AKHIRNYA mimpi saya jadi kenyataan setelah 20 tahun. LimpBizkit menutup hajatan musik Soundrinaline 2018 dengan sempurna. Hampir semua tembang hits di eranya berhasil dibawakan secara sempurna dan power full, sungguh sebuah perform yang luar biasa.
Tak lupa cover version lagu lawas dari George Michele, jump around-nya house of pain dan sebuah lagu dari Rage Against the Machine berhasil mengguncang Garuda Wisnu Kencana, kawasan Nusa Dua, Bali, Minggu malam 9 September 2018.
Sayang di tengah keseruan pas lagu Rollin bergema, orang di samping saya mulai berlaku aneh. Sebenarnya saya menaruh curiga dari awal dengan penampilan orang-orang tersebut dari cara berpakaian dan cenderung pasif di tengah kemeriahan itu.
Tapi saya berusaha tetap berfikir positif sampai suatu saat, ketika saya sedang serunya menikmati alunan Distorsi dari Wes Borland, sang gitaris, tiba-tiba orang di samping saya tadi mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Iya, sebuah bendera. Saya kira itu bendera Indoneaia. Tetapi, setelah diamati, itu bendera sebuah negara konflik di Timur Tengah.
What the fuck, tanpa babibu saya langsung menjauh berlari menembus belantara orang di belakang saya yang jumlahnya mungkin puluhan ribu. Pikiran positif berubah menjadi rangkaian kabel merah kuning dan hitam yang terhubung ke TNT atau larutan asam sulfat dan clorid fuck fuck fuck, sungguh disayangkan mungkin pemeriksaan yang kurang ketat.
Mungkin saya sedikit bereaksi berlebihan tapi saya rasa itu normal. Yang jelas itu menggangu saya dan beberapa orang di sekitar. Meskipun mereka tidak melakukan aksinya yang lebih extreme atau memang cuma menunjukkan eksistensinya di Indonesia kepada dunia.
Saya sempat melaporkan kejadian itu kepada petugas scurity tapi mereka cuma mengiyakan, lalu saya lihat tak ada tindakan yang berarti. Sampai di penghujung acara ditutup dengan lagu Take A Look Around Ost dari Mision Impossible, saya cuma menikmatinya dari barisan belakang.
Saya tak bicara soal acara musik yang besar ini, yang sudah dibicarakan dan ditulis oleh banyak wartawan dan penulis di media massa. Saya tentu turut memujinya.
Mungkin sebagai penonton, saya hanya bicara tentang diri saya, dan orang lain yang seperti saya, yang kebetulan selalu menunggu-nunggu acara musik akbar itu.
Yakni, ada semacam trauma ketika menyaksikan benda-benda tertentu, semacam bendera, yang selama ini kerap memberi citraan mengerikan di benak saya: konflik, perang, dan mungkin ledakan. Apalagi benda-benda yang sudah jadi ikon untuk gerakan-gerakan tertentu itu sering muncul di media sosial dan media online saat terjadi wacana dan berita tentang konflik negara-negara yang tak berkesudahan di Timur Tengah.
Sejumlah teman cerita bahwa hal-hal seperti itu – simpatisan negara berkonflik mencari eksistensi dalam acara musik – itu sudah biasa. Dan banyak penonton menganggap biasa-biasa saja. Tapi saya, sebagai penonton yang murni cari hiburan di tengah penat hidup pada zaman lari cepat ini tak bisa menganggap biasa.
Dalam benak saya, bendera sebuah negara yang telah menyebarkan citraan tentang konflik ke seluruh dunia, termasuk Indonesia, ini telah menjadi semacam “benda-benda kecemasan” dalam pikiran saya. Apalagi, ketika hendak datang ke acara musik, saya hanya menyiapkan diri untuk riang dan gembira, tanpa menyiapkan diri untuk cemas.
Pada hari pertama Soundrenaline, 8 September, panggung diisi band-band Indonesia yang beraliran melo seperti Padi dan Sheila on 7, serta band dari Bali seperti Dialog Dinihari, Navicula dan The Hidrant. Saat itu, “benda-benda kecemasan” semacam bendera itu tidak ada.
Hingga besoknya saya datang lagi, tentu menyediakan diri untuk menikmati LimpBizkit. Namun justru mungkin karena LimpBizkit yang punya pengaruh musik besar di dunia itulah bendera itu ada. Mungkin para pembawa bendera di samping saya itu memang tak ingin menonton, tapi tahu kebesaran LimpBizkit, maka mereka ingin menunjukkan pada dunia bahwa gerakan mereka masih eksis di Indonesia.
Tentu saja saya merasa kecewa, tapi cukup terbayarkan oleh stage act dan perform dari Freddrust dan kawan kawan, meski saya menontonnya dari belakang. Semoga pemeriksaan untuk event-event sebesar ini, untuk selanjutnya lebih diperketat demi keamanan bersama. Dan saya tak menonton dengan perasaan was-was cemas. (T)