KEPRIBADIAN seseorang dilihat dari tingkah laku dan kebiasaan yang sering ia lakukan. Jika seseorang melakukan hal yang buruk, tentu dapat disimpulkan bahwa ia memiliki kepribadian yang buruk juga. Sebaliknya, jika seseorang melakukan hal yang baik, tentu baik juga kepribadiannya.
Misal, ada orang yang suka mengejek atau menghina orang lain secara tidak langsung melalui media sosial, tentu orang lain yang membaca hinaan atau ejekan itu akan menyimpulkan bahwa ia adalah orang yang tidak suka menghargai atau suka mencari masalah.
Namun, ada orang yang suka menolong, memuji hasil karya orang lain, selalu sopan dan santun saat bebicara, tentu orang lain yang melihat hal tersebut akan menyimpulkan bahwa ia adalah orang yang suka menghargai dan murah hati.
Kedua perilaku yang berbeda tersebut sudah sangat jelas adanya, di mana orang yang melakukannya pun tahu apakah itu perilaku baik atau buruk. Namun, ada beberapa kebiasaan kecil yang banyak orang anggap remeh tanpa disadari menjadi sumber dari kepribadian yang buruk.
Faktanya, kebiasaan menyalin hasil yang sudah ada, jika dalam istilah Bahasa Inggris yang disebut copy-paste, atau copas (kopas), sering sekali dilakukan oleh banyak orang. Bukan dari kalangan pelajar saja, tetapi tenaga pendidik, pegawai perusahaan, hingga pejabat juga melakukan kebiasaan tersebut.
Bukannya buruk, copas biasanya dilakukan untuk mempermudah pekerjaan, jadi tidak perlu menulis atau mengetik ulang. Tapi, pada kondisi tertentu, hal tersebut merupakan tindakan yang buruk. Misal ada siswa yang menyalin pekerjaan siswa lain. Hal tersebut disebut curang. Tentu, dapat disimpulkan bahwa siswa tersebut adalah siswa pemalas, tidak mau berusaha mengerjakan sendiri, dan tidak yakin akan kemampuannya.
Kejadian yang sama seringkali terjadi pada kehidupan sehari-hari. Namun tidak disalahkan atau tidak dianggap buruk. Begini, pernahkah kalian melihat atau melakukan copas pada sebuah text singkat di HP/telepon genggam kalian. Ini biasanya terjadi pada sebuah group di media sosial yang mayoritas anggotanya bertemaan atau sudah saling mengenal.
Contohnya, jika ada seseorang yang sedang berulang tahun, salah satu anggota group akan mengucapkan selamat dan doa kecil. Lalu, selang beberapa detik, akan ada salah satu atau dua anggota group yang mengucapkan ucapan dengan teks yang sama persis. Sampai titik, koma, dan emoticon juga sama. Kemudian, diikuti oleh tiga, empat, lima orang dengan teks yang sama juga. Jujur saja, tidak perlu malu mengatakan jika pernah melakukannya, karena tidak ada yang akan menyalahkan.
Namun, orang-orang yang sensitif dapat menyimpulkan bahwa mereka yang melakukan copas tersebut adalah orang-orang yang berkepribadian pemalas yang hanya ingin ikut berpartisipasi. Bagaimana tidak, hanya untuk membuat ucapan selamat saja, yang hanya dua, tiga, kalimat, mereka sudah copas. Mungkin saat menjawab soal ulangan, membuat tugas akhir, membuat skripsi, mereka copas juga.
Masih dalam hal group chat/percakapan dalam kelompok di media sosial, baru-baru ini ada trend di mana teks anggota lain yang sudah di-post, di-copas, lalu diberi nomor sesuai urutan teks. Contohnya, ada yang menulis: Ah, jangan dipercaya, omong doang tuh. Lalu yang copas akan menulis: Ah, jangan dipercaya, omong doang tuh (2). Kemudian, yang lain ikut menulis: Ah, jangan dipercaya, omong doang tuh (3), dan seterusnya.
Begini, mungkin yang copas tersebut pro/setuju dengan pendapat penulis pertama tersebut, tapi jika ditelaah, mayoritas anggota group tersebut tidak mau berdebat dengan mengemukakan pendapat sendiri. Tidak ada yang contra/tidak setuju. Apalagi jika pendapat pertama tersebut bersifat merendahkan seseorang atau aturan, cepat sekali respon mereka.
Kalau disimpulkan, kepribadian pemalas, suka ikut-ikut, dan tidak suka mengemukakan pendapat sendiri, dapat dilihat dengan jelas dari kebiasaan copas teks percakapan salah satu anggota group di media sosial.
Jadi, pesannya: hal kecil semacam itu sepatutnya dihindari, dan usahakan kemukakan pendapat sendiri, walau hanya dalam hal mengucapkan selamat ulang tahun dan merespon pendapat dari orang lain. Percaya tidak percaya, kebiasaan suka berpendapat dengan cara dan gaya sendiri dapat meningkatkan rasa percaya diri dalam melakukan berbagai hal, dan bisa juga merangsang daya berpikir dan kreativitas di berbagai hal. (T)