Selama sepekan, 9-17 Februari 2019, di Bentara Budaya Bali (BBB) dihadirkan sebuah pameran arsitektur bertajuk “Bali Architecture Week 2019: Popo Danes and Friends”.
Eksibisi ini mengetengahkan karya-karya Popo Danes Architect beserta para alumni Popo Danes Architect, di antaranya Casa Studio, Dimensi Design Studio, Epic Artelier, Herry Palguna, Iwaji Studio, Jeanne Elisabeth, Kusa Architect, Lanang Wiantara, Melati Danes Space & Style, SHL Asia, Ardhi Ismana, Skala Maket Studio Architectural Models.
Adapun pameran telah dibuka secara resmi pada Sabtu (9/02) oleh I Gede Wiratha, seorang entrepreneur architect. Program ini terselenggara atas kerja sama Ikatan Arsitek Indonesia, Popo Danes Architect, Danes Art Veranda, Ikatan Arsitek Indonesia- Bali dan Bentara Budaya Bali.
Secara khusus dipamerkan pula kreasi-kreasi arsitektur yang memperoleh IAI Awards 2018 dan karya-karya dari Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Bali yang belum lama ini dihadirkan dalam pameran Serasi #2 di Denpasar.
Serangkaian Bali Architecture Week 2019, setiap harinya akan dihadirkan berbagai program, antara lain timbang pandang, talkshow (temu wicara), kelas kreatif, hingga pemutaran film merujuk kehidupan di seputar kota dan arsitekturnya, berikut problematiknya.
Ini bukan kali pertama BBB mempresentasikan program terkait dunia arsitektur. Memaknai peresmiannya pada tahun 2009, BBB mengetengahkan pameran “Festival Bambu” yang tidak saja melibatkan para perupa terkemuka Bali melainkan menghadirkan pula karya arsitektur Popo Danes.
Selain itu, Popo Danes Architect sempat berpameran tunggal di BBB pada tahun 2011, sebuah upaya retrospektif yang mengedepankan karya-karya awal tahun 1990-an hingga 2011. Program ini ditandai diskusi dan peluncuran buku New Regionalism in Bali Architecture by Popo Danes yang ditulis oleh Imelda Akmal.
Crafting The Archipelago
Bali Architecture Week 2019 kali ini merujuk tematik “Crafting The Archipelago”, dikuratori oleh Danny Wicaksono. “Saya pikir acara seperti ini adalah sebuah momentum yang penting, bukan hanya karena karya-karya yang dihadirkan, tapi yang lebih penting adalah ini merupakan kesempatan di mana sekian banyak arsitek berkumpul untuk saling berbincang, berdiskusi, bertukar gagasan dan strategi yang mudah-mudah dapat membuat ruang hidup kita lebih baik. Dan mungkin membuat Bali lebih baik ke depannya,” ujar Danny.
Pameran “Crafting The Archipelago” ini mencerminkan pula keberagaman, di mana bukan saja karya-karya arsitektur yang dipamerkan, melainkan juga desain interior dan lukisan. Semisal Ardhi Ismana, alumni Popo Danes Architect yang saat ini bekerja di Jakarta, memang pekerja di bidang arsitektur, tetapi kali ini ingin mengikutkan lukisan-lukisannya untuk mengenalkan karyanya di Bali.
Tidak ketinggalan Melati Danes dari Melati Danes Space and Style, yang merupakan konsultan desain interior di Bali, senang bisa berpameran dan memperkenalkan desain interior yang mungkin modern tetapi masih memegang ciri khas unsur-unsur lokal ke masyarakat yang lebih luas lagi.
Sementara itu, Popo Danes selaku inisiator menyatakan bahwa tema “Crafting the Archipelago” atau yang dapat diartikan berkreasi di kepulauan, berangkat dari pengalaman-pengalaman para arsitek yang terlibat pameran ini dalam mengerjakan proyek-proyek yang berhubungan dengan kepariwisataan berbudaya serta telah melakukan kelana berkarya tidak hanya di Pulau Bali, tetapi juga di pulau-pulau lain di Nusantara, bahkan mancanegara.
“Arsitek-arsitek yang telah tumbuh di Bali ini membuktikan bahwa mereka mampu menjadi arsitek untuk arsitektur bertemakan kepulauan dengan budaya lokal tersirat di setiap desainnya, “ ungkap Popo. Ia juga ingin memperkenalkan mekanisme kerja arsitek dan membuka kolaborasi yang sehat dengan para alumninya serta generasi selanjutnya.
Dengan pengalamannya yang sudah mendesain tidak saja di Bali, Popo Danes melihat formula-formula kearsitekturan ini cenderung datang dari Bali. Ia mengungkapkan bahwa “Crafting The Archipelago” tidak bermaksud mengklaim aristektur kepulauan, tetapi menceritakan bagaimana arsitek berbasis di Bali bisa membantu dan memberikan kontribusi desain.
“Saya berharap Bali Architecture Week dapat menjadi jembatan untuk generasi penerus untuk mengenal lebih banyak lagi hal-hal yang sudah pernah terjadi sebelumnya, terutama di Bali. Menjadi referensi yang baik kepada arsitek-arsitek generasi selanjutnya, serta membangun ruang apresiasi terhadap dunia arsitektur yang merupakan bagian penting dalam mengembangkan suatu lingkungan hidup yang ramah dengan sekitarnya,” ungkap Popo Danes.
Alumni Popo Danes Architect yang terlibat dalam pameran kali ini juga melihat pentingnya kehadiran Danny Wicaksono selaku kurator. Sebagaimana diungkapkan Pradhana Pande dari Epic Artelier, ini merupakan kesempatan yang baik untuk mempromosikan diri dan diharapkan program serupa ini dapat terus berlanjut.
Sedangkan, Kadek Hasta dari SHL Asia dan rekannya, Jung Yat, berpendapat bahwa menerapkan kurasi itu sangat penting dalam sebuah pameran, mencerminkan pameran tersebut tidaklah “tidak main-main” dan sekaligus menjadi suatu penghargaan tersendiri.
Adapun Ben Sarasvati dari Kusa Architect melihat pameran arsitektur adalah hal yang ditunggu-tunggu dan berharap agar ke depannya hal ini turut membangun semangat berkarya, serta Bali Architecture Week bisa menjadi titik di kancah nasional. (*/T)