Program Sinema Bentara di Bentara Budaya Bali (BBB) bulan ini diselenggarakan selaras pameran Bali Architecture Week 2019: Popo Danes and Friends “Crafting The Archipelago” (9-17 Februari 2019). Pemutaran film berlangsung selama dua hari, Sabtu (16/2) dan Minggu (17/2).
Merujuk tajuk ”Tutur Figur Arsitektur”, dihadirkan sejumlah film terpilih dari Prancis, Jerman dan Italia. Film-film tersebut tidak saja menghadirkan adegan-adegan berlatar perkotaan, bangunan, atau landscapesebuah pemukiman, namun juga menggambarkan pergumulan nasib figur-figur yang hidup dalam jalinan problematik sebuah kota.
Salah satu film yang ditayangkan yakni, dokumenter berjudul Haus Tugendhat (Jerman, 2013) karya sutradara Dieter Reifarth, mengisahkan sebuah rumah yang selesai dibangun tahun 1930. Seiring perubahan zaman, rumah tersebut mengalami sekian perubahan fungsi dan dinamika, saat dua perang dunia besar, pendudukan oleh Nazi Jerman, pengusiran dan emigrasi keluarga Tugendhat ke Swiss dan Venezuela, pasca-perang sebagai sekolah dansa swasta, dan beberapa dekade sesudahnya menjadi pusat terapi untuk anak-anak yang mengalami cedera tulang belakang. Pada tahun 2001 UNESCO mendeklarasikan rumah tersebut sebagai Situs Warisan Dunia karena kepentingan universalnya sebagai karya seni arsitektur.
Sisi lain kehidupan sebuah kota dan tokoh-tokohnya digambarkan dalam film cerita berjudul Le Havre (2011) karya sutradara Aki Kaurismȁki (Prancis) dan Baaria (2009) arahan sutradara mumpuni Italia, Giuseppe Tornatore.
Le Havre adalah sebuah kota di Prancis Utara yang mengalami berbagai peristiwa bersejarah. Tidak heran bila kota ini memiliki situs dan monumen sohor, yang mengingatkan warga setempat dan dunia akan berbagai kejadian yang menimpa kota itu.
Sementara Baaria atau Bagheria adalah tempat kelahiran banyak tokoh terkenal abad 20: penyair Ignazio Buttitta, fotografer Ferdinando Scianna, seniman Renato Guttuso dan Nino Garajo (1918-1977, Roma) dan sutradara film Giuseppe Tornatore. Film Baaria sendiri mengisahkan anak laki-laki bernama Peppino yang tumbuh di kota itu dalam kurun tahun 1920-1980-an. Bukan saja berfokus pada kehidupan Peppino, namun film ini menuturkan pula kehidupan keluarga di Italia dalam tiga generasi berikut refleksi atas situasi ekonomi, sosial, dan politik masa itu, terutama saat Perang Dunia II tengah berlangsung.
Adapun program ini didukung oleh Ikatan Arsitek Indonesia-Bali, Popo Danes Architect, Danes Art Veranda, Institut Français d’Indonésie, Alliance Française Bali, Konsulat Kehormatan Italia di Denpasar, Goethe Institut Jakarta dan Udayana Science Club.
Meresapi Pengalaman Rasa dan Musik Emoni Bali
Hari kedua pemutaran film “Sinema Bentara” terangkai pula dengan penutupan Bali Architecture Week 2019: Popo Danes and Friends. Secara khusus, pada penutupan ini ditayangkan sebuah dokumenter bertajuk Journey of Popo Danes Architect (2019) yang merangkum proses kreatif Popo Danes Architect beserta para alumninya. Film produksi Sumba TV ini disutradarai oleh Hanne Ara.
Selain pemutaran film, penutupan dimaknai juga penampilan musik oleh Emoni Bali dan kuliner oleh Pengalaman Rasa dan Gede Kresna.
Emoni atau Etnic Harmoni, merupakan sebuah band berlatar musik tradisional Bali yang lahir di Fakultas Teknik Udayana, bermula dari grup kesenian Parasu Geni. Resmi terbentuk pada 11 Januari 2011, hingga kini Emoni telah menghasilkan 3 album, antara lain: Suatu Cerita (2016), Ning Ning Cening (2013), Harmoni Nada Cinta (2011).
Pada penampilan mereka di BBB, Emoni membawakan tembang-tembang hits mereka, seperti Ratu Anom, Ketut Garing, Harmoni Nada Cinta, dan lain-lain.
Sementara itu, Gede Kresna, seorang arsitek yang kini berfokus mengelola Dapur Pengalaman Rasa dan Rumah Intaran di Bengkala, Buleleng, bukan saja menyajikan kuliner-kuliner terpilih dari Bali Utara, namun juga kiat-kiat yang dilakukannya untuk mengajak masyarakat dalam upaya menerapkan konsumsi yang cermat serta membangun kedaulatan pangan lokal.
Ia membawa pengetahuan luas tentang produk lokal dan mata yang tajam untuk peluang bisnis yang potensial untuk Pengalaman Rasa. Ia bersemangat menyelami kekayaan budaya Bali Utara dan hasil bumi yang organik untuk menemukan bahan, produk, dan pengalaman terbaik.
Pada kesempatan itu, arsitek Popo Danes menyampaikan bahwa program pemutaran film ini melengkapi dan memperkaya rangkaian talkshow dan pameran yang berlangsung. Ia juga berharap agar tahun depan acara ini dapat berlangsung kembali, bahkan terbuka untuk skala internasional. (*/T)