12 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Teka-Teki dari Jepang – Catatan Ikut Workshop Butoh di Yogya

Agus Noval RivaldibyAgus Noval Rivaldi
November 26, 2018
inKhas
Teka-Teki dari Jepang – Catatan Ikut Workshop Butoh di Yogya

Workshop tari Butoh diselenggarakan oleh Kalanari Theatre Movement bertempat di Omahkebon Nitiprayan, Jogjakarta.

6
SHARES

25 November 2018 adalah hari pertama diselenggarakanya workshop tari Butoh bersama Katsura Kan, yang kebetulan adalah salah satu maestro Butoh dari Kyoto, Jepang. Katsura sebut sebagai pembelajaran “Listen with the Body”, Katsura akan mengajak berlatih untuk memahami “tingkah laku misterius” yang tersembunyi dalam kehidupan sehari-hari, lalu menciptakan koreografi dan laku performatif yang menarik di sana. Workshop ini diselenggarakan oleh Kalanari Theatre Movement bertempat di Omahkebon Nitiprayan, Jogjakarta.

Di hari pertama latihan, di sini saya sebelumnya harus mengenalkan diri terlebih dahulu. Guna mempermudah sang maestro menyesuaikan dan mengetahui kompoisi tubuh yang saya punya, tergantung latar belakangnya.

Setelah itu saya dan beberapa peserta workshop lainya diberikan suatu arahan, untuk mengikuti intruksi dari Katsura. Dia memberikan satu koreo dengan enam belas gerakan, kemudian tiap peserta harus menghapal itu.

Setelah menghapal, satu-persatu peserta diberikan kesempatan menampilkan koreo itu. Tapi dengan tempo berbeda dari satu perseta dengan peserta lainya. Menarik sekali latihan ini, ketika tiap peserta tampil dengan tempo mereka sendiri untuk enam belas gerakan tadi. Ada dengan tempo sedang, ada yang cepat, lambat, dan ada yang lambat kemudian semakin cepat.

Di sana saya merasakan perbedaan ketika salah satu peserta tampil, kemudian yang lain mengikuti. Saya semakin sadar dan paham maksud Katsura bahwa setiap orang memang mempunyai beberapa perbedaan, tergantung latar belakang mereka masing-masing.

Katsura juga sempat memberitahu, bahwa tari butoh di tahun 90-an memang diciptakan hampir sebagian besar gerakanya adalah improvisasi. Tetapi improvisasi yang bagaimana maksudnya? Kemudian dia menjelaskan tentang improvisasi, baginya improvisasi sebenarnya adalah sangat membebaskan tubuh bergerak, tanpa ada perlawanan dan tujuan tertentu.

Lalu bagaimana bisa sampai terjadi pada beberapa tarian Butoh yang terkoreografi jika seperti ini? Sebentar, ada yang terlewatkan. Sebelum sampai pada tujuan tersebut, akhirnya Katsura kembali memberikan satu pengarahan. Yang saya sebut mungkin namanya pemanasan atau peregangan otot, sekaligus memanjakan tubuh yang sangat jarang saya sadari dan lakukan pada pemanasan biasanya.

Gerakanya sangat sederhana hampir sama seperti pemansan atau peregangan otot ketika mendapat pelajaran olahraga dahulu di sekolah, hanya ada beberapa tambahan dan perbedaan. Bedanaya adalah, ada beberapa gerakan Katsura sesekali memijat-mijat beberapa bagian yang selesai diregangkan.

Di sini saya merasakan hal berbeda dari pemanasan dan peregangan otot yang biasa saya lakukan sebelumnya, ada sensasi lain ketika diregangkan kemudia di pijat. Gerakannya kecil saja dan pelan, tetap dengan hitungan sebagaimana pemanasan saat pelajaran olahraga dulu di sekolah. Tapi setelah dipijat saya dapat merasakan bagaimana otot-otot itu mengalir dan bekerja, dan terasa nyaman. Saya menyebutnya gerakan ini adalah memanjakan tubuh.

Setelah selesai pemanasan yang saya sebut sebagai memanjakan tubuh itu, kemudian kami diajarkan berjalan dengan natural atau berjalan dengan keseharian. Sangat susah ternyata, walaupun terlihat begitu gampang dan Katsura pun bilang begitu.

Lalu kami diintruksikan untuk mencari pasangan, dengan tujuan salah satu dari pasangan tersebut menjadikan natural untuk teman pasanganya secara bergantian mengarahkan dan memberi contoh, pokoknya senatural mungkin untuk pasangan itu sendiri. Setelah kami semua selesai pada pasangan kami sendiri, dan yakin bahwa yang kami lakukan adalah yang paling natural. Disini terjadi penemuan menarik, bahkan akhirnya timbul beberapa perbedaan cara berjalan dari tiap peserta.

Walaupun aslinya yang saya rasakan malah justru tidak nyaman dan tidak natural setelah di ubah dan di arahkan oleh teman pasangan sendiri. Tetapi bagi teman saya itu adalah yang paling natural berada dalam tubuh saya sendiri ketika berjalan. Entah pasangan saya merasakan hal itu atau tidak, saya tidak paham. Karena saya juga demikian banyak merubah caranya dia berjalan, untuk menghasilkan sesuatu natural yang saya amini. Ini semacam pertanyaan dan teka-teki yang timbul pada pikiran saya, mantappp!

Saya menjadi banyak mendapat pembelajaran dan penemuan di sini. Setelah itu, jalan yang kami anggap dan sudah kami sepakati sebagai natural tadi, Katsura mengarahkan untuk mencoba memberikan tempo pelan, pada gerakan berjalan tersebut. Di sini malah justru terlihat berbeda, yang tadi kesannya kami anggap natural malah justru sebaliknya. Tetapi saya malah tertarik, karena ketika diberikan tempo pelan dan dilambatkan ternyata menimblkan gestur yang berbeda. Walaupun kesan nauralnya hilang.

Secara tidak langsung saya sadari Katsura memberikan teka-teki kembali, dengan cara menekankan bahwa sebenarnya selalu ada alasan di setiap beberapa perbedaan cara jalan kami, baik ketika berjalan biasa yang sudah ditata oleh pasangan itu sendiri dan ketika temponya di lambatkan. Apa yang dia maksud sebagai alasan itu? Saya dan pasangan saya kembali melanjutkan latihan berjalan natural tersebut, dengan tempo sedang dan dilambatkan. Hingga sampai pada beberapa titik, saya menyadari dan menemukan jawaban apa arti alasan tersebut.

Bahwa menurut dan pengaminan saya, alasan yang dia maksud adalah sebuah kesadaran mengakui pada diri sendiri bahwa kita berjalan dan memang sedang berjalan, seperti kejujuran terhadap diri sendiri. Semakin tertarik saya dengan apa yang akan Katsura berikan selanjutnya.

Setelah dianggap selesai oleh Katsura tentang latihan berjalan tadi, selanjutnya kami diajarkan tentang yang Katsura sebut sebagai “Atmosfer”. Yang dimiliki oleh setiap seseorang sejak lahir, dan berbeda-beda bentuknya. Bisa kita lihat perbedaan tersebut dari bagian bentuk wajah, gestur tubuh, dan penampilanya.

Lalu kami diarahkan kembali untuk bergerak atau menari dengan tedensi mengejar kelembutan suatu benda, tergantung yang kami bayangkan di sekitaran atau di keseharian. Setelah saya rasa paham dan mengerti tentang apa yang harus saya kerjakan dan dibayangkan, kami dibagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari tiga orang peserta. Tapi kali ini tugas kami berbeda dari sebelumnya, bukan untuk mengubah gerakan yang sudah tiap peserta sepakati tentang gerakan kelembutan. Melainkan hanya memerhatikan atau mengamati secara detail dan lebih dekat, bagian mana yang terliat lembut dan tidak lembut.

Katsura memberikan contoh, misalnya sering sekali terjadi jika bagian dari perut hingga ke atasnya sudah terlihat lembut, tapi pada bagian bawah paha hingga ke bawahnya masih terlihat tidak lembut atau kaku. Atau hampir seperti kuda-kuda kalau saya artikan.

Setelah itu, kami kembali dipersilahkan memerhatikan dan mengamati kelompok kami sendiri. Dengan cara bergantian, satu bergerak dan yang dua memerhatikan. Tetapi kali ini boleh sambil mengarahkan bagian mana yang masih kaku seperti menurut Katsura tadi, hanya tidak boleh mengarahkan dengan suara cukup di sentuh atau didorong pelan saja.

Setelah salah satu dari kelompok kami selesai, Katsura mengarahkan kepada kami untuk memperbincangkan atau diskusi kembali tentang yang kurang dari salah satu kelompok kami, menurut dua orang yang memerhatikan tadi. Setelah selesai di diskusikan, bergantian untuk bergerak sampai semua mendapat giliran. Ternyata tidak semudah apa yang saya rasakan, ketika mengarahkan teman saya dan ketika saya yang bergerak. Jauh sekali dari kata mudah bagi saya, dan Katsura pun mengakui hal itu juga. Tapi saya curiga, jangan-jangan ini taktik dia untuk mencari pengetahuan dan kesadaran itu sendiri dari beberapa perbedaan di tiap kelompok.

Karena dari sesi sebelumnya saya merasakan bahwa Katsura selalu ingin seperti memberikan teka-tekinya untuk kami mencari sendiri jawaban dan kesadaranya. Karena itu jelas terlihat, apalagi ketika kami di arahkan untuk bergerak secara lembut bersamaan perkelompok dan tidak bergantian lagi, sedangkan kelompok lain menyaksikan. Di sini kesadaran saya pribadi memahami tubuh saya dan tubuh teman saya yang sudah diperhatikan tadi, ternyata lebih dari perkiraan saya.

Ada tiga atmosfer berbeda-beda dari kami bertiga, kemudian menjadi satu-kesatuan pada ruang tersebut. Karena sebelumnya secara tidak langsung kami sudah membicarakan dam memahami, apa yang saya punya dan dari teman kelompok saya masing-masing. Itu sangat saya rasakan ketika bergerak, kami masing-masing sudah paham dan ingin memunculkan diri kami sendiri, kemudian saling mengisi kekurangan dari teman kelompok kami. Dengan tujuan memberikan suatu atmosfer kepada penonton dan ruang tersebut. Gila! Teka-teki macam apa ini?

Kemudian setelah semua kelompok selesai menampilkan satu-persatu seperti yang kami lakukan, kami kembali diarahkan meregangkan otot sambil memijat-mijatnya. Yang saya sebut sebagai memanjakan tubuh tadi.

Setelah itu Katsura menyudahi dan menutup workshop untuk hari pertama ini, karena tidak terasa jam sudah menunjukan untuk waktunya selesai. Kemudian saya berpikir kembali, tentang rasa penasaran dan rasa ingin tahu saya. Bagaimana bisa tari Butoh yang tadinya penuh dengan improvisasi akan menjadi koreogafi? Saya rasa ini juga adalah bagian dari teka-teki Katsura, untuk saya cari tahu sendiri. Semakin semangat saja saya mengikuti workshop selanjutnya di hari kedua, untuk mengetahui dan memecahkan teka-teki yang Katsura susun.

Saya rasa sampai di sini dulu pengalaman saya mengikuti workshop Butoh dari Katsura Kan di hari pertama. Karena saya agak merasa lelah dari pagi perjalanan dari Bali menuju Jogja, siangnya langsung workshop hingga sore hari. Kemudian megadang untuk menulis ini “pamer bedik yen cang lagi jogja”. Salam dari aktor masa depan, dan selalu curigai hal sekitar ya hahahaa. (T)

Tags: Jepangseni tariTeaterworkshopYogyakarta
Previous Post

Pahlawan Bukan untuk Sekadar Dikenang

Next Post

Lama-lama, Dompet Kita Tebal Bukan Karena Uang, tapi Gara-gara Kartu

Agus Noval Rivaldi

Agus Noval Rivaldi

Adalah penulis yang suka menulis budaya dan musik dari tahun 2018. Tulisannya bisa dibaca di media seperti: Pop Hari Ini, Jurnal Musik, Tatkala dan Sudut Kantin Project. Beberapa tulisannya juga dimuat dalam bentuk zine dan dipublish oleh beberapa kolektif lokal di Bali.

Next Post
Lama-lama, Dompet Kita Tebal Bukan Karena Uang, tapi Gara-gara Kartu

Lama-lama, Dompet Kita Tebal Bukan Karena Uang, tapi Gara-gara Kartu

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Melihat Pelaku Pembulian sebagai Manusia, Bukan Monster

by Sonhaji Abdullah
May 12, 2025
0
Melihat Pelaku Pembulian sebagai Manusia, Bukan Monster

DI Sekolah, fenomena bullying (dalam bahasa Indoneisa biasa ditulis membuli) sudah menjadi ancaman besar bagi dunia kanak-kanak, atau remaja yang...

Read more

Pulau dan Kepulauan di Nusantara: Nama, Identitas, dan Pengakuan

by Ahmad Sihabudin
May 12, 2025
0
Syair Pilu Berbalut Nada, Dari Ernest Hemingway Hingga Bob Dylan

“siapa yang mampu memberi nama,dialah yang menguasai, karena nama adalah identitas,dan sekaligus sebuah harapan.”(Michel Foucoult) WAWASAN Nusantara sebagai filosofi kesatuan...

Read more

Krisis Literasi di Buleleng: Mengapa Ratusan Siswa SMP Tak Bisa Membaca?

by Putu Gangga Pradipta
May 11, 2025
0
Masa Depan Pendidikan di Era AI: ChatGPT dan Perplexity, Alat Bantu atau Tantangan Baru?

PADA April 2025, masyarakat Indonesia dikejutkan oleh laporan yang menyebutkan bahwa ratusan siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Buleleng,...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Diskusi dan Pameran Seni dalam Peluncuran Fasilitas Black Soldier Fly di Kulidan Kitchen and Space
Pameran

Diskusi dan Pameran Seni dalam Peluncuran Fasilitas Black Soldier Fly di Kulidan Kitchen and Space

JUMLAH karya seni yang dipamerkan, tidaklah terlalu banyak. Tetapi, karya seni itu menarik pengunjung. Selain idenya unik, makna dan pesan...

by Nyoman Budarsana
May 11, 2025
Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery
Pameran

Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery

INI yang beda dari pameran-pemaran sebelumnya. Santrian Art Gallery memamerkan 34 karya seni rupa dan 2 karya tiga dimensi pada...

by Nyoman Budarsana
May 10, 2025
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

May 11, 2025
Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

May 11, 2025
Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

May 11, 2025
Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

May 10, 2025
Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

May 10, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co