KALAU lahir sebagai orang Bali, nama kecilnya kemungkinan Nyoman Balik atau Nyoman Cenik. Soalnya, dia adalah anak ke-15 dari 17 bersaudara. Tapi, karena lahir di Boston, Massachusetts, Amerika Serikat, maka nama kecilnya cukup Ben saja. Yakni kependekan dari Benjamin Franklin.
Menurut perhitungan kalender wariga Bali, Ben lahir pada Radite Umanis Ukir, 17 Januari 1706. Kelahiran pada hari ini dinaungi oleh lintang Kala Sungsang. Lakunya pandita sakti yang gemar mempelajari ilmu agama dan ilmu gaib. Ia setia dan kukuh pada pendirian dan tidak suka diatasi. Setiap keputusan yang telah dia ambil tidak mudah diubah. Meski akal pikirannya tak mudah berkembang, kepandaiannya menonjol dibandingkan dengan orang-orang sekitar. Ibarat gunung, ia tampak lembut dari kejauhan, namun sesungguhnya ia cadas keras.
Rupanya Tenung Wariga Bali itu banyak benarnya. Ben memang suka mempelajari hal-hal misterius. Ia juga getol mengulik pelajaran untuk menjinakkan kekuatan alam yang dahsyat. Tapi, yang ia pelajari bukanlah Ilmu Kanda Pat yang memungkinkannya bersua dengan empat saudara kembar yang menyertai kelahiran setiap orang. Empat saudara kembar yang memiliki kekuatan dahsyat yang apabila disatukan dapat membuat seseorang memiliki kemampuan setingkat dewa.
Ben juga tidak mempelajari Ilmu Nerang yang memungkinkannya mengundang atau menolak hujan secara gaib pada saat-saat yang ia kehendaki. Tidak, Ben tidak mempelajari ilmu-ilmu itu. Di usianya yang sangat belia Ben belajar membaca huruf latin. Dengan kemampuannya membaca dia kemudian mempelajari ilmu-ilmu fisika secara mandiri, sebab ia hanya betah bersekolah formal selama setahun saja.
Sesak dengan pengetahuan dari buku-buku, pada usia 12, Ben menyemplungkan diri untuk menyecap pengetahuan dari kehidupan nyata. Dengan mantap ia memilih bekerja sebagai kuli di percetakan milik kakaknya. Di situlah ia mendapat banyak kecakapan tentang penerbitan, sehingga pada usia 15 tahun Ben sudah menggegerkan khalayak dengan koran terbitannya yang bertajuk “New England Courant”. Itulah koran independen pertama di daerahnya.
Begitu usianya menginjak tahun ke-17, Ben hijrah ke Philadelphia. Di situ dia bekerja sebagai penjaga toko mesin cetak. Dalam sebuah perjumpaan yang tak terduga, Ben berdiskusi dengan Gubernur Pennsylvania yang mendorongnya membuka usaha percetakan surat kabar. Dalam diskusi itu Sang Gubernur berjanji akan memberi sokongan yang diperlukan untuk membesarkan usaha itu.
Maka, atas saran Gubernur, Ben terbang ke London untuk membeli mesin cetak. Namun setiba di ibukota Inggris itu Ben mendapati bahwa janji Sang Gubernur kosong belaka. Di kota besar itu Ben nyaris telantar karena Surat Pengantar Gubernur untuknya tak pernah tiba. Beruntung Ben tabah dan giat. Meski serabutan, ia sanggup menyambung hidupnya sampai seorang saudagar gandum membantunya kembali pulang ke Philadelphia.
Di Philadelphia, Ben kembali memanjakan sifat ingin tahunya yang besar. Sejak 1740 ia berkutat mempelajari sebuah misteri: listrik. Tak kurang dari sepuluh tahun ia kulik fenomena alam itu, sampai ia menemukan prinsip aliran listrik dan memberinya tanda positif dan negatif.
Selanjutnya, Ben berupaya menjinakkan petir yang ia yakini sebagai listrik juga. Dengan layang-layang yang ia terbangkan di tengah hujan badai, Ben mengumpulkan listrik dari awan dan menjinakkannya. Bukan dengan tangan telanjang seperti yang dilakukan Jaka Tingkir di Tanah Jawa, melainkan dengan sebatang besi berujung runcing yang diarahkan ke langit. Pada pangkal besi itu dililiti seutas kabel yang dirambatkan ke tanah. Benda-benda itulah yang menarik muatan listrik di awan ke tanah sehingga kekuatannya tak cukup besar untuk menimbulkan ledakan.
Dalam Tenung Wariga Bali, dikatakan pula bahwa orang-orang yang lahir pada hari Radite Umanis Ukir berbakat sebagai pelopor yang teguh. Pada Ben ramalan itu terbukti benar. Sosoknya tak hanya dikenal sebagai penemu, melainkan juga sebagai pengarang dan politisi yang memelopori berdirinya Negara Amerika Serikat. Perannya dalam peristiwa penting itu adalah turut merancang dan menandatangani deklarasi kemerdekaan negeri adi daya itu.
Begitulah, bakat seseorang rupanya berkembang sesuai dengan lingkungan budaya yang melingkupnya. Sebagai orang yang lahir pada Radite Umanis Ukir, jika Ben lahir dan bertumbuh di Bali, bisa jadi ia akan muncul sebagai balian (dukun) digdaya atau wiku (pendeta) cemerlang. Setelah sakti, namanya tentulah bukan Nyoman Benjamin. Bukan pula Nyoman Franklin. Mungkin Jro Gde Nyoman Geblar, si penjinak petir. (T)