23 January 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Peristiwa
Janger Menyali/Foto-foto Kardian Narayana

Janger Menyali/Foto-foto Kardian Narayana

Jangan Sok Inovatif Sebelum Nonton Janger Kuno dari Menyali – Kostumnya saja ala Belanda

tatkala by tatkala
February 2, 2018
in Peristiwa
337
SHARES

JANGER kuno dari Desa Menyali, Buleleng, sesungguhnya bisa membuat sejumlah seniman di Bali, sedikit agak malu. Janger itu kuno, diyakini sudah ada sekitar tahun 1938, namun kesenian itu seeolah memberi pelajaran bahwa kebebasan berkreasi dalam kesenian Bali sudah dilakukan sejak zaman dulu – zaman ketika istilah-istilah seni semacam seni inovatif, seni kontemporer, seni kolaborasi, dan seni postmodern, belum dikenal apalagi diucapkan sefasih seniman masa kini.

Belakangan sejumlah seniman di Bali memang sedang mengidap latah yang akut. Sedikit saja menciptakan gerakan yang berbeda dari tari tradisional (padahal meniru gerak tari tradisional di luar Bali) sudah merasa menciptakan tari kontemporer. Sedikit saja mengadopsi unsur modern semisal tata lampu, kostum, dan musik, sudah bilang seni inovatif. Hanya menggabungkan sejumlah unsur seni sudah mengaku melakukan kreasi.

Tontonlah janger dari Desa Menyali. Setelah “terkubur” puluhan tahun, janger itu direkonstruksi dan dipentaskan kembali di desa setempat pada malam Hari Raya Galungan, Rabu 5 April 2017. Penontonnya melimpah. Selain dipentaskan di desa setempat, rencananya Janger Menyali akan ditampilkan pada Pesta Kesenian Bali 2017, Juni mendatang.

Dari hasil rekonstruksi diketahui Janger Menyali memang berbeda dengan seni janger yang berkembang di Bali saat ini. Meski berbeda, bukan berarti Janger Menyali “lebih kuno” dari janger zaman sekarang. Meski secara usia bisa dibilang kuno, Janger Menyali justru menunjukkan sisi-sisi modern bahkan kontemporer, terutama pada bagian kostum dan sejumlah lagu-lagunya.

Jipak & Parik

Jika pada janger masa kini penari pria biasa disebut dag, dan penari wanita disebut janger, maka penari pria pada Janger Menyali biasa di sebut jipak, dan penari perempuannya disebut parik. Masing-masing jipak dan parik berjumlah 12 orang.

Gerakannya masih mirip dengan janger yang dikenal belakangan ini. Namun hal yang cukup mengejutkan adalah kostumnya. Para jipak mengenakan kostum pejabat dan serdadu Belanda (yang zaman kini jadi kostum nasional). Pakai baret, baju kemeja, dasi, ikat pinggang, sepatu, dan kacamata. Tampak unik, namun dari situ bisa dilihat betapa dulu (saat kita masih berstatus terjajah) sebuah kesenian bisa tercipta dari perasaan yang amat bebas tanpa terkungkung aturan-aturan yang kemudian disebut pakem.

Seorang  jipak, I Gede Suriaka, menuturkan bahwa sejak dulu kala busana penari Janger Menyali memang seperti serdadu Belanda. Baret warna merah di kepala, kemudian baju putih lengkap dengan dasi panjang berwarna hitam. Lalu, memakai sabuk, mengenakan lencana atau pangkat serta sepatu lengkap dengan kaos kaki panjang. “Tak lupa, kacamata hitam sebagai kejutan, dipakai ketika sedang pentas,” katanya.

Lagu-lagu yang dibawakan dalam pentas Janger Menali itu adalah gending kuno yang tercipta saat-saat pejuang Indonesia sedang berjuang meraih kemerdekaan. Seperti gending pembuka berjudul Ida Dane, kemudian diikuti dengan lagu Dewa Ayu Janger, Krempyang-krempyang, Saudara-Saudari, Mekacamata, Adi Cangcang dan Ratu Gusti.

Lagu-lagu itu memang biasa-biasa saja, seperti lagu jejangeran pada umumnya. Tapi pada zaman itu, lagu-lagu itu didesain dengan sadar sebagai lagu populer, yang jenaka, mudah diingat dan tak begitu banyak dibebani pesan moral, kecuali pesan tentang bagaimana bergaul dengan sesama manusia. Nadanya tetaplah pelog atau selendro, tapi liriknya boleh dibilang bebas dan lepas, bahkan bisa dianggap sudah menggunakan lirik dengan perspektif modern.

Simaklah lirik lagu Saudara-saudari yang berbahasa Indonesia:

Saudara dan saudari/ Saudara dan saudari/ Terimaafkan saya menjadilah janger/ Ini janger dari Menyali kampung kanginan/ Akan tetapi masih bodoh/  Bapak-bapak, ibu-ibu supaya bapak tau/  Ibu, bapak/ saudara dan saudari/ Terimaafkan saya menjadilah janger  Saya terlalu bingung/ Saya terlalu bingung tidak pikir diri bodoh/  Senang menari janger/ Boleh bilang saya sombong/ Dan lagi tidak malu kepada orang panonton//

Lagu Saudara-saudari hanya satu dari sejumlah lagu-lagu Janger Menyali yang liriknya menggunakan bahasa Indonesia. Ada sejumlah lagu lain dengan lirik bahasa Indonesia, namun kini masih dalam proses “aransemen ulang” untuk dipertunjukkan dalam pementasan berikutnya, termasuk dalam PKB nanti.

Yang menarik, selain kostum berbau Belanda, terdapat sebuah lagu dengan tema rayuan antara jipak dan parik yang juga menyinggung-nyinggung gaya hidup orang Belanda. Saat si jipak melancarkan rayuan gombal, si parik memberi syarat bahwa mereka akan menerima rayuan jipak jika jipak membelikan pakaian bergaya Belanda.

Dari situ tampak, betapa kuat pengaruh gaya hidup kolonial dalam seni Janger Menyali. Di sisi lain, seniman-seniman Menyali di masa lalu ternyata sudah membuka diri dan memiliki kesadaran untuk terbebaskan dari pakem seni Bali sekaligus melakukan kreasi dengan menyerap pengaruh dari luar Bali.

Kenapa mereka dipengaruhi gaya Belanda, tentu karena hanya gaya Belanda yang mereka tahu dan mereka kenal saat itu. Jika saat itu mereka mengenal gaya Italia, Perancis, atau Amerika, bisa dibayangkan gaya janger seperti apa yang akan mereka ciptakan di Desa Menyali — sebuah desa yang sesungguhnya sangat jauh dari pusat Kota Singaraja yang menjadi pusat pemerintahan kolonial saat itu.

Kostum Belanda memang sesuatu yang bikin heran. Kostum laki-laki atau dag dalam janger yang berkembang di Bali, juga di Buleleng belakangan ini, lebih banyak menggunakan pakaian seperti penari muani pada umumnya, antara lain menggunakan kamben-kancut, udeng atau gelungan, badong, tentu saja tanpa alas kaki dan kacamata hitam. Bahkan suatu kali pernah ada penari dag menggunakan kostum seperti tari Kebyar Duduk, atau kostum laki-laki seperti dalam tari Oleg Tambulilingan.

Yang agak mirip, dag pada janger yang berkembang kini tetap menggunakan baju, tapi bukan kemeja, melainkan baju dengan hiasan renda warna-warni atau ukiran bercat prada. Kadang ditambahi gelang kana di pergelangan tangan dan juga pada lengan. Pokoknya, kostumnya disesuaikan dengan kostum umum yang tampak pada penari atau pemain dalam seni pertunjukan tradisional Bali.

Sekitar tahun 1970-an hingga 80-an, ketika seni janger sangat populer di kalangan pelajar (terutama untuk acara perpisahan), masih terdapat kostum dag menggunakan kombinasi antara seragam sekolah dengan kostum tradisional Bali. Baju dan celananya tetap baju sekolah, biasanya diisi selempang selendang untuk variasi, namun di bagian kepala sudah dihiasi udeng songket atau udeng prada.

Yang menarik, kerap celana sekolah tetap digunakan, namun tetap juga menggunakan kamben-kancut. Baju sekolah tetap digunakan, namun badong juga tetap dipakai. Kemungkinan kostum-kostum itu masih dipengaruhi gaya janger berkostum Belanda dari Desa Menyali.

Lagu-lagu pada janger sekolah juga lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia. Tema lagu juga tak jauh-jauh dari tema selamat datang, selamat menonton, lengkap dengan ungkapan rendah hati, minta maaf dan mengaku bodoh. Lagu lain juga tak jauh dari tema muda-mudi, rayuan gombal dan pesan tentang persaudaraan.

Janger Politik

Mungkin karena kebebasan dalam berekspresi, terutama dalam bahasa dan kostum, seperti itulah maka janger dengan mudah bisa digunakan sebagai alat propaganda politik. Tahun 1950-an hingga terjadinya prahara politik 1965, di sejumlah desa di Bali konon banyak tumbuh sekaa janger dengan lagu-lagu yang berisi pesan-pesan kampanye partai politik.

Pada zaman Orde Baru pernah terdengar Janger P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila). Lagu-lagunya tentu saja berisi tema yang diambil dari butir-butir Pancasila. Selain itu, banyak lagunya juga berisi puja-puji terhadap pemerintahan Orde Baru.

Kini, janger terkesan sangat megah dan wah, karena menggunakan kostum ala penari Bali secara umum dan sangat lengkap dengan motif dan kombinasi yang kadang terkesan rumit. Di tengah kondisi seperti itulah Janger Menyali yang sudah kreatif sejak dari sononya itu dihidupkan kembali seakan menyindir upaya kreatif yang dilakukan seniman Bali di tengah mudahnya anggaran produksi, canggihnya teknologi pertunjukan dan banyaknya event kesenian, di zaman yang amat kontemporer ini. (T/ole/sumbangan data Kardian, Hardianta dan Eka)

Tags: balibulelengjangerSeniseni pertunjukan
tatkala

tatkala

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

MEDIA SOSIAL

  • 3.4k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Digital Drawing ✍️:
Rayni N. Massardi
Puisi

Noorca M. Massardi | 7 Puisi Sapta dan 5 Puisi Panca

by Noorca M. Massardi
January 16, 2021
Ilustrasi IB Pandit Parastu
Cerpen

Perempuan dengan Hati Terbelah

Cerpen: Widya Astuti [] Ni Sulasih mempercepat langkahnya. Sesekali dia menoleh ke belakang, memastikan tidak ada orang yang melihat atau ...

February 1, 2020
Esai

Menjadi Salju di Tengah Gurun Pasir

Di hamparan gurun yang seragam, jangan lagi menjadi butiran pasir. Sekalipun nyaman engkau di tengah impitan sesamamu, tak akan ada ...

March 1, 2019
Foto-foto: koleksi penulis
Khas

Dua Penulis Lolos ke Ubud – Gairah Sastra di Bangkalan Kian Nyala

PARA penggiat sastra dan teater di Bangkalan, Madura, Jawa Timur, bersorak ketika dua penulis dari kota itu, Joko Sucipto (puisi) ...

February 2, 2018
I Nyoman Netep bersama cucu ngewayang di rumah saat pandemi Covid-19
Khas

Ngempu Cucu di Masa Pandemi: Sang Kakek Sampai Beli Wayang dan Pengeras Suara

Banyak cara dilakukan oleh para orang tua untuk mengingatkan kita tentang arti pentingnya kisah masa lampau kepada generasi penerusnya. Kisah ...

September 5, 2020
Esai

Hari Guru Tanpa Kehadirmu, Siswaku! – Bagai Sayur Tanpa Garam, Bagai Malam Tanpa Bintang

Bagai sayur tanpa garam. Bagai malam tanpa bintang. Bagai aku tanpa kamu. Bagai siswa tanpa guru. Kita ketahui pandemi Covid-19 ...

November 25, 2020

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Pemandangan alam di Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Buleleng, Bali. [Foto oleh Made Swisen]
Khas

“Uba ngamah ko?” | Mari Belajar Bahasa Pedawa

by tatkala
January 22, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
ILustrasi tatkala.co / Nana Partha
Esai

KEMUNCULAN SERIRIT DALAM PETA BALI UTARA | Kilas Balik Kemunculan Desa-Desa Buleleng Barat

by Sugi Lanus
January 22, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (66) Cerpen (149) Dongeng (10) Esai (1354) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (4) Khas (310) Kiat (19) Kilas (192) Opini (471) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (6) Poetry (5) Puisi (96) Ulasan (328)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In