27 February 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Esai
Foto-foto: koleksi penulis

Foto-foto: koleksi penulis

Budi Baik Ayah dan Ibu tak akan Bisa Dibalas Lunas – Tentang Tradisi Ceng Beng

Julio Saputra by Julio Saputra
February 2, 2018
in Esai
28
SHARES

SERING terjadi dua atau tiga komunitas etnis atau pemeluk agama menemukan hari baik yang sama untuk memperingati dan merayakan hari-hari suci dan tradisi mereka. Misalnya pada Rabu 5 April 2017 ini, pemeluk agama Hindu di Indonesia merayakan Hari Raya Galungan, dan pada hari yang sama juga warga keturunan Tionghoa merayakan sebagai puncak persembahyangan tradisi Ceng Beng.

Apa itu Ceng Beng?

Dalam Kitab Anggutara Nikaya, tertulis pernyataan Sang Buddha bahwa di dunia dan dalam hidup ini, ada dua orang yang tidak bisa dibalas budinya. Siapakah mereka? Jawabannya sederhana, ayah dan ibu.

Ya, ayah dan ibu. Dua nama itulah yang sudah dikenal sejak dulu. Bahkan, jauh sebelum nama Tuhan dikenal oleh umat manusia. “Ayah” ditujukan kepada langit, sementara “ibu” ditujukan kepada bumi.

Begitulah, mengapa akhirnya ada istilah Bapak Akasa dan Ibu Pertiwi yang kita kenal sampai sekarang. Ayah dan ibu adalah langit dan bumi. Ayah dan ibu adalah orang tua yang nantinya akan menjadi bagian dari leluhur bagi generasi selanjutnya.

Lalu, kenapa tidak bisa dibalas?

Begini lho. Cobalah diibaratkan seperti ini: Langit sudah memberikan udara, memberikan hujan, juga memberikan energi, dan Bumi sudah memberikan tempat tinggal, sumber daya alam, makanan dan minuman. Keduanya sudah memberikan kehidupan. Keduanya memberikan kebahagiaan. Itulah juga yang dilakukan oleh ayah dan ibu.

Keduanya sudah berkorban banyak. Mereka melahirkan, membesarkan dan kemudian menunjukan dunia kepada anaknya, kepada kita. Tentu sebuah pengorbanan hidup yang tidak akan bisa dibalas oleh apapun. Inilah yang diyakini oleh warga keturunan Tionghoa.

Kita, anak-anaknya, yakin bahwa satu-satunya cara untuk membalas budi adalah dengan berbakti kepada Ayah dan Ibu di dunia dan di akhirat. Lho, maksudnya apa?

Kita akan berbakti meski Ayah dan Ibu sudah meninggal dunia. Meskipun kita sebenarnya juga percaya bahwa dengan cara itu pun kita tidak akan bisa membalas budi baik ayah dan ibu secara sepenuhnya, secara lunas.

Berbakti

Warga keturunan Tionghoa memiliki sebuah tradisi yang bisa dikatakan khusus untuk menunjukkan bakti kepada ayah dan ibu dan leluhur yang sudah meninggal, atau bisa dikatakan untuk berbakti kepada mereka yang sudah berada di akhirat.

Tidak hanya ditujukan kepada leluhur, ayah dan ibu, atau kakek dan kenek, tetapi juga kepada anggota lain dalam keluarga, seperti kakak, adik, paman, dan sebagainya yang tentu juga sudah meninggal dunia. Tradisi ini dikenal sebagai sembahyang kubur dengan nama Ceng Beng yang memiliki arti cerah dan cermerlang. Dan pada saat tradisi ini dirayakan, maka areal pemakaman biasanya akan ramai oleh warga keturunan.

Sembahyang kubur Ceng Beng mungkin memang tidak seterkenal Imlek dan Cap Go Meh. Namun bagi warga keturunan, tradisi ini sangatlah penting. Tradisi sembahyang kubur ini biasanya dirayakan setiap tanggal 4 April atau tanggal 5 April pada penanggalan masehi. Namun yang dirayakan pada tanggal tersebut adalah puncak persembahyangan itu sendiri. Rangkaian acara Ceng Beng itu sesungguhnya sudah bisa dirayakan sejak seminggu sebelumnya.

Warga keturunan Tionghoa akan datang ke makam atau kuburan keluarganya, entah orang tua atau leluhur, kemudian melakukan pemebersihan. Semak-semak, gulma atau ilalang yang tumbuh akan dicabut, rumput yang sudah lebat juga dirapikan. Setelah rapi, makam dihias dengan berbagai macam bunga, sehingga makam akan terlihat sama seperti makna Ceng Beng itu sendiri, cerah dan cermerlang.

Jika makam sudah dibersihakan, warga keturunan biasanya akan menaruh kertas kuning di atas makam sebagai tanda bahwa makam telah dibersihkan. Setelah bersih, barulah persembahyangan dimulai.

Sarana persembahyangan yang digunakan masih sama seperti tradisi sembahyang warga keturunan lainnya, seperti dupa, bunga, masakan dan jajanan khas hari raya, dan uang kertas. Yang membedakan adalah biasanya warga keturunan juga menghaturkan berbagai jenis makanan, terutama makanan kesukaan orangtua atau leluhurnya. Ada pula yang terang-terangan menghaturkan sebungkus rokok jika orang tua atau leluhur yang bersangkutan adalah perokok berat.

Sejumlah Legenda

Ada beberapa lagenda yang melatarbelakangi adanya tradisi semabhyang kubur Ceng Beng ini, namun yang paling terkenal adalah cerita tentang seorang anak yang mencari makam orang tuanya yang sudah meninggal ketika ia dititipkan dan dibesarkan di kuil.

Ia meminta setiap warga untuk membersihkan dan berziarah ke makam keluarga mereka masing-masing dan menaruh kertas kuning di atasnya sebagai tanda bahwa makam telah dibersihkan. Kemudian ia menemukan ada beberapa makam yang tidak dibersihkan dan juga tidak ada kertas kuning di atasnya.

Anak itu pun meyakini bahwa makam-makam yang tak dibersihkan itu adalah makam orang tua dan kerabatnya. Dari cerita inilah tradisi sembahyang kubur Ceng Beng dimulai.

Tidak ada yang menyebutkan secara pasti dan tertulis bahwa tradisi sembahyang kubur Ceng Beng hanya dirayakan bagi warga keturunan yang beragama Budha atau Kong Hu Cu saja. Siapapun warga keturunan tentu boleh merayakan tradisi ini. Mengingat tujuannya adalah untuk menjaga silsilah keluarga, mengikat rasa kekeluargaan dan tentu saja yang paling utama adalah menghormati dan membalas jasa orang tua dan leluhur.

Hal ini tentu saja masih berkaitan dengan nilai-nilai dan ajaran yang diyakini dan ditanamkan oleh warga keturunan Tionghoa, yaitu penghormatan leluhur, bakti kepada orang tua, keharmonisan, dan kekeluargaan. (T)

Tags: leluhurTionghoaTradisi Ceng Beng
Julio Saputra

Julio Saputra

Mahasiswa jurusan Bahasa Inggris Undiksha, Singaraja. Punya kesukaan menulis status galau di media sosial. Pemain teater yang aktif bergaul di Komunitas Mahima

MEDIA SOSIAL

  • 3.4k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Ilustrasi Florence W. Williams dari buku aslinya  dan diolah oleh Juli Sastrawan
Cerpen

Si Ayam Betina Merah | Cerpen Florence W. Williams

by Juli Sastrawan
February 24, 2021
Google
Opini

“Bobo”, Teman Bacaan Yang Jujur dan Legendaris

  MASIHKAH Anda ingat sosok Bona dan Rong-rong yang legendaris? Atau ingatkah Anda pada sosok kelinci bersahaja dan penuh warna ...

February 2, 2018
Adegan film "Malam Minggu Miko Movie". Sumber: google
Opini

Malam Minggu bagi “Darah Muda”: Tak Sekadar Pacaran

PERNAHKAH tersirat di pikiran anda apa itu “Malam Minggu”? Dan apa bedanya dengan “Sabtu Malam”? Rasanya hanya beda istilah dengan ...

February 2, 2018
Kadek Desi Nurani bersama buku Manisan Gula Merah Setengah Gigit, Agus Wiratama (Kado Kematian untuk Pacarmu) dan Devy Gita Augustina (Elang yang Terbang di Hari Senin).
Khas

Tentang Fiksi pada Manisan, Kado dan Elang | Bedah 3 Buku di Kulidan

24 Januari 2021, beberapa orang berkumpul di Kulidan Kitchen and Space, Gianyar, Bali, tengah bersiap untuk mengadakan acara bedah buku-buku ...

February 6, 2021
Jun (penulis) saat menyampaiakn orasi di JKP. (Foto: Phalayasa Sukmakarsa)
Esai

Waktu –Orasi Jun pada Peluncuran Buku Puisi “Saron” di Jatijagat Kampung Puisi

Orasi ini disampaikan Wayan Juniarta pada peluncuran Buku Antologi Puisi "Saron" di Jatijagat Kampung Puisi (JKP), Renon, Denpasar, Minggu (23/12/2018) ...

December 24, 2018
Rhythm Rebels di di Udaipur, Rajasthan, India pada Februari 2019
Khas

Disambut Gempita di Rajasthan India, Rhythm Rebels Kini di Java Jazz Festival

Rhythm Rebels, band yang sedang naik daun dari festival ke festival ini, memang tidak henti-hentinya memperlihatkan kemampuan dan talenta yang ...

March 1, 2019

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Jaja Sengait dari Desa Pedawa dan benda-benda yang dibuat dari pohon aren [Foto Made Saja]
Khas

“Jaja Sengait” dan Gula Pedawa | Dan Hal Lain yang Bertautan dengan Pohon Aren

by Made Saja
February 25, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Dr. I. Made Pria Dharsana. SH. M.Hum
Opini

Hilangnya Peran Notaris Dalam Pendirian PT UMKM

by I Made Pria Dharsana
February 26, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (67) Cerpen (155) Dongeng (11) Esai (1413) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (10) Khas (340) Kiat (19) Kilas (196) Opini (478) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (9) Poetry (5) Puisi (101) Ulasan (336)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In