Suasana sengkarut meliputi proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) yang masih baru serta kesalahan penegakan aturan menjadi penyebab sengkarut ini. Permendikbud No 17 Tahun 2017 tentang PPDB tingkat SD, SMP, dan SMA diterbitkan pada 5 Mei 2017. Aturan ini menjadi landasan penerimaan peserta didik baru pada Juni hingga Juli 2017.
Dalam aturan disebutkan bahwa PPDB bertujuan untuk menjamin penerimaan peserta didik baru berjalan secara objektif, akuntabel, transparan, dan tanpa diskriminasi. Dengan begitu, sekolah diwajibkan melaksanakan penerimaan pesera didik dengan adil, memberlakukan aturan dengan tegas, menentukan daya tampung dan melakukan penentuan zona dengan akuntabel, menerima pendaftaran, seleksi dan melakukan pengumuman penerimaan secara transparan, tanpa diskriminasi dengan tidak menerima titipan atau pesanan dari semua lapisan masyarakat.
Zonasi dan Komposisi 90:5:5 Persen
Saat ini, PPDB yang menjadi persoalan pokok saat ini adalah aturan sistem zonasi dan komposisi dalam proses penerimaan peserta didik baru. Sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru tingkat SD, SMP, dan SMA diatur dalam Permendikbud sesuai dengan daya tampung dan zonasi. Aturan penentuan zona diatur dalam pasal 15, yang mengamanatkan, sebagai berikut:
- Sekolah wajib menerima peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat dengan sekolah paling sedikit 90 persen dari total keseluruhan jumlah peserta didik yang diterima.
- Domisili calon peserta didik berdasarkan alamat pada kartu keluarga yang diterbitkan paling lambat 6 bulan sebelum penerimaan PPDB. 0. Radius zona terdekat ditentukan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kondisi daerah tersebut berdasarkan ketersediaan daya tampung sekolah.
- Bagi sekolah yang ada di perbatasan provinsi/kabupaten/kota ketentuan persentase dan zona ditentukan atas kesepakatan antar pemerintah daerah yang saling berbatasan.
- Sekolah pemerintah daerah dapat menerima peserta didik, melalui jalur prestasi bagi peserta didik di luar zona sekolah terdekat paling banyak 5 persen dan sebanyak 5 persen dari luar zona pindah domisili orang tua karena tugas atau bencana dari total keseluruhan peserta didik yang diterima.
Namun, peraturan tersebut belum dilaksanakan dengan tegas oleh pemerintah daerah.
Bermunculam beragam versi aturan dalam penerimaan siswa dari kabupaten/kota. Pemerintah mendapatkan kewenangan untuk menentukan zona dari setiap sekolah. Namun, penentuan zona tidak disosialisasikan dengan baik menyebabkan siswa/orang tua siswa kelimpungan untuk menentukan di sekolah mana anaknya didaftarkan. Sekolah yang berada di perbatasan wilayah menimbulkan kebingungan banyak pihak.
Suasana semakin runyam karena orang tua siswa tak paham aturan seutuhnya karena belum mendapatkan sosialisasi yang baik dari pemerintah atau pihak sekolah. Akibatnya, banyak terjadi silang pendapat antar sekolah, atau silang pendapat antara sekolah dengan orang tua siswa.
SMK dan SMA Swasta Bebas Zonasi
Sekolah yang bebas zonasi hanya diperuntukkan bagi SMK dan selolah yang dilaksanakan oleh pihak swasta. Selain SMK dan swasta, semua sekolah yang dilaksanakan pemerintah daerah wajib mengikuti aturan zonasi. Sekolah-sekolah yang nota bene dilaksanakan oleh pemerintah daerah (SMA Bali Mandara) juga wajib mengikuti aturan zonasi. Sekolah ini wajib menerima peserta didik sebanyak 90 persen dari zona terdekat dengan sekolah, 5 persen jalur prestasi, dan 5 persen pindah domisili orang tua atau bencana.
Aturan zonasi dalam penerimaan peserta didik baru merupakan langkah yang baik dari pemerintah untuk memberikan pendidikan yang sama kepada seluruh masyarakat Indonesia. Tidak ada siswa miskin yang tidak diterima di sekolah atau tidak bisa sekolah karena ketiadaan biaya. Seluruh anak Indonesia mendapatkan kualitas pendidikan yang sama. Terjadi pemerataan kualitas siswa dan sekolah di seluruh wilayah.
Tentunya, harapan pemerintah itu membutuhkan waktu panjang untuk mewujudkannya. Langkah awal sudah dilakukan dengan PPDB tahun 2017. Namun, langkah awal ini tidaklah menimbulkan sengkarut yang berlarut-larut. Pemerintah daerah seharusnya dengan cepat mengambil langkah mengurai sengkarut ini. Tidak perlu sungkan untuk mengkoreksi jika salah dalam mengimplementasikan Permendikbud tentang PPDB.
Pelajaran dan Rekomendasi
Ada beberapa pelajaran yang bisa dipetik dari sengkarut di atas, dan rekomendasi yang perlu disampaikan dalam PPDB tahun 2017 dan PPDB pada tahun-tahun berikutnya, yaitu:
- semua daerah wajib melaksanakan PPDB sesuai Permendikbud No 17 Tahun 2017.
- tidak ada pemerintah daerah provinsi/kab/kota yang membuat komposisi penerimaan PPDB di luar komposisi 90:5:5 persen.
- pemerintah daerah menentukan zonasi dengan baik dan menerapkannya dengan tegas. zonasi disampaikan secara transparan kepada masyarkat.
- sekolah mengumumkan kuota total keseluruhan peserta didik yang diterima.
- sekolah tidak menerima/menolak titipan peserta didik dari masyarakat atau oknum pejabat.
- sekolah melaksanakan proses penerimaan pendaftaran, penentuan penerimaan dengan transparan, akuntabel, dan tidak diskriminatif.
- masyarakat mengikuti aturan dengan tertib dan mempercayakan proses PPDB kepada pemerintah dan sekolah.
- pemerintah atau sekolah wajib mengkoreksi jika ada kesalahan dalam penerimaan peserta didik. (T)