untuk gabung proses yang seserius ini baru pertama kali. Karena sangat berbeda dengan ruang dan arena kultural di rumah teater saya. Kemudian saya mengira, sepertinya saya harus memang benar-benar menaruh dulu apa yang saya ketahui di ruang rumah saya untuk kemudian mulai memasuki ruang yang baru.

Karena saat awal proses saja sudah terjadi ketegangan yang luar biasa, cekcok antar anggota untuk memilih tim kreatif atau pengurus lainya, serta debat soal pengadaptasian naskah. Karena kebetulan juga proses kali ini, kami berangkat dari naskah monolog karya dramawan tersohor Hendra Utay dengan judul “Pidato 7 Menit”, yang saya kenal seringkali digadang-gadang sebagai dewa monolog (bukan dewa mabok ya).

Saat cekcok dan debat besar di hari pertama itu, ternyata tidak membuahkan hasil sama sekali, yang ada malah hampir melahirkan perkelahian entah apa yang terjadi sebelumnya. Tiba-tiba dua salah teman sudah mulai emosi dengan nada yang naik. Saat melihat kejadian itu saya berpikir, sampai sejauh inikah teater?

Tapi dalam cekcok itu mereka sepertinya sadar bahwa harus ada yang mengalah, serta menurunkan egonya masing-masing, saya rasa harus menanamkan kesadaran bahwa kita sedang kerja berkelompok.

Akhirnya dengan realitas seperti itu di awal proses, saya selaku aktor yang baru membaca ruang di komunitas ini memilih untuk mengambil jalan yang terbuka. Terbuka dalam artian bahwa saya di sini menjadi aktor, apapun yang berkaitan dengan kerja aktor harus saya pelajari dan jalankan. 

Karena yang saya takutkan adalah kejadian tidak menyenangkan itu kembali terjadi, akhirnya malah membuat ruang pada komunitas itu mulai melemah karena kebanyakan debat dan cekcok antar mulut tanpa dibarengin dengan kerja nyata.

Menariknya lagi saat saya sudah mulai memposisikan diri saya menjadi aktor yang terbuka, banyak hal yang masuk dan mulai menginterpretasi pikiran saya menjadi aktor. Dalam keterbukaan itu saya mengerti suatu hal apa yang sutradara maksud dan yang dia inginkan, perantaranya lewat obrolan diskusi serta evaluasi usai latihan dengan batasan-batasanya agar tidak keluar kesana kemari, agar pembicaraanya juga jelas tujuanya kemana.

Bahkan pada satu kesempatan saya ditunjuk oleh sutradara untuk memberi materi latihan olah tubuh yang baru sedikit saya pahami, saya terbuka dan memberikan apa yang saya ketahui kepada teman-teman aktor yang ikut terlibat.

Di sini saya merasa bahwa sangat susah memang mengubah kebiasaan suatu kelompok yang sudah punya titah serta pemahaman tentang teater sebelumnya, kemudian diberikan pemahaman lain dan baru. Di hari pertama saya benar merasakan betapa berat dan susah sekali untuk menggiring teman-teman ke arah dan tujuan yang saya maksudkan, tapi disini juga saya menyadari bahwa pada pijakan dan tahapan tertentu saya tidak bisa semata-mata melompat begitu saja.

Jika hari pertama temuan dari teman-teman memang baru sedikit dan bahkan ada yang tidak ada, mungkin bagi saya memang belum sampai atau saya yang kurang efektif menyampaikan. Kemudian pada hari-hari berikutnya, saya mencoba mengulang lagi dengan perlahan serta lebih terbuka menerima apapun yang diberikan. Akhirnya satu persatu teman-teman mulai sedikit paham dari apa yang saya maksud, pun begitu sebaliknya timbal baliknya kepada saya.

Sangat sadar saya akan hal ini, bahwa dalam setiap kelompok yang tergabung dalam banyak elemen memang susah untuk menyatukan menjadi satu pemikiran dan tujuan. Tapi jika dipadukan dengan diskusi serta obrolan, di momen inilah kami belajar untuk menyamakan tujuan serta cara pandang untuk proses pentas kedepanya.

Itu juga saya lakukan dengan sutradara, kebetulan sutradara saya kali ini beda lagi. Namanya Adi Wiguna, saya akrabnya memanggil dia Kak Legu. Saya sering menanyakan serta banyak ngobrol saat jam latihan, maupun diluar jam latihan. Karena saya rasa dengan begitu saya menjadi lebih terbuka lagi menjadi aktor, biasanya orang yang tidak mau membuka dirinya saat menjadi aktor yang terjadi adalah jika bersikap pun akan mempengaruhinya saat proses.

Atau bisa jadi aktor yang kurang terbuka tersebut menganggap dirinya sudah selesai dan paham betul tentang aktor. Itu juga yang menjadi bekal saya saat tiap menjalani proses teater, saya sangat berjarak sekali untuk mencetuskan diri saya sudah paham betul soal dunia keaktoran. Karena setiap saya pentas, saya selalu sering di koreksi orang lain serta sering juga saya melakukan evaluasi terhadap diri saya sendiri. Karena usai pentas, yang terjadi dalam diri saya hanya kata-kata, “seharusnya tu tadi aku kayak gini, seharusnya tu tadi aku kayak gitu”.

Masih banyak ternyata kemungkinan yang saya harus pelajari, saya rasa juga untuk mencapai dan memahami kemungkinan itu dasar menjadi aktor bagi saya adalah terbuka. Terbuka dalam artian menerima apapun itu yang di ucapkan sutradara, serta berbicaralah jika halnya memang tidak paham atau berbicaralah jika ada hal yang ditemukan atau ide apapun. Agar kedepanya juga sutradara bisa mengambil tindakan ke tahap selanjutnya.

Kesadaran menjadi aktor, saya juga tidak mengamini bahwa sudah berada pada tahap menjadi aktor yang terbuka. Tapi saya selalu menempatkan kesadaran dalam diri, bahwa saya adalah seorang aktor yang nantinya akan di pertontonkan di atas panggung dibawah bayangan wacana sutradara.

Kesadaran ini juga yang akhirnya bagi saya menimbulkan semacam perasaan untuk saya bermain dan belajar lebih maksimal, karena yang dilihat di atas panggung adalah kemampuan aktor memahami konteks naskah dan alur ceritanya untuk kemudian di pertunjukan.

Selain itu juga kesadaran saya berkelompok menjadi salah satu dorongan untuk belajar lebih maksimal lagi, walaupun di kenyataanya saya belum menjadi orang maksimal dalam berkelompok. Latihan jarang datang, ataupun sering telat, saya tidak akan membela diri. Tapi kalau di pikirkan kembali, ternyata itu juga mempengaruhi jalanya proses yang kelompok itu jalani.

Sebagai contoh, ketika dari sebagian banyak aktor yang ada ternyata lebih banyak yang tidak hadir di latihan tanpa keterangan, akhirnya itu mempengaruhi pikiran aktor yang pada proses awal rajin datang. Pikiran-pikiran tersebut saya dapatkan ketika saya paham kunci dasar sebagai aktor yang terbuka dan menjadi bagian dari kelompok itu.

Karena hanya itu saja yang saya dapatkan saat proses ini, semoga bermanfaat untuk saya sendiri khususnya dalam berproses kreatif menjadi aktor ataupun teman-teman aktor lainya.

Karena menjadi aktor yang terbuka itu sangat perlu bagi saya pribadi, selain itu juga di umur saya yang masih sangat muda ini saya harus banyak belajar dan menemukan sesuatu untuk di pertanyakan. Dengan cara menaruh dan menyimpan dulu ideologi dan pemahaman saya tentang teater untuk menyelaraskan kemungkinan lain dalam berteater.

Karena bagi saya teater tidak bisa di pelajari hanya setahun dua tahun. Saya rasa selalu ada evaluasi dan perbaikan, bahkan tak jarang soal pengulangan. “Udah kayak hidup aja hahaa”, tapi saya tidak menganggap teater sebagai hidup. Saat ini saya menganggap teater sebagai sarana dan jembatan belajar untuk masuk ke bidang apa saja. Tak terkecuali salah satunya menulis.

Dan untuk menjadi aktor yang bisa berbicara banyak tentang dunia keaktoran nanti, saya harus lebih sering dulu berbicara dasarnya saja selain itu juga karena memang itu yang saya dapatkan kali ini “hehee”. Untuk kemudian merumuskan sendiri dan menjadikanya metode sendiri kelak nanti, gimana besar tidak cita-cita saya menjadi seorang aktor yang profesional?

Dan saya kira, segini dulu bahasan dan cerita pengalaman saya menjadi aktor dalam pentas bersama Komunitas Senja.

Dan jangan lupa saksikan nanti pementasan kami dengan judul : “SANG GURU” adaptasi naskah monolog “Pidato 7 Menit” karya Hendra Utay. Sabtu, 18 Mei 2019 pukul 18:00 WITA. Dalam rangka “Program Penyajian dan Pembangunan Seni UPTD Taman Budaya Art Centre 2019”, di Gedung Ksirarnawa, Art Centre.

Salam sepoi-sepoi, dan sampai ketemu nanti terutama untuk cewek-cewek manis dan jomblo di luar sana. [T]

Tags: baliguruKomunitas Senjaseni pertunjukanTeater
Previous Post

Mencintai Kesejatian Diri

Next Post

Ingatan Yang Coba Kita Lupakan

Agus Noval Rivaldi

Agus Noval Rivaldi

Adalah penulis yang suka menulis budaya dan musik dari tahun 2018. Tulisannya bisa dibaca di media seperti: Pop Hari Ini, Jurnal Musik, Tatkala dan Sudut Kantin Project. Beberapa tulisannya juga dimuat dalam bentuk zine dan dipublish oleh beberapa kolektif lokal di Bali.

Next Post
Swastyastu, Nama Saya Cangak

Ingatan Yang Coba Kita Lupakan

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Krisis Literasi di Buleleng: Mengapa Ratusan Siswa SMP Tak Bisa Membaca?

by Putu Gangga Pradipta
May 11, 2025
0
Masa Depan Pendidikan di Era AI: ChatGPT dan Perplexity, Alat Bantu atau Tantangan Baru?

PADA April 2025, masyarakat Indonesia dikejutkan oleh laporan yang menyebutkan bahwa ratusan siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Buleleng,...

Read more

Animal Farm dalam Interpretasi Pemalsuan Kepercayaan

by Karisma Nur Fitria
May 11, 2025
0
Animal Farm dalam Interpretasi Pemalsuan Kepercayaan

PEMALSUAN kepercayaan sekurangnya tidak asing di telinga pembaca. Tindakan yang dengan sengaja menciptakan atau menyebarkan informasi tidak valid kepada khalayak....

Read more

Enggan Jadi Wartawan

by Edi Santoso
May 11, 2025
0
Refleksi Hari Pers Nasional Ke-79: Tak Semata Soal Teknologi

MENJADI wartawan itu salah satu impian mahasiswa Ilmu Komunikasi. Tapi itu dulu, sebelum era internet. Sebelum media konvensional makin tak...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Diskusi dan Pameran Seni dalam Peluncuran Fasilitas Black Soldier Fly di Kulidan Kitchen and Space
Pameran

Diskusi dan Pameran Seni dalam Peluncuran Fasilitas Black Soldier Fly di Kulidan Kitchen and Space

JUMLAH karya seni yang dipamerkan, tidaklah terlalu banyak. Tetapi, karya seni itu menarik pengunjung. Selain idenya unik, makna dan pesan...

by Nyoman Budarsana
May 11, 2025
Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery
Pameran

Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery

INI yang beda dari pameran-pemaran sebelumnya. Santrian Art Gallery memamerkan 34 karya seni rupa dan 2 karya tiga dimensi pada...

by Nyoman Budarsana
May 10, 2025
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

May 11, 2025
Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

May 11, 2025
Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

May 11, 2025
Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

May 10, 2025
Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

May 10, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co