FILM-FILM unggul, peraih berbagai penghargaan internasional atau nasional, tak jarang berangkat dari karya sastra semisal novel, roman sejarah, bahkan puisi. Upaya alihkreasi atau alihmedia ini memperkaya dan melahirkan beragam kolaborasi dengan capaian-capaian serta ide-ide kreatif yang sering tak terduga, semisal film Dead Poet Society karya sutradara Peter Weir (1989), dibintangi oleh aktor peraih Oscar Robin Williams, Total Eclipse (Agniezka Holland, 1995) tentang kehidupan penyair ternama Prancis, Arthuir Rimbaud yang fenomenal.
Selain itu, karya-karya klasik Indonesia juga tak luput dari adaptasi susastra, seperti Siti Nurbaya (Marah Rusli), dan yang terkini yakni Laskar Pelangi (Andrea Hidata), Ayat-Ayat Cinta (Habiburrahman El Shirazy), hingga Ronggeng Dukuh Paruk (Ahmad Tohari), dan lain-lain.
Progam Sinema Bentara awal tahun ini dimulai dengan pemutaran film bertajuk “Cerita Sastra Dalam Film Kita”. Dalam program ini tayang 4 buah film terpilih adaptasi karya sastra lintas bangsa dari mancanegara dan Indonesia.
Pemutaran film ini berlangsung selama 2 hari, Sabtu (20/1) dan Minggu (21/1) pukul 18.00 WITA di Bentara Budaya Bali (BBB), Jl. Bypass Prof. Ida Bagus Mantra, Ketewel, Gianyar.
Sinema Bentara masih diselenggarakan dengan konsep misbar (gerimis bubar), konsep menonton ala 80’an. Adapun film-film yang ditayangkan di antaranya Salah Asuhan (Indonesia, 1972, Durasi: 98 menit, Sutradara: Asrul Sani); Madre (Indonesia, 2013, Durasi 103 menit, Sutradara: Benni Setiawan); Balyakalasakhi (India, 2014, Durasi: 120 menit, Sutradara Pramod Payyanur) dan Miracle In Milan (Italia, 1951, Durasi: 100 menit, Sutradara: Vittorio de Sica).
“Sinema Bentara kali ini selaras dengan tema utama Bentara Budaya 2018 yang mencoba mengedepankan hasil-hasil kreasi buah kolaborasi lintas batas (lintas bidang dan media)” ungkap Vanesa Martida selaku asisten program Sinema Bentara.
Program kali ini didukung oleh Sinematek Indonesia, Bioskop Keliling BPNB Bali Wilayah Kerja Bali, NTB, NTT, Indian Cultural Centre Bali, dan Konsulat Jendral India di Denpasar dan Konsulat Kehormatan Italia di Denpasar, serta Udayana Science Club.
Memaknai pemutaran film kali ini, diadakan pula diskusi Sinema Bentara bersama Silvia Damayanti, S.S., M.Hum (pengajar Sastra Jepang, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana dengan fokus kajian S2 Linguistik dan Wacana Sastra). Ia lahir di Tanjung Anom, 28 Mei 1981, kini menjabat sebagai Sekretaris Prodi Sastra Jepang. Ia telah melakukan sejumlah penelitian terkait alih wahana karya sastra serta sejumlah kajian sastra lainnya.
Salah Asuhan (Indonesia, 1972, Durasi: 98 menit), film garapan sutradara Asrul Sani dan Miracle In Milan (Italia, 1951, Durasi: 100 menit), karya Vittorio de Sica menjadi film pembuka di hari pertama.
Film Salah Asuhan merupakan adaptasi novel karya Abdoel Muis yang terbit tahun 1928. Film ini mengisahkan Hanafi, yang gagal studinya di Eropa, pulang ke kampungnya di Sumatera Barat. Mulailah pertentangan antara kebiasaannya di Eropa dengan adat setempat. Hanafi menaruh hati pada Corrie du Bussee, wanita peranakan Perancis. Hubungan ini ditentang orangtua masing-masing. Penayangan film ini didukung oleh Sinematek Indonesia.
Sementara, Mirracle In Milan mengisahkan tentang tentang Totò, seorang anak yang diadopsi oleh Lolotta, seorang wanita tua yang bijaksana dan baik hati. Saat Lolotta meninggal dia pindah ke panti asuhan. Pada usia delapan belas Totò, meninggalkan panti asuhan dan berakhir di penghunian kumuh di pinggiran kota Milan. Kebahagiaan tercipta sungguh hanya melalui keajabain.
Film ini merupakan adaptasi dari karya sastra berjudul “Totò il Buono” buah cipta Cesare Zavattini yang kerap disebut sebagai dongeng neo-realis, menggambarkan kehidupan kelompok miskin di Milan pasca perang, Italia.
Beberapa penghargaan yang telah diraih antara lain Grand Prize of the Festival pada Cannes Film Festival (1951), Italian National Syndicate of Film Journalists: Silver Ribbon; Best Production Design (1951), New York Film Critics Circle Awards: NYFCC Award; Best Foreign Language Film (1951), dan National Board of Review Awards: Best Foreign Films (1951). Penayangan film ini didukung oleh Konsulat Kehormatan Italia di Denpasar.
Tidak kalah menarik, di hari kedua, Film Madre (Indonesia, 2013, Durasi 103 menit) karya sutradara Benni Setiawan dan film Balyakalasakhi (India, 2014, Durasi: 120 menit) garapan sutradara Pramod Payyanur siap hadir untuk penonton setia Sinema Bentara.
Diadaptasi dari novel karya Dewi Lestari, Madre menceritakan tentang tentang Tansen (27 tahun), berubah dalam sehari hanya dengan sebuah kunci lemari es yang di dalamnya terdapat adonan biang roti berumur 70 tahun bernama Madre. Kakeknya, Tan Sin Gie, memberikan warisan Madre kepada Tansen yakni seorang surfer yang memilih hidup bebas tanpa jeratan rutinitas. Ia terobsesi untuk mencari ombak tertinggi untuk ditaklukan.
Film ini telah meraih nominasi Piala Citra 2013 untuk Pemeran Utama Wanita Terbaik, Pemeran Pendukung Pria Terbaik, Pengarah Sinematografi Terbaik, nominasi Indonesia Movie Award 2014 untuk Soundtrack Terfavorit dan Pemeran Pendukung Pria Terbaik. Penayangan film ini didukung oleh Bioskop Keliling BPNB Bali Wilayah Kerja Bali, NTB, NTT.
Hadir pula film adaptasi dari novel berjudul Balyakalasakhi karya Vaikom Muhammad Basheer terbit tahun 1944. Dengan judul yang sama, film ini berkisah tentang cerita masa kecil Majeed (Mammootty) dan Suhra (Isha Talwar). Lahir dari orang tua kaya, Majeed jatuh cinta pada tetangganya Suhra yang hidup sederhana. Setelah kematian ayahnya Suhra, ia berusaha untuk tetap melanjutkan pendidikannya. Penayangan film ini didukung oleh Indian Cultural Centre Bali dan Konsulat Jenderal India di Denpasar. (T)