HARAP-HARAP cemas, mungkin itu yang sedang dirasakan sekitar 1.200 pelamar yang ikut tes untuk dikontrak jadi guru kelas dan guru penjas di sekolah dasar di Kabupaten Karangasem. Menunggu hasil pengumuman layaknya seperti menunggu balasan usai “menembak” atau menyatakan cinta kepada seorang gadis yang amat kita cintai.
Apalagi ketika jawaban yang sangat kita harapkan ditunda-tunda oleh sang gadis, wah, hati jadi penasaran. Tidur gak nyenyak, makan gak enak (apalagi jika lauknya ikan asin yang gosong). Lebih-lebih kita sudah mesesangi (nazar) di sana-sini.
Pada hari-hari musim hujan saat ini, mungkin hal itulah yang dirasakan oleh para pelamar calon guru yang ada di Karangasem. Pengumuman yang awalnya hendak diumumkan tanggal 27 Januari 2017, kemudian diundur menjadi tanggal 30 Januari 2017. Sayangnya, pengumuman itu diundur lagi sampai batas waktu yang tidak ditentukan.
Apa yang terjadi ya? Coba tanyakan pada pohon yang bukan hanya bergoyang, tapi sempoyongan, karena dihempas angin deras sasih kawulu.
Diundurnya pengumuman yang seharusnya dilaksanakan pada tanggal 27 Januari, kemungkinan karena adanya pengunduran tes tulis dan praktek yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Karangasem. Te situ seharusnya dilaksanakan pada tanggal 17 Januari diundur menjadi tanggal 20 Januari 2017.
Menurut surat edaran, penundaan tes tersebut karena turunnya rekomendasi dari DPRD untuk melakukan penundaan sementara. Alasannya alasan terkait masalah kepegawaian dan pendidikan di Kabupaten Karangasem. Disebutkan, proses penundaan dilaksanakan demi untuk mewujudkan transparansi sampai dengan adanya keputusan Pansus DPRD.
Wah, kalau urusannya sampai ke DPRD, memang akan jadi ruwet. Niat Bapak/Ibu wakil rakyat itu mungkin baik, tapi prosesnya bisa jadi rumit akibat digoyang angin politis.
Sejak beberapa hari belakangan ini, saya banyak menemukan para calon guru yang mondar-mandir di Dinas Pendidikan Kabupaten Karangasem. Mereka tak sabar ingin melihat pengumuman hasil tes mereka. Keluhan mereka kadang terdengar seperti umpatan yang ditahan, karena hingga larut malam pengumuman belum ditempel di papan.
Bahkan ada dari mereka yang sampai 3-4 kali datang ke Dinas Pendidikan untuk melihat pengumuman. Tidak sedikit dari mereka mulai berfikir negatif tentang tes ini. Ada yang bilang, tentu saja dengan sangat perlahan, “pegedenin sesari mare je lulus (lebih banyak isi sangu baru bisa lulus)”. Ada juga yang bilang “nu meeduman (masih bagi-bagi)”. Dan yang paling menggelitik di telinga saya adalah kalimat “yen be ade ngisiang, sambil ngibing ngidaang (kalau sudah ada yang pegang, sambil joged pun bisa)”.
Omongan bernada negatif itu tentu saja diragukan kebenarannya. Itu semata keluar sebagai ungkapan kegelisahan dan ketidakpuasan atas ditunda-tundanya jadwal pengumuman. Konon penundaan dilakukan demi terciptanya transparansi, namun justru penundaan itulah yang dicurigai bisa menimbulkan kesan tak adanya transparansi dalam tes guru itu.
Hal-hal inilah yang seharusnya dipikirkan oleh pemerintah (bukan maksud menggurui lho, ya). Karena secara tidak langsung mereka sudah berfikir bahwa ada sesuatu yang tak beres di seputaran pengambil keputusan di atas sana. Kepercayaan masyarakat kian mulai menurun. Setidaknya pamerkanlah satya wacana, meski kapah-kapah, agar kepercayaan masyarakat masih tetap terjaga terhadap kinerja pemerintah. Sesekali tak apalah diundur. Tapi jika pengunduran dilakukan berkali-kali? Apa masih mungkin masyarakat akan percaya?
Malang sekali nasib guru-guru kita, setelah tes tulis yang diundur, kini giliran pengumuman kelulusannya yang diundur sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Pengunduran ini tentu saja membuat para pelamar harap-harap cemas. Selain menunggu hasil tes, pelamar juga bertanya-tanya ada apa dengan pengunduran pengumuman tersebut?
Ini memang seperti penantian cinta yang belum terbalaskan. Padahal gadis itu sudah kita “tembak” dalam waktu yang cukup lama, namun si gadis menunda-nunda memberi jawaban. Bagaimana pun hasilnya, meski ditolak misalnya, pastilah membuat kita lebih lega, ketimbang jawabannya digantung, ditunda-tunda, yang membuat kita buduh paling, uyeng-uyengan. (T)