PERNYATAAN Prabowo mengenai kecilnya gaji wartawan mengundang keriuhan di kalangan wartawan. Konteks pernyataan Prabowo ini berkaitan dengan kondisi masih banyaknya rakyat yang miskin, padahal Indonesia adalah negara kaya. Wartawan disebutkan termasuk warga miskin itu.
Bicara soal wartawan dan menjadi kaya, ada satu nasehat yang sering terdengar soal pekerjaan ini yakni “Kalau mau kaya jangan jadi wartawan, jadilah pengusaha”. Wartawan adalah pekerjaan yang sering disamakan dengan tugas nabi yakni menyebarkan kebenaran. Untuk dapat menyebarkan kebenaran maka wartawan adalah kerja yang bersifat altruisme (mementingkan kesejahteraan orang lain) dan aksetis (menahan ego demi kepentingan idealisme).
Intinya adalah pada kesediaan untuk berkorban, demi terciptanya kesejahteraan bersama. Dalam sejarahnya, profesi wartawan memang diidentikan dengan pekerjaan yang penuh dengan idealisme. Mereka yang sungguh-sungguh menjadi wartawan, memang sudah bersiap untuk tidak menjadi kaya.
Namun demikian, di negara-negara dengan standar industri yang lebih baik, pekerjaan wartawan tetap memungkinkan untuk hidup layak, sama dengan profesi lainnya. Hal ini karena adanya ketentuan mengenai standar gaji bagi profesi wartawan. Apabila ini tidak dipenuhi, maka perusahaan media massa sebagai entitas bisnis tidak dapat beroperasi. Atau kalau memang gajinya tidak memenuhi standar kelayakan, maka tidak akan ada yang bersedia menjadi wartawan.
Sementara di Indonesia, standar gaji profesi wartawan hanya ada ditingkat angan-angan. Sangat sedikit perusahaan media yang mampu membayar gaji wartawan dengan layak. Kondisi ini tidak lepas dari perkembangan bisnis media di Indonesia yang sesungguhnya tidak pernah benar-benar menjanjikan. Hanya beberapa perusahaan media saja yang benar-benar mencapai keuntungan dan memiliki kemampuan memberi kesejahteraan layak kepada wartawan. Lebih banyak lagi perusahaan media yang hidup hanya mengandalkan naluri bertahan hidup (survival).
Hal lain yang mungkin perlu dipahami adalah karakteristik khusus dari industri media massa, dibandingkan dengan industri lainnya. Industri media massa tidak tunduk begitu saja pada hukum ekonomi umum karena produk media massa yang berbeda dengan produk industri lainnya. Produk jurnalis berupa berita yang telah diproduksi dengan kualitas terbaik, belum tentu akan “lahap” dikonsumsi oleh khalayak konsumen. Tidak jarang, justru berita dengan kualitas apa adanya, hanya mementingkan kecepatan dan sensasionalitaslah yang “lahap” dikonsumsi.
Sementara itu faktor pertumbuhan ekonomi dan perkembangan teknologi memberi pengaruh yang sangat besar bagi industri media massa. Ketika pertumbuhan ekonomi seperti saat ini yang melambat dan lesu, anggaran promosi perusahan jauh berkurang yang berarti iklan untuk media massa makin seret. Pendapatan yang menurun tidak serta merta diantisipasi dengan menurunkan ongkos produksi, karena Koran tetap harus dicetak, radio dan televise tetap harus siaran dan wartawan tetap harus digaji. Berbeda dengan industry lain, ketika penjualan menurun, produksi bisa dikurangi dan buruh bisa dirumahkan sementara.
Kondisi ini diperparah lagi dengan perkembangan teknologi komunikasi yang memungkinkan source/sumber daya yang membentuk medium (kertas untuk media cetak dan frekuensi untuk media penyiaran) sebagai sarana utama penyebaran informasi, penguasaannya tidak lagi bersifat eksklusif. Internet yang makin murah dengan beragam aplikasi media sosial meruntuhkan eksklusivitas penguasaan medium oleh segelintir penguasaha media massa.
Eksklusivitas penguasaan medium adalah karakter industri media massa konvensional yang mengakibatkan sifat informasi menjadi dari satu untuk orang banyak (one to many).Sementara medium internet memungkinkan siapapun melakukan penyebaran informasi secara massif (many to many). Perubahan penguasaan medium dari one to many menjadi many to many, makin menenggelamkan potensi bisnis industri media massa konvensional. Media massa konvensional bukan lagi satu-satunya sarana untuk beriklan.
Akibatnya jelas, menjadi kaya bagi seorang wartawan makin menjadi hanyalah mimpi. Tetapi mungkin Prabowo punya jalannya menjadikan mimpi wartawan jadi kenyataan karena Prabowo berjanji akan membela rakyat miskin, termasuk wartawan. Kalau ada wartawan yang percaya nasibnya akan dibela, boleh saja memilih Prabowo nianti 2019 (kalau ada yang mencalonkan). (T)