3 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Kampung Papua, Antara Eksploitasi dan Konservasi (1)

I Ngurah SuryawanbyI Ngurah Suryawan
October 27, 2018
inEsai
Kampung Papua, Antara Eksploitasi dan Konservasi (1)

Kawasan pesisir Kampung Ambumi saat air pasang. Perahu-perahu warga parkir berjejer menjadi alat transportasi satu-satunya yang menghubungkan mereka dengan Kota Wasior (foto: I Ngurah Suryawan)

12
SHARES

ESAI ini adalah catatan perjalanan saya menuju sebuah kampung di kawasan leher Pulau Papua pada Agustus 2013. Tepatnya adalah Kabupaten Teluk Wondama, Provinsi Papua Barat. Satu kabupaten lain yang juga berada di kawasan teluk ini adalah Kabupaten Teluk Bintuni, lokasi perusahaan BP (British Petrolium) Indonesia beroperasi. Kedua kabupaten ini, ditambah dengan Kabupaten Nabire dan kawasan pesisir Pulau Biak di Provinsi Papua berada dalam kawasan TNTC (Taman Nasional Teluk Cenderawasih).

Teluk Wondama adalah satu daerah bersejarah dalam jejak peradaban (Kristen) di bumi Papua selain tentunya Manokwari. Di daerah Miei, Wasior—yang kini menjadi ibukota Kabupaten Teluk Wondama— terdapat sekolah tua yang menjadi tonggak bersatunya orang-orang Papua dari berbagai suku. Adalah Izaak Samuel Kijne yang meletakkan pondasi pendidikan Kekristenan bagi orang-orang Papua . Pengabdiannya mendidik orang Papua melalui sekolah asrama guru di Mansinam Manokwari dan dilanjutkan ke Miei Teluk Wondama dalam rentang waktu 1923-1953 merupakan inspirasi bagi dunia pendidikan di tanah Papua untuk mensinergikan nilai-nilai kekristenan dengan budaya Papua.

Izaak Samuel Kijne menggali pendidikan lokal yang berbasis adat dan budaya Papua untuk diadopsinya menjadi bahan pengajaran membaca melalui tiga seri Itu Dia, Djalan Pengadjaran di Nieuw Guinea. Kijne juga menangkap kegemaran orang Papua bernyanyi dengan merekamnya melalui nyanyian-nyanyian dalam Seruling Mas Njajian Pemuda Pemudi dan Perkataanja. Kijne dengan demikian adalah seorang yang multitalenta yang mampu menggali nilai-nilai pengetahuan dan pendidikan lokal Papua yang dipadukan dengan nilai-nilai Kekristenan.

Hampir sebagian orang Papua yang saya temui mengenal dengan baik sebuah pernyataan yang menjadi doa dan ruh “kebangkitan” rakyat Papua yang diciptakan oleh Izaak Samuel Kijne (I.S. Kijne). Perkataan nubuatnya yang terkenal dan dikenang oleh orang Papua, diucapkan di Miei, Wasior pada tanggal 26 Oktober 1925.Ia mengatakan:

“Di atas batu ini saya meletakkan peradaban orang Papua, sekalipun orang memiliki kepandaian tinggi, akal budi dan marifat tetapi tidak dapat memimpin bangsa ini. Bangsa ini akan bangkit dan memimpin dirinya sendiri”.

Telaga Besar

Dari Miei di Wasior menuju Kampung Ambumi, kita harus menyusuri kawasan teluk hingga menuju beberapa kampung yang menjadi wilayah dari Distrik Kuri ini. Menuju Kampung Ambumi dapat ditempuh dengan menggunakan transportasi perahu motor tempel (johnson) atau speedboat dari Pelabuhan Wasior. Waktu yang dibutuhkan sekira 30 menit menuju Ambumi yang terletak di semenanjung Teluk wondama dan belum ada jalan darat. Harga penumpang per-orang bila menggunakan perahu motor tempel (johnson) adalah Rp.50.000 (lima puluh ribu rupiah).

Saya tiba di Ambumi pada pertengahan Agustus 2013. Jembatan kayu panjang dari daratan menuju ujung teluk adalah pemandangan yang saya jumpai pertama di Kampung Ambumi. Daratannya dikelilingi oleh hutan mangrove yang tumbuh subur. Sepanjang pinggiran teluk, tumbuh pohon-pohon mangrove yang sudah tua maupun yang kelihat baru saja ditanam. Jembatan kayu itulah yang kerap menjadi sandaran perahu-perahu masyarakat Ambumi saat air meti. Sandaran perahu lainnya adalah talud (pembatas teluk) yang persis terletak di depan beberapa rumah penduduk Ambumi.

Memasuki kampung, kami sudah disambut dengan pohon-pohon bakau berusia tua yang tumbuh subur di sekeliling jembatan menuju daratan. Rumah-rumah penduduk berjejer di samping kiri dan kanan. Rumah pertama yang kami lihat adalah rumah sangat sederhana beratapkan ilalang. Lebih mirip disebut gubuk panggung yang berada di atas air.

Di sekitar rumah dipenuhi dengan tumbuhan mangrove yang masih muda berbungkus plastik hitam siap untuk ditanam. Ternyata masyarakat Kampung Ambumi menjadi bagian dari kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih. Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat sedang melakukan kegiatan penanaman pohon-pohon mangrove dengan melibatkan peran serta masyarakat di dalamnya. Setiap KK (Kepala Keluarga) di kampung diberikan kebebasan untuk menanam benih pohon mangrove sesuai dengan kemampuannya. Setelah siap untuk ditanam, barulah pada saat itu setiap pohon dihargai Rp. 1000.

Keadaan air meti (surut) saat saya menginjakkan kaki pertama kali di Kampung Ambumi. Terdapat jembatan kayu panjang dari daratan menuju teluk sebagai tempat bersandar perahu-perahu warga. (foto: I Ngurah Suryawan)

Benar saja, memasuki jalan kampung yang sudah dibeton melalui program PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) Mandiri 2011, ada 3 papan pengumuman di pertigaan jalan kampung. Papan pengumuman pertama terletak di sebelah kanan jalan yaitu penggunaan dana program PNPM Mandiri untuk pembuatan jalan dan bak penampung air profil tank. Berhadapan dengannya adalah papan pengumuman tentang kawasan Teluk Cenderawasih yang bertuliskan.“Papan Informasi Zonasi Taman Nasional Teluk Cenderawasih”. Di dalam papan pengumuman itu tertuliskan kegiatan yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih. Sementara satu papan lainnya adalah pengumuman tentang nama program PNPM 2011 yaitu dinding penahan tanah yang mulai dilaksanakan pembangunannya pada 16 Mei 2011.

Kampung lainnya yang berada di daerah Teluk Wondama yang menjadi bagian dari Distrik Kuri Wamesa adalah: Kampung Dusner, Kampung Muandaresi, Kampung Simiei, Kampung Nanimori, dan Kampung Yerinusi. Kepala Distrik Kuri Wamesa adalah Yance Samberi yang berasal dari Kampung Ambumi sendiri. Kampung Ambumi bertetangga dengan Kampung Yerinusi dan hanya dibatasi oleh jembatan dan sungai yang mereka sebut dengan Sungai Ambumi.

Saat saya datang, masyarakat kedua kampung sedang menyelesaikan pengurukan jembatan yang memecah Sungai Ambumi hasil bantuan dari Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Teluk Wondama. Kedua kampung ini sebelumnya menjadi satu dengan nama Kampung Ambumi. Namun pada tahun 2004, Kampung Yerinusi memisahkan diri karena jumlah penduduk yang sudah padat dan bantuan-bantuan pembangunan sering sedikit bisa dirasakan karena begitu banyaknya warga. Dari perjalanan sejarah, kedua kampung memiliki keterkaitan dan hubungan saudara diantara warga masyarakatnya.

Ambumi sendiri berasal dari kata Ambum yang berarti kolam atau telaga dalam Bahasa Waruri yang berarti perahu berkumpul atau tempat berkumpul. Penduduk Ambumi dikenal sebagai Suku Waruri yang merupakan salah satu sub suku dari suku besar Kuri Wamesa. Penduduk yang mendiami Kampung Ambumi memiliki marga yang sangat heterogen karena berasal dari berbagai kampung di daerah Teluk Wondama dan dari luar Teluk Wondama seperti dari daerah Rasiei, Dusner, Nabire , Biak, Waropen, Ransiki, pulau Yop, dan bahkan dari Merauke.

Masyarakat di sekitar muara Kali Wosimi menyebut dirinya sebagai Suku Waruri dengan berbahasa Waruri (Ambumi). Waruri adalah Bahasa Waruri (Ambumi) yang berarti sebuah perahu yang menjadi tempat tumpangan banyak orang. Perahu yang bernama Waruri itulah kini yang menjadi Kampung Ambumi dan Kampung Yerinusi dimana berbagai marga-marga berkumpul menjadi satu dan berkomunitas membentuk kampung. Perahu dipakai sebagai simbol untuk mempersatukan berbagai marga-marga yang ada dan menetap di Kampung Ambumi dan Kampung Yerinusi.

Orang Waruri dikenal oleh orang Wondama/Wandamen (di daratan Kabupaten Teluk Wondama) adalah orang yang mendiami muara Kali Wosimi. Orang Wondama/Wandamen menyebut orang Waruri sebagai Waropa (Bahasa Wondama) atau mereka sering menyebutnya dengan Waropa Aniosebaba (Waropa kampung besar di muara Kali Wosimi). Sementara orang Wondama/Wandamen disebut oleh orang Waruri dengan Oimao dalam Bahasa Waruri/Ambumi. Sementara marga-marga yang terdapat di Kampung Ambumi secara umum adalah: Mariai yang berarti dari muara, Samberi, Kiri, Imburi, Bokwai, Dimawi, Wopairi, Wakomuni, Wursano, Siweroni, Yoweni, Warami, Karubui, Mambor, Maniagasi, Kaikatui, Urio, Runaki, Enuap, Marani, Ayomi, Sanggemi, Ramar dan Gebze.

Kawasan pesisir Kampung Ambumi saat air pasang. Perahu-perahu warga parkir berjejer menjadi alat transportasi satu-satunya yang menghubungkan mereka dengan Kota Wasior (foto: I Ngurah Suryawan)

Kampung Ambumi sendiri terletak di bagian ujung dari Teluk Wondama berbatasan dengan Distrik Naikere dengan kampung-kampung di pedalaman lainnya. Kampung Ambumi sebelah Utara berbatasan dengan Kampung Manimori, Selatan: Kampung Wombo, Timur: Kampung Rasiei, Barat: Kali/Sungai Naramasa. Selatan/Timur: Kali/Sungai Wosimi. Jumlah penduduk yang mendiami Kampung Ambumi sebanyak kurang lebih 70 KK dan dikenal dengan Suku Waruri termasuk di dalamnya adalah warga di Kampung Yerinusi.

Suku Waruri merupakan bagian kecil dari Suku Wondama yang mendiami muara Kali Wosimi yang merupakan bagian dari Taman Nasional Teluk Cenderawasih. Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Waruri yang merupakan merupakan dialek dari Bahasa Waropen yang sering disebut dengan Waropen Ambun daerah Waropen bawah di Urfai berbatasan dengan Membramo dan Nabire. Bahasa Waruri berbeda dengann bahasa Wandamen (Wondama). Suku Waruri juga menggunakan bahasa Wandamen apabila mereka bertemu dengan seseorang yang menggunakan bahasa tersebut. Namun penutur bahasa Wandamen tidak dapat berbicara bahasa Waruri.

SELANJUTNYA BACA:

  • Kampung Papua, Antara Eksploitasi dan Konservasi (2)

 

Muara Kali Wosimi yang menjadi tempat sentral bagi warga Ambumi. Kali Wosimi ini juga menjadi salah satu kawasan penting Taman Nasional Teluk Cenderawasih di Teluk Wondama (foto: I Ngurah Suryawan)
Tags: eksplorasikonservasiPapua
Previous Post

4 Tahun Jokowi, 4 Tahun Saya

Next Post

Kampung Papua, Antara Eksploitasi dan Konservasi (2)

I Ngurah Suryawan

I Ngurah Suryawan

Antropolog yang menulis Mencari Bali yang Berubah (2018). Dosen di Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Papua (UNIPA) Manokwari, Papua Barat.

Next Post
Kampung Papua, Antara Eksploitasi dan Konservasi (2)

Kampung Papua, Antara Eksploitasi dan Konservasi (2)

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Kita Selalu Bersama Pancasila, Benarkah Demikian?

by Suradi Al Karim
June 3, 2025
0
Ramadhan Sepanjang Masa

MENGENANG peristiwa merupakan hal yang terpuji, tentu diniati mengadakan perhitungan apa  yang  telah dicapai selama masa berlalu  atau tepatnya 80...

Read more

Seberapa Pantas Seseorang Disebut Cendekiawan?

by Ahmad Sihabudin
June 2, 2025
0
Syair Pilu Berbalut Nada, Dari Ernest Hemingway Hingga Bob Dylan

SIAPAKAH yang pantas kita sebut sebagai cendekiawan?. Kita tidak bisa mengaku-ngaku sebagai ilmuwan, cendekiawan, ilmuwan, apalagi mengatakan di depan publik...

Read more

Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

by dr. Putu Sukedana, S.Ked.
June 1, 2025
0
Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

LELAH dan keringat di badan terasa hilang setelah mendengar suaranya memanggilku sepulang kerja. Itu suara anakku yang pertama dan kedua....

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Terong Saus Kenari: Jejak Rasa Banda Neira di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Terong Saus Kenari: Jejak Rasa Banda Neira di Ubud Food Festival 2025

ASAP tipis mengepul dari wajan panas, menari di udara yang dipenuhi aroma tumisan bumbu. Di baliknya, sepasang tangan bekerja lincah—menumis,...

by Dede Putra Wiguna
June 3, 2025
Pindang Ayam Gunung: Aroma Rumah dari Pangandaran yang Menguar di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Pindang Ayam Gunung: Aroma Rumah dari Pangandaran yang Menguar di Ubud Food Festival 2025

UBUD Food Festival (UFF) 2025 kala itu tengah diselimuti mendung tipis saat aroma rempah perlahan menguar dari panggung Teater Kuliner,...

by Dede Putra Wiguna
June 2, 2025
GEMO FEST #5 : Mahasiswa Wujudkan Aksi, Bukan Sekadar Teori
Panggung

GEMO FEST #5 : Mahasiswa Wujudkan Aksi, Bukan Sekadar Teori

MALAM Itu, ombak kecil bergulir pelan, mengusap kaki Pantai Lovina dengan ritme yang tenang, seolah menyambut satu per satu langkah...

by Komang Puja Savitri
June 2, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co