INGAT Pilgub Bali 2013? Made Mangku Pastika yang kali itu menjadi calon pertahana diusung Partai Demokrat setelah mengetahui partai yang mengusungnya pada Pilgub sebelumnya telah memberikan mandat kepada lawannya, yang tidak lain adalah wakilnya saat menjabat, yaitu Anak Agung Ngurah Puspayoga. Namun akhirnya Puspayoga kandas oleh Mangku Pastika.
Puspayoga merupakan kader Partai PDI Perjuangan yang sempat menjadi walikota Denpasar selama dua periode. Kemudian mencalonkan diri sebagai wakil gubernur maju bersama Mangku Pastika pada Pilgub Bali tahun 2008.
Pasangan Mangku Pastika-Puspayoga kemudian memenangkan pesta demokrasi di Pulau Seribu Pura dengan mengandaskan lawan politiknya yaitu Cok Budi Suryawan-Njoman Gde Suweta dan I Gde Winasa-IB Alit Putra.
Namun menjelang Pilgub berikutnya, ide dan gagasan Mangku Pastika dan Puspayoga tampaknya berseberangan sehingga pun saling melawan dalam :Pilgub 2013. Mangku Pastika berpasangan dengan Ketut Sudikerta, dan Puspayoga berpasangan dengan Dewa Nyoman Sukrawan.
Namun akhirnya rakyat Bali memberikan kepercayaan pada pasangan Mangku Pastika dan Sudikerta. Kini, menjelang Pilgub Bali 2018, Sudikerta yang kader Partai Golkar sudah memasang ancang-ancang bakal maju sebagai calon gubernur menggantikan Pastika.
Setelah Puspayoga kalah, ia ternyata tak “lenyap”. Namanya bangkit kembali setelah diangkat menjadi Menteri Koperasi dan UMKM di Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Nah, apakah fenomena hal itu akan terjadi pada Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok, seorang yang berkepribadian teguh yang berdasarkan hasil quick count kalah di perhelatan demokrasi akbar di ibukota Jakarta. Akankah, Ahok menjadi Menteri juga seperti Puspayoga, atau Ketua KPK, atau mungkin menjadi Wapres di bursa Pilpres mendatang bersama Jokowi?
Memang begitulah yang tersebar di media sosial. Banyak pendukung Ahok, di Jakarta maupun di luar Jakarta menulis prediksi bahwa jika Ahok kalah ia akan jadi Menteri Dalam Negeri, atau menjadi Ketua KPK, atau menjadi Wapres-nya Jokowi pada periode berikutnya.
Untuk urusan jadi Wapres, kemungkinan Ahok akan berhadapan kembali dengan pilihan rakyat, karena ditentukan oleh Pilpres. Tapi jika untuk menjadi menteri, Ahok cukup berhadapan dengan Jokowi karena pemilihan menteri adalah hak prerogratif Presiden. Untuk menjadi Ketua KPK, tentu ada syarat lain yang kemungkinan lebih menjelimet ketimbang menjadi menteri.
Tapi apa pun itu, jelaslah rakyat pecinta dan pendukung Ahok, baik di Jakarta maupun di luar Jakarta, sebagaimana mereka ungkapan dalam status-status facebook, twiter, atau instagram, sangat berharap Ahok tetap “digunakan” dengan syarat apa pun, untuk membangun Indonesia menjadi lebih baik.
Harapan-harapan pecinta Ahok itu mungkin semacam ungkapan kekecewaan dan niat untuk “balas dendam” atas kekalahan Ahok. Pokoknya, mereka berharap agar Ahok diangkat agar kedudukannya “lebih tinggi” dari Anies Baswedan setelah ditetapkan menjadi Gubernur DKI.
Jika menjadi Menteri Dalam Negeri misalnya tentu saja Ahok akan menjadi “atasan” Anies. Jika menjadi Ketua KPK, tentu bukan hanya Anies yang harus tunduk kepada Ahok, tapi semua kepala daerah termasuk Presiden. Apalagi jika Ahok jadi wakil presiden, atau presiden.
Meski harapan pecinta Ahok yang tersebar di media sosial itu dianggap berbau kekecewaan, namun segala kemungkinan bisa saja terjadi. Karena semua itu rencana Tuhan. Apalagi Ahok memenuhi banyak syarat untuk menjadi pejabat Negara yang bisa mengantarkan Negara ke arena kemajuan.
Anies saja bisa menang di pesta akbar ibukota, padahal awalnya dicibir tak bisa mengalahkan kubu pertahana yang terbilang begitu solid dan pekerjaannya yang begitu terlihat nyata dan diakui banyak warga Ibukota.
Peluang Ahok menjadi Menteri tentu sangat besar. Terlebih, Presiden Jokowi adalah pribadi yang suka ‘memakai’ orang yang berani bekerja nyata, tanpa banyak basa basi, dan bekerja dengan cepat demi pembangunan Indonesia. Lihat saja keputusannya mengangkat Susi Pudjiastuti menjadi Menteri Kelautan. Mungkin saja ada beberapa posisi menteri yang saat ini kinerjanya masih dipertanyakan dan merupakan peluang emas bagi Ahok masuk ke istana mendampingi Jokowi kembali.
Penilaian yang terjadi hingga kini adalah Ahok tidak kompromi dengan para koruptor. Penilaian itulah mungkin melahirkan sebuah pemikiran, kenapa tidak Ahok saja yang jadi ketua KPK? Media sosial begitu ramai bercuit tentang hal ini, jauh sebelum hari pencoblosan, yakni ketika mengetahui begitu besarnya ancaman bagi Ahok ketika akan naik kembali merebut DKI 1.
Ahok bisa diharap sangat membantu dalam rangka mengerjakan PR Korupsi yang tak kunjung selesai di negeri ini. Orang yang berkepribadian teguh dan pemberani seperti Ahok, sangat layak mendapat posisi strategis di KPK.
Tapi syarat menjadi ketua KPK tak segampang menjadi menteri. Salah satunya adalah berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yang memiliki keahlian dan pengalaman sekurang-kurangnya 15 tahun dalam bidang hukum, ekonomi, keuangan, atau perbankan. Ahok kemungkinan besar terganjal di syarat ini.
Lalu bagaimana dengan menjadi Wapres di Pilpres mendatang, ya bisa saja. Semua tergantung tensi politik di tahun-tahun mendatang. Jokowi yang diprediksi akan maju lagi tentu membutuhkan pembantu yang pemberani dan berpendirian teguh layaknya Ahok, dan tentu Ahok kembali lagi punya peluang untuk maju di bursa pilpres mendatang. (T)