10 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Membaca Nasionalisme Indonesia dari “Kiri”

Putu Hendra Mas MartayanabyPutu Hendra Mas Martayana
September 18, 2018
inOpini
Membaca Nasionalisme Indonesia dari “Kiri”

Ilustrasi diolah dari Google

36
SHARES

SABTU hingga Minggu, 1-2 September 2018, kami, Keluarga Besar Jurusan Pendidikan Sejarah, Undiksha Singaraja, mengadakan Ramah Tamah Jurusan atau biasa disebut “Clio Anjangsana” yang berlokasi di Monumen Puputan Jagaraga, Desa Jagaraga Kecamatan Kubutambahan, Buleleng-Bali.

Dipilihnya tempat ini sebagai lokasi ratam tentu dilatarbelakangi spirit bahwa tanah tempat kami berpijak itu adalah saksi bisu perang yang dalam buku sejarah lokal disebut “perang heroik” melawan penetrasi Belanda. Di Bali sendiri secara keseluruhan hanya terdapat tiga perang puputan, Puputan Jagaraga salah satunya, sisanya Puputan Badung 1906 dan Puputan Klungkung 1908. Pasca Puputan Klungkung, secara de facto dan de jure Belanda telah berhasil menguasai Bali secara keseluruhan.

Kegiatan awal mahasiswa baru Jurusan Pendidikan Sejarah di tahun 2018 yang berjumlah 26-3 (3 orang mengundurkan diri) orang ini adalah “lintas alam” dengan menyusuri petak-petak sawah dan kebun milik penduduk dan dibagi menjadi empat pos. Di setiap pos, para panitia telah siap dengan masing-masing tantangan. Tujuan kegiatan ini tidak lain adalah melatih kerjasama, dan lebih dari itu adalah usaha membaurkan atau sederhananya mengakrabkan senior dengan junior, adik tingkat dengan kakak tingkat.

Kira-kira pukul 20.00 WITA, saya telah tiba di lokasi ratam. Kegiatan sarasehan setelah lintas alam pada siang harinya terpaksa tidak saya ikuti sampai tuntas karena harus mengajar. Saat itu, acara spontanitas kesenian telah usai dan tengah berlangsung kegiatan “nonton bareng” film dokumenter Puputan Jagaraga. Momen malam minggu menambah animo peduduk untuk meramaikan nobar yang digelar sebagai hasil kerjasama Jurusan kami dengan Badan Pelestarian Nilai Budaya Provinsi Bali. Adanya aktivitas dagang kaki lima menyebabkan lokasi ratam yang ramai lalu lalang penduduk menjadi lebih mirip “pasar malam” ketimbang nobar.

Pukul 21.00 WITA, kegiatan nobar usai. Satu persatu penduduk mulai meninggalkan lokasi ratam meski beberapa muda-mudi masih terlihat bergerombol. Saat itu saya sedang duduk santai di pendopoan, ditemani sebuah gitar, kopi pahit tanpa gula dan ubi rebus. Sesekali saya melempar guyonan kepada mahasiswa di sebelah yang ikut ngumpul. Beberapa yang lain, terutama mahasiswa “veteran” (semester lawas) datang menghampiri sekedar salim dan basa basi menanyakan kabar.

Awalnya situasi masih wajar, lalu berubah riuh setelah secara tiba-tiba salah seorang mahasiswa memutar lagu “genjer-genjer”. Kontan saja hal tersebut menimbulkan kegaduhan. Namun justru dari kegaduhan itulah diskusi singkat saya dengan beberapa mahasiswa di lokasi ratam berlangsung hingga pagi dan mengilhami tulisan ini.

Di masa Orde Baru, lagu genjer-genjer diasosiasikan dengan Partai Komunis Indonesia dan menjadi musuh bersama yang harus dilenyapkan atas sebuah jargon politik yang mereka bangun sendiri, yakni “bahaya laten komunis”. Saya mewanti mahasiswa bersangkutan agar berhati-hati memutar lagu itu di ruang publik. Sebab, meski hari ini kita telah berada di jaman reformasi, tetapi manusia yang hadir sekarang masih tetap mewarisi mentalitas Orde Baru, termasuk pengkultusan bahaya laten komunisme. Akibatnya akan mudah timbul gesekan-gesekan di dalam masyarakat. Pun demikian dengan ajaran-ajaran “kiri” yang telah dilucuti itu perlahan kehilangan panggungnya dalam memori kolektif bangsa.

Dunia pendidikan Indonesia kontemporer sepertinya masih tetap mentabukan Marxisme (moyangnya komunis) untuk diajarkan di ruang-ruang kelas. Khususnya di dunia kampus yang regime of truth-nya adalah pendidikan, ajaran-ajaran Marx diharamkan. Jangankan mengajar Marx, sastrawan Lekra yang karyanya melegenda seperti Pramoedya Ananta Toer saja jarang disebut. Alih-alih mempopulerkan Tetralogi Pulau Buru yang tersohor itu, mahasiswa saya lebih fasih dengan pemikiran Tere Liye dan Raditya Dika ketimbang Pramoedya.

Kemenduaan sikap dunia pendidikan kita ketika dihadapakan pada marxisme via literatur kiri mendapat sindiran keras dari Max Lane, seorang Indonesianis yang menaruh minat akademis khusus mempelajari Indonesia.

Dalam sebuah acara peluncuran bukunya, “Indonesia Tidak Hadir di Bumi Indonesia” (suara.com tertanggal 2 Juli 2018), bertempat di Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, Ia menyatakan bahwa banyak sarjana maupun kaum muda Indonesia yang fasih berbicara sejarah pemikiranYunaniKuno hingga Eropa modern.

Namun, ketika membicarakan sejarah bangsanya sendiri, mereka “gagap” atau cuma mengikuti teks-teks historis maupun sastra arus utama sehingga gagal mengenali negerinya sendiri. Max menyebut pemerintah “takut” jika generasi muda mengenal Pram maupun karya-karya sastrawan besar Indonesia lainnya, rakyat akan sadar mengenai perlawanan dan sejarah bangsa yang sebenarnya.

Minimnya pengetahuan mahasiswa tentang sastra “kiri” seperti Pram yang tulisannya berguna membaca nasionalisme Indonesia sejalan dengan ketidaktahuan mereka terhadap Indonesianis “kiri” yang tulisan-tulisannya sempat dibredel di era Orde Baru. Benedict Anderson misalnya, merampungkan “imagined communities” di tahun 1983 dan dicetak ulang di tahun 1991.

Ketakutan Orba terhadap bertumbuhnya sikap kritis melalui bacaan “kiri” membuat buku itu dilarang beredar meskipun setting nya Vietnam. Penulisnya pun sempat mendapat pencekalan. Seperti halnya Marx yang menulis Das Capital dengan setting Inggris Raya tetapi sebenarnya ditujukan utuk menyentil bangsanya, Jerman, begitu pula yang dilakukan Ben, setting Vietnam hanya metafora sosial untuk menyentil nasionalisme Indonesia yang dianggap “sakral” dan “suci” itu, namun memiliki kerapuhan-kerapuhan di dalamnya.

Ben menawarkan suatu gagasan pokok untuk menjelaskan fenomena nasionalisme. Mengapa orang yang belum pernah bertemu bisa merasakan nasib yang sama, bersaudara. Dalam kasus Indonesia, pemikiran Ben bisa dipakai untuk menelusuri bertumbuhya nasionalisme Aceh, nasionalisme Jawa, nasionalisme Borneo, dan nasionalisme Celebes menjadi “nasionalisme Indonesia”. Padahal mereka tidak pernah bertemu sebelumnya.

Pada tahap ini Ben menyatakan bahwa karena rasa persaudaraan Indonesia itu tidak bisa dialami secara langsung maka harus dibayangkan terlebih dahulu. Ben menyebut kapitalisme cetak seperti koran, majalah dan buku sastra yang baru mucul pada akhir abad XIX sebagai pihak yang paling bertanggung jawab mendorong sesuatu yang dibayangkan itu menyeberangi batas etnik, agama dan ras. Meski kemudian Ben juga menawarkan alternatif lain seperti kehadiran transportasi massal, namun perhatian terbesarnya adalah media cetak.

Dengan mengarahkan perhatian ke media cetak sebagai arus utama pembentuk nasionalisme Indonesia, Ben menyindir anakronisme Yamin dalam bukunya “6000 Tahun Sang Merah Putih” (terbit 1958), bahwa identitas nasional Indonesia bukan sesuatu yang alamiah melainkan konsep baru yang dapat dibayangkan melalui kehadiran teknologi cetak sebagai pengedar gagasan bangsa sekaligus bukti untuk memungkinkannya.

Aktualisasi teknis pemikiran Ben lebih lanjut dikembangkan oleh Rudolf Mrazek dalam bukunya “The Engineers of Happy Land. Perkembangan Teknologi dan Nasionalisme di Sebuah Koloni”. Tulisan Mrazek ini ingin menunjukkan adanya penanda modernisasi dalam masyarakat Hindia Belanda. Kata-kata teknologi yang digunakan lebih mengacu pada sekumpulan budaya identitas dan bangsa.orang-orang di Hindia Belanda merasa “gagap” tekonologi baru. Ketika menjumpai teknologi yang tidak biasanya, mereka bergerak, berbicara dan menulis dengan cara memasuki prilaku dan bahasa mereka. (T)

Tags: IndonesiaKiriKomunisnasionalismesejarah
Previous Post

Jangan Percaya 100% Koleksi Lontar Pusat Dokumentasi Bali – Catatan Harian Sugi Lanus

Next Post

Ilustrasi Antologi Cerpen Made Adnyana Ole: Menangkap Narasi Cerita dan Narasi Estetis

Putu Hendra Mas Martayana

Putu Hendra Mas Martayana

Lahir di Gilimanuk, 14 Agustus 1989, tinggal di Gerokgak, Buleleng. Bisa ditemui di akun Facebook dan IG dengan nama Marx Tjes

Next Post
Ilustrasi Antologi Cerpen Made Adnyana Ole: Menangkap Narasi Cerita dan Narasi Estetis

Ilustrasi Antologi Cerpen Made Adnyana Ole: Menangkap Narasi Cerita dan Narasi Estetis

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

by Arix Wahyudhi Jana Putra
May 9, 2025
0
Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

GERIMIS pagi itu menyambut kami. Dari Kampus Undiksha Singaraja sebagai titik kumpul, saya dan sahabat saya, Prayoga, berangkat dengan semangat...

Read more

Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

by Pitrus Puspito
May 9, 2025
0
Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

DALAM sebuah seminar yang diadakan Komunitas Salihara (2013) yang bertema “Seni Sebagai Peristiwa” memberi saya pemahaman mengenai dunia seni secara...

Read more

Deepfake Porno, Pemerkosaan Simbolik, dan Kejatuhan Etika Digital Kita

by Petrus Imam Prawoto Jati
May 9, 2025
0
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

BEBERAPA hari ini, jagat digital Indonesia kembali gaduh. Bukan karena debat capres, bukan pula karena teori bumi datar kambuhan. Tapi...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery
Pameran

Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery

INI yang beda dari pameran-pemaran sebelumnya. Santrian Art Gallery memamerkan 34 karya seni rupa dan 2 karya tiga dimensi pada...

by Nyoman Budarsana
May 10, 2025
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
Khas

Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

May 10, 2025
Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

May 10, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co