10 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Kembalikan Babi Hitam itu Kepadaku – Harapan Kecil di Hari Galungan

Made Adnyana OlebyMade Adnyana Ole
February 10, 2020
inEsai

Ilustrasi dicomot dari poster Otentik, Rumah Intaran

629
SHARES

SELALU muncul pertanyaan klise dari orang-orang seusia saya (40 hingga 60-an tahun) di seputar Hari Raya Galungan, terutama di hari penampahan: “Kenapa daging babi pada zaman kita kecil dulu lebih enak ketimbang daging babi sekarang?”

Jawabannya bisa macam-macam, tapi yang paling sering terlontar biasanya hanya dua jawaban:

Jawaban Pertama: Jarang Makan Daging

Pada masa kecil dulu, kita jarang sekali makan daging babi. Bahkan mungkin hanya makan daging pada saat Galungan saja, pada hari lain cukup uyah-sere, gerang (ikan teri), pindang kucing, pesan telengis, capung metunu, klipes, atau blauk.

Jika punya belut atau ikan (lauk yang cukup mewah dan bergizi) dari hasil tangkapan di sawah atau di sungai, justru lebih sering kita jual ke pasar karena harganya lumayan mahal. Maka kerap ada ungkapan mengejek diri sendiri: ngadep lindung meli gerang. Artinya: menjual belut yang harganya lebih mahal, kemudian membeli ikan teri yang harganya jauh lebih murah). Artinya lagi: dapat sisa uang, dapur pun tetap dihias lauk bin pauk.

Nah, dengan kondisi seperti itu, daging babi yang “wajib ada” pada setiap Galungan adalah berkah tiada terkira. Betapa enak, nikmat, gurih, dan betapa maknyus itu urutan, babi kecap, babi genyol, timungan, dan usus goreng. Citarasa saat itu secara nyata memang tak ada saingan, ya, tentu saja karena tak pernah, atau sangat jarang, merasakan daging sejenis di hari yang lain.

Jawaban Kedua: Babi Hitam dan Babi Putih

Babi dulu itu memang beda dengan babi sekarang. Dulu, yang dipotong saat penampahan Galungan, lalu dibagi secara patungan, itu adalah babi bali, babi pribumi, babi kampung. Yaitu babi hitam legam, berbulu kasar, kepala kecil, tubuh kecil dan susah bongsor, punggung melengkung dengan perut hampir menyentuh tanah, kaki pendek dan telinga kecil-tegak.

Babi bali/net
Babi lendris/net

Dan yang dipotong sekarang adalah babi landrace, dibahasabalikan menjadi babi lendris. Babi ini berkulit putih, berbulu halus, tubuhnya panjang dan telinganya terkulai rebah ke depan. Sejak sekitar tahun 1980-an, babi lendris jadi primadona para peternak, apalagi peternak besar, karena babi putih seksi itu memberi untung lebih melimpah dan lebih cepat ketimbang babi kampung. Babi lendris cepat gemuk dan gampang masuk angka satu kwintal dalam hitungan bulan. Urusan beranak, si lendris lebih pengertian: sekali bunting, anaknya banyak.

Benarkah babi hitam legam lebih enak ketimbang babi putih mulus itu? Itu sih tak bisa disimpulkan. Bukankah kuliner menganut hukum relativitas?

Tapi, jika ditanya pada saya dan orang-orang seusia saya (40 hingga 60-an tahun), jawabanya mantap: si babi hitam legam jauh lebih lezat. Bayangkan saja, makanan babi hitam sangat alami. Dagdag yang terdiri dari daun-daunan, seperti daun talas, kangkung, gedebong pisang, dan sayur-mayur lain yang biasa juga kita makan. Daun-daunan itu dicampur banyu — air rendaman beras, dedak dan kadang diisi sedikit garam, lalu direbus. Terkadang, jika dibiarkan liar, babi itu terbiasa juga mencuri umbi-umbian, semacam ketela rambat, talas, dan bungkil pisang, di kebun tetangga.

Makanan babi bali

Menu semacam itulah yang membentuk tubuh si babi hitam itu jadi mungil tapi padat berisi. Jika babi dipotong, daging merah, legit, dan menggairahkan, langsung menyita pandangan. Lemaknya tipis, seakan hanya dibutuhkan sebagai garis pembatas antara kulit dan isi. Nyam, nyam, daging seperti itu enak dibikin apa saja: menu berkuah, panggang atau goreng, pastilah bikin ngiler.

Nah, itu, si babi putih mulus itu, makanannya konsentrat dan produk pabrikan dengan nama yang bahkan peternakpun tak begitu hapal. Makanan itu bertugas bikin bongsor belaka, tak bikin daging jadi legit. Makanya, di hari Galungan, warga sering mengeluhkan urutan dan timungan yang baru dibikin sehari, baunya sudah mangkres.

Kalau dulu, urutan dengan daging babi hitam bisa tahan sampai sebulan, padahal hanya ditaruh di lengatan di atas tungku api, atau hanya dipanggang sinar matahari di atas atap kubu.

Ke Mana Si Hitam?

Kini babi hitam nyaris tak ada lagi. Setiap Galungan atau pada saat pesta upacara adat, hanya babi lendris yang laris. Tak ada yang mau memelihara si hitam karena tak menguntungkan. Pengusaha tentu berhitung soal duit, tak berhitung soal citarasa.

Ibu-ibu rumah tangga yang dulu memelihara babi hitam pun sejak dulu sudah beralih pelihara babi putih. Tentu agar uang diperoleh lebih banyak. Jika sudah punya uang, urusan citarasa bisa dibeli. Maka, ungkapan ngadep lindung meli gerang kini berubah menjadi ngadep celeng meli sate kambing – menjual babi membeli sate kambing.

Tapi tunggu dulu. Di sejumlah desa di Buleleng, masih banyak ditemukan babi hitam di pekarangan belakang rumah warga, meski jumlahnya tetap seiprit ketimbang jumlah peliharaan babi lendris. Babi hitam dipertahankan karena masih banyak tradisi dan upacara-upacara adat mewajibkan warga menggunakan babi hitam untuk perlengkapan upacara.

Antara lain tradisi Ngusaba Bukakak di Desa Giri Emas, Desa Sangsit, Desa Sudaji, dan sejumlah desa lain di sekitarnya. Upacara memohon kesuburan khas masyarakat agraris itu diisi dengan atraksi mengarak Bukakak keliling desa.

Babi diupacarai sebelum digunakan sebagai upacara Bukakak di Desa Sudaji/sudajidesaku.blogspot.co.id

Bukakak berarti babi guling yang dibuat matang pada bagian dadanya saja. Babi harus babi hitam legam. Pada bagian kiri dan kanan bulu dan kulit dibersihkan sampai tampak putih. Pada bagian punggung, bulunya dibiarkan hitam seperti sediakala. Sehingga terlihat tampak kombinasi tiga warna, yakni merah di bagian dada yang sudah dibuat matang, putih di kiri-kanan, dan hitam di bagian punggung.

Selain untuk upacara, banyak juga warga atau kelompok warga yang masih fanatik terhadap daging babi hitam. Sehingga banyak yang dengan sengaja memelihara babi kampung itu untuk dipotong sendiri pada saat yang tepat.

Babi Guling Otentik

Salah seorang teman arsitek, Gede Kresna, pengelola Rumah Intaran di Desa Bengkala, adalah salah seorang pecinta kuliner yang tak henti-henti menggerakkan warga untuk tetap mempertahankan produk-produk alami dari desa, salah satunya ternak babi hitam.

Babi-babi hitam di Bali Utara, kata Gede Kresna, masih diternakkan dengan cara alami. Makanannya berupa dedaunan, nangka, gedebong pisang dan sebagainya. Tidak diberikan makanan berupa konsentrat, apalagi disuntik hormon supaya gemuk. Di tengah maraknya peternakan babi yang memelihara babi putih yang cepat besar dan diberikan pakan-pakan pabrikan berupa konsentrat, kesetiaan peternak-peternak babi hitam di Bali Utara layak untuk diberikan apresiasi setinggi-tingginya. “Karena dari merekalah kita mendapatkan daging babi yang berkualitas tinggi dengan rasa yang jauh lebih lezat,” katanya.

Gede Kresna mengakui daging babi hitam jauh lebih berkualitas dan tahan lama. Rasanya juga jauh lebih enak. “Tetapi saat ini barangkali sudah tidak banyak lagi orang yang pernah merasakan bagaimana rasanya babi hitam,” ujarnya.

Rumah Intaran yang dikelolanya memang dibangun sebagai ruang belajar bersama-sama, tempat menggali begitu banyak potensi-potensi alami yang bisa dikelola tanpa merusaknya.

Poster Babi Guling Otentik Rumah Intaran

Salah satu program Rumah Intaran yang sudah sejak lama dikerjakan adalah “Pengalaman Rasa”. Dari program itu berhasil dikumpulkan dan dibukukan berbagai potensi alami yang sudah mulai ditinggalkan warga, seperti gula asli, berbagai jenis rempah, jajanan tradisional, bahkan arak bali yang benar-benar asli.

Program yang baru beberapa bulan lalu dilakukan adalah memotong babi hitam pada setiap tanggal dua, lalu dibagikan bersama-sama. Yang lebih menarik, 21 Januari 2017, Rumah Intaran membuat acara bertajuk Otentik.

Dalam acara Otentik, Rumah Intara bersama undangan membuat babi guling dengan cara yang sangat otentik. Mulai dari cara memotong dan menangani babinya, cara menggulingnya, bumbu yang digunakan, dan lain sebagainya. Tentu saja babi yang digunakan adalah babi hitam yang hanya makan makanan alami, bukan makan konsentrat.

Undangan menghadiri acara itu dilakukan lewat facebook dan media lain. Yang diundang adalah teman-temannya di seluruh Indonesia, atau siapa saja yang berminat untuk mengetahui cara mengolah babi guling, sekaligus membuktikan betapa lezatnya menu olahan babi hitam yang di Bali jumlahnya makin berkurang itu.

Urutan (semacam sosis) usai dipanggang dalam acara Otentik di Rumah Intaran

Kembalikan Babi Hitam Kepadaku

Program Rumah Intaran sesungguhnya bisa ditiru oleh siapa saja. Jika ramai-ramai dan latah lembaga pemerintah melakukan demo makan babi guling setelah ditemukan penyakit Meningitis Streptococcus Suis di Bali, kenapa tak berpikiran juga untuk demo makan olahan babi hitam?

Tak usahlah diembeli-embeli tujuan untuk melestarikan warisan nenek moyang, atau melestarikan budaya adi luhung, atau mempertahankan nuftah babi bali agar tak punah. Tujuannya sederhana saja: agar kita bisa makan dengan enak.

Jika sudah banyak yang tahu rasa olahan daging babi hitam itu, maka ada harapan kejayaan babi hitam akan kembali menguasai pasar dan lidah, setidaknya menguasai pasar dan lidah orang Bali. Saat penampahan Galungan, babi hitam kembali hadir untuk menyumbang menu urutan tahan lama, menu babi genyol yang kenyal, atau gorengan yang kesed sekaligus renyah.

Atau setidaknya dengan meningkatnya kembali pamor babi hitam maka ada harapan muncul “Warung Babi Guling Otentik”. Atau “Warung Nasi Babi Kampung” seperti “Warung Nasi Ayam Kampung” yang sudah lebih dulu menemukan popularitasnya. (T)

Tags: faunahari raya galungankulinerternakupacara
Previous Post

Budi Baik Ayah dan Ibu tak akan Bisa Dibalas Lunas – Tentang Tradisi Ceng Beng

Next Post

Meninggal saat Ceng Beng itu Berkah – Cerita Engkong tentang Hidup Setelah Mati

Made Adnyana Ole

Made Adnyana Ole

Suka menonton, suka menulis, suka ngobrol. Tinggal di Singaraja

Next Post

Meninggal saat Ceng Beng itu Berkah – Cerita Engkong tentang Hidup Setelah Mati

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

“Pseudotourism”: Pepesan Kosong dalam Pariwisata

by Chusmeru
May 10, 2025
0
Efek “Frugal Living” dalam Pariwisata

KEBIJAKAN libur panjang (long weekend) yang diterapkan pemerintah selalu diprediksi dapat menggairahkan industri pariwisata Tanah Air. Hari-hari besar keagamaan dan...

Read more

Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

by Arix Wahyudhi Jana Putra
May 9, 2025
0
Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

GERIMIS pagi itu menyambut kami. Dari Kampus Undiksha Singaraja sebagai titik kumpul, saya dan sahabat saya, Prayoga, berangkat dengan semangat...

Read more

Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

by Pitrus Puspito
May 9, 2025
0
Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

DALAM sebuah seminar yang diadakan Komunitas Salihara (2013) yang bertema “Seni Sebagai Peristiwa” memberi saya pemahaman mengenai dunia seni secara...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery
Pameran

Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery

INI yang beda dari pameran-pemaran sebelumnya. Santrian Art Gallery memamerkan 34 karya seni rupa dan 2 karya tiga dimensi pada...

by Nyoman Budarsana
May 10, 2025
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
Khas

Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

May 10, 2025
Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

May 10, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co