3 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

In Memoriam Sastrawan Gerson Poyk: “Kita Terasing di Bumi Subur Laut Kaya”

Riki Dhamparan PutrabyRiki Dhamparan Putra
February 2, 2018
inFeature

Gerson Poyk/Youtube

341
SHARES

SUATU hari di tahun 2012, Pak Gerson diantar putranya berkunjung ke kediaman saya di kompleks perumahan Jonggol, Cileungsi. Hujan deras ketika itu, saya menyongsongnya untuk membukakan pintu pagar dan membawakan payung.

“Sastrawan jaman sekarang pada mapan, ya. Punya rumah…” selorohnya mengomentari tempat tinggal saya. Saya jawab, ini rumah orang Opa, saya hanya mengontrak. Kami lalu banyak bercakap tentang banyak hal. Termasuk rencana kegiatan yang akan kami ikuti esok harinya. Kebetulan, saya dan Pak Gerson diundang untuk mengisi sebuah seminar budaya di kota Kupang.

Selain kami, panitia juga mengundang Putu Wijaya dan Radhar Panca Dahana. Kami membahas rencana keberangkatan itu dan kemudian ngobrol banyak hal soal perkembangan seni sastra di NTT. Ia menanyakan kepada saya beberapa nama orang muda yang ia dengar aktif menggerakkan seni sastra di wilayah itu. Saya menerangkan satu persatu.

Bahkan bukan hanya tentang generasi muda, tapi saya juga menjelaskan siapa-siapa dari kalangan tua di NTT yang masih konsisten mendukung aktivitas generasi muda itu. Saya sebutkan contohnya bapak DR.Felysianus Sanga yang menjadi guru besar di Undana, Kupang. Tentu saja ia gembira mendengar perkembangan itu.

Mungkin hampir tiga jam kami bercakap-cakap, hingga ia minta pamit. Sore keesokan harinya, kami bertemu pula di kota Kupang. Tanpa hujan deras tentu saja. Selagi Pak Putu Wijaya dan Radhar Panca Dahana beristirahat di penginapannya masing-masing, Pak Gerson kemudian mengajak saya berjalan kaki ke beberapa bagian kota Kupang.

Menurutnya, dari tampilan fisik, tidak banyak perubahan yang menonjol di kota itu, kecuali hotel dan cafe malamnya. Satu-satunya yang hilang, selorohnya, adalah tempat kencing yang aman di ruang terbuka. Tentu saja kami terkekeh-kekeh.

Tidak ada topik yang bisa luput dari perhatian Pak Gerson. Ia tipe sastrawan yang kompleks dan detail. Soal-soal strategi pembangunan yang salah banyak dikritiknya. Ia juga menaruh minat yang besar pada kearifan lokal sebagai modal pembangunan. Pembangunan yang tidak mengapresiasi kekayaan kearifan lokal, katanya, menciptakan keterasingan bagi masyarakatnya sendiri.

Ia mencontohkan pertanian berbentuk Lodok Lingko di Manggarai, Flores Barat. Yang pagar kebunnya cuma 20 meter tapi bisa melindungi kebun satu hektar. Tampilan artistiknya saja sudah estetika, berbentuk roda sepeda kalau itu kebun dan berbentuk sarang laba-laba kalau itu sawah. Dan ada juga kearifan budaya lokal berupa mamar pusaka yaitu kebun tanaman keras sehingga dapat disebut taman di Pulau Rote. Desa-desa di Indonesia, menurut Pak Gerson, seharusnya dibangun berdasarkan nilai-nilai yang seperti itu.

Ia sungguh menyesalkan, betapa jutaan bangsa ini terus terasing dari buminya yang subur dan lautnya yang kaya. Kakinya di bumi subur dan laut kaya tetapi kepalanya di padang pasir dan gurun es kutub. “Lihat saja jutaan manusia berbondong di kota-kota urban. Sehingga kata pakar, urbanisasi adalah setan.

Mau tanam apa di hutan beton? Jika seorang memiliki lahan (yang subur), dengan mengorek-ngorek tanah, dalam tiga atau empat bulan sudah ada ubi, sayuran, padi dan sebagainya. Mengapa mesti merantau jauh-jauh keluar negeri sehingga terhina sebagai budak (-upah)” lanjutnya lagi penuh semangat.

Dalam situasi keterasingan, orang kehilangan mimpi. Padahal tanpa mimpi kebangsaan yang kuat, orang tak bisa membangun kebangsaan yang kuat. Di situlah, menurut Pak Gerson sastra perlu berperan. Setiap sastrawan,katanya lagi, perlu keberanian membangun utopia dengan kejernihan hati nurani dan kegilaan estetika yang dimilikinya

“Sastra saya merupakan mimpi. I have a dream. Manusia Indonesia perlu sekali kembali kembali ke bumi subur laut kaya. Di sana tempat lahir beta, kata sebuah lagu. Di sana ada piring raksasa yang bernama kebun, sawah, bahkan hutan buah-buahan dan sebagainya. Transmigrasi raksasa dan modern perlu dilakukan oleh pemerintah kita. Desa-desa baru yang modern yang menjadi bagian dari kota-kota beranda yang menerima tamu-tamu ekonomi perlu diciptakan segera. Itulah mimpi saya, perjalanan menuju utopia on earth”

Dan ia konsisten dengan idealismenya yang semacam itu. Karya-karyanya merupakan jembatan ke wilayah yang ia sebut via regia, jalan utama yang membawa manusia ke alam ketidaksadaran (unconscious ). Novel atau cerpen yang realistis sekalipun, baginya merupakan perjalanan menuju mimpi utopis yang merupakan dinamika tersembunyi dalam dunia unconscious.

“Sastra, science, teknologi, ekonomi, politik, pembaruan sosial, semuanya digerakkan oleh intuisi kreatif yang datang dari bumi unconscious itu. Puisi lebih menunjukkan hal itu. Puisi lahir dari fibrasi intuisi kreatif yang dikandung dunia taksadar, bergetar melalui tangga-tangga taksadar, bawahsadar, bergerak ke negeri kesadaran rasional yang telah bergabung dengan imajinasi, perasaan, naluri dan kemerduan bunyi kata-kata sehingga lezat seperti rendang Padang atau gudeg Jogja.” papar Pak Gerson pada saya.

Tentu masih banyak lagi topik-topik yang kami perbincangkan selama kurang lebih tiga hari bersama di kota Kupang itu. Dan sungguh mengesankan, ia selalu bersemangat mendiskusikannya. Mungkin hal itu paralel dengan semangat menulisnya. Selama lima puluh tahun berkarya (1955 – 2012), Gerson Pyork telah menulis tidak kurang dari seratus judul buku.

Ia punya tumpukan kliping karyanya sendiri di rumah dan di Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin. Sampai hari tuaanya dan hingga ajal memanggilnya, ia masih aktif berkomunikasi dan berdiskusi dengan banyak orang, baik dari kalangan sastra, petugas partai, dan orang dari berbagai latar belakang ilmu. Semua hal ia ladeni.

Tak heran, kalau di perpustakaan pribadinya di rumahnya yang sederhana di kawasan Depok, buku-buku dari berbagai macam bidang ilmu berderet. Mulai dari buku-buku matematika milik anaknya yang jadi dosen di Universitas Indonesia, buku-buku filsafat, teologi, sosiologi, psikologi, sampai ke buku bacaan anak-anak.

Ia juga punya kamar kerja yang unik. Sebidang ruang yang terdiri dari sebuah meja tua dan bangku panjang yang ia buat sendiri. Konon, dulu ia sempat bercita-cita jadi tukang.Waktu masih sekolah dasar, ia suka ikut ayahnya membangun rumah tiang kayu dan dinding bambu, atap alang-alang. Ketika di Amerika, ia sempat berkunjung ke kampung halaman Thoreau di Walden Pond.

Ia ingin menjadi tukang seperti Thoreau. Ia bercerita bahwa tembok rumah induknya bergelombang karena semennya ditempelkan dengan tangan, dilempar ke susunan batako lalu digosok-gosok supaya rata tetapi tetap tak rata. Namun semennya banyak sehingga kuat sekali. “Namun tak sempurna. Ternyata perlu lama sekali waktu latihan, baru bisa seperti tukang sejati..” katanya pula.

Dan ke situ lah ia, kini, ke kesejatian itu. Ia sudah mendahului kita. Rumah yang semennya bergelombang itu, kini tentu akan berganti dengan rumah yang lebih tenang, lebih teduh dan abadi. Semoga, semoga. Selamat jalan sastrawan. Semoga apa yang engkau tinggalkan, dapat memberi inspirasi bagi kehidupan sastra Indonesia yang lebih baik di masa-masa depan. (T/RDP)

Jakarta 2017

 

Biodata dan Karya

Gerson Poyk dilahirkan di Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur, 16 Juni 1931. Peserta angkatan pertama dari Indonesia pada International Writing Program di Iowa University Amerika Serikat ini, memenangkan Hadiah Adinegoro pada 1985 dan 1986, dan SEA Write Award pada 1989. Novel dan kumpulan cerita pendeknya, antara lain: Hari-hari Pertama (1968), Sang Guru (1971), Matias Ankari (1975), Oleng-kemoleng & Surat-surat Cinta Rajaguguk (1975), Nostalgia Nusatenggara (1976), Jerat (1978), Cumbuan Sabana (1979), Seutas Benang Cinta (1982), Giring-giring (1982), Di Bawah Matahari Bali (1982), Requiem untuk Seorang Perempuan (1983), Anak Karang (1985), Doa Perkabungan (1987), Impian Nyoman Sulastri dan Hanibal (1988), Poti Wolo (1988).

Tags: BukuGerson Poykin memoriamsastra
Previous Post

Bedah Buku Rare Kumara: Kehilangan dan Realitas Sosial

Next Post

Seperti di Tampaksiring, Pura Mengening Ada juga di Payangan – Apakah itu Berhubungan?

Riki Dhamparan Putra

Riki Dhamparan Putra

Lahir di Padang, pernah tinggal di Bali, kini di Jakarta. Dikenal sebagai sastrawan petualang yang banyak penggemar

Next Post

Seperti di Tampaksiring, Pura Mengening Ada juga di Payangan – Apakah itu Berhubungan?

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Kita Selalu Bersama Pancasila, Benarkah Demikian?

by Suradi Al Karim
June 3, 2025
0
Ramadhan Sepanjang Masa

MENGENANG peristiwa merupakan hal yang terpuji, tentu diniati mengadakan perhitungan apa  yang  telah dicapai selama masa berlalu  atau tepatnya 80...

Read more

Seberapa Pantas Seseorang Disebut Cendekiawan?

by Ahmad Sihabudin
June 2, 2025
0
Syair Pilu Berbalut Nada, Dari Ernest Hemingway Hingga Bob Dylan

SIAPAKAH yang pantas kita sebut sebagai cendekiawan?. Kita tidak bisa mengaku-ngaku sebagai ilmuwan, cendekiawan, ilmuwan, apalagi mengatakan di depan publik...

Read more

Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

by dr. Putu Sukedana, S.Ked.
June 1, 2025
0
Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

LELAH dan keringat di badan terasa hilang setelah mendengar suaranya memanggilku sepulang kerja. Itu suara anakku yang pertama dan kedua....

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Terong Saus Kenari: Jejak Rasa Banda Neira di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Terong Saus Kenari: Jejak Rasa Banda Neira di Ubud Food Festival 2025

ASAP tipis mengepul dari wajan panas, menari di udara yang dipenuhi aroma tumisan bumbu. Di baliknya, sepasang tangan bekerja lincah—menumis,...

by Dede Putra Wiguna
June 3, 2025
Pindang Ayam Gunung: Aroma Rumah dari Pangandaran yang Menguar di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Pindang Ayam Gunung: Aroma Rumah dari Pangandaran yang Menguar di Ubud Food Festival 2025

UBUD Food Festival (UFF) 2025 kala itu tengah diselimuti mendung tipis saat aroma rempah perlahan menguar dari panggung Teater Kuliner,...

by Dede Putra Wiguna
June 2, 2025
GEMO FEST #5 : Mahasiswa Wujudkan Aksi, Bukan Sekadar Teori
Panggung

GEMO FEST #5 : Mahasiswa Wujudkan Aksi, Bukan Sekadar Teori

MALAM Itu, ombak kecil bergulir pelan, mengusap kaki Pantai Lovina dengan ritme yang tenang, seolah menyambut satu per satu langkah...

by Komang Puja Savitri
June 2, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co