9 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Thukul dan Paradoks Kata-kata

Raudal Tanjung BanuabyRaudal Tanjung Banua
February 2, 2018
inEsai

Foto: Ist

19
SHARES

HILANGNYA penyair Wiji Thukul tidak membuat hal-ihwal menyangkut dirinya ikut lenyap. Justru ia makin mengendap di memori kolektif kita. Fisik-wadag-nya boleh saja sudah tak terlihat di pentas-pentas kampung, di komunitas-komunitas pinggiran atau arena massa, ketika dulu ia menyair dalam kesumpekan rezim Orba.

Kita tahu, senjakala kekuasaan rezim tertua di Asia Tenggara ini, diwarnai penculikan para aktivis, dan Wiji Thukul adalah salah satu mangsanya. Ia beserta sejumlah korban lainnya sampai saat ini masih berstatus sebagai “orang hilang”, meski rezim terus berganti, status itu tetap tak terganti.

Namun, selain namanya harum, hal lain yang muncul pasca-hilangnya Thukul ialah suara-suara kritis dalam karyanya. Puisi-puisinya terus mencuat di arena massa, tak bisa dibendung, persis baris paling populer darinya, “hanya ada satu kata: lawan!”

Puisinya lalu terbit secara lengkap dan yang belum terpublikasi lantas beredar luas. Buku kumpulan puisinya terbit secara anumerta, Aku Ingin Jadi Peluru (Indonesia Tera, 2000) dan majalah Tempo pernah membuat sisipan puisi yang ditulis Thukul selama pelarian.

Di luar karyanya sendiri, juga ada karya orang lain atau “para pihak” [sich!] yang didedikasikan untuk Thukul. Saya ingat, malam sebelum gempa besar menggoncang Yogya dan Klaten, 2006, para pecinta sastra dan aktivis menggelar acara mengenang Thukul di Galeri ISI Yogyakarta. Mbak Sipon, istri Thukul, hadir menyampaikan orasinya, dan Nganthi Wani membacakan puisi bapaknya.

Acara serupa tentu banyak untuk disebutkan.Pada awal 2017 ini, muncul sebuah film yang berangkat dari, dan didedikasikan untuk, sosok Wiji Thukul. Film itu ialah Istirahatlah Kata-kata, sutradara Yosep Anggi Noen.

***

Tapi tunggu dulu. Dua judul di atas, saya rasa kontras dengan sosok Wiji Thukul. Pada buku Aku Ingin Jadi Peluru, rasanya kok kurang pas Wiji Thukul justru ingin jadi peluru (yang notabene simbol militerisme). Bukankah selama ini ia menolak militerisme? Saya tidak tahu apakah judul bukunya itu berasal dari salah satu puisi si penyair atau pemberian penyunting atawa penerbit.

Lalu, pada Istirahatlah Kata-kata, saya merasa belum saatnya. Kata-kata masih dibutuhkan untuk terus tegak-berjaga di tengah kemaruknya situasi yang tidak kunjung membaik pasca ambruknya Orba. Apalagi kata-kata dalam konteks puisi Wiji Thukul yang kritis dan sarat perlawanan, pastilah tidak mengenal kata istirahat apalagi tidur.

Menjamurnya puisi-puisi cinta, kafe dan hujan belakangan ini, bukankah karena kata-kata sudah minta istirahat dan bobok sebelum waktunya? Sudah menuai sebelum khatam menanam? Belum dalam mengenal tekstur kertas lalu meraba mulus layar gadget lalu meluncurkan buku puisi yang isinya masih terkantuk-kantuk?

Namun karena ini berlangsung di tataran kesenian yang memiliki ambigusitas, tafsir dan arbitrasi, saya cobalah untuk belajar memahami. Jangan-jangan peluru yang dimaksud di sini adalah kata-kata yang secepat dan setajam peluru. Setidaknya semangat Reformasi 98 setara dengan vitalitas Chairil Anwar pada masa Revolusi 48 yang bilang “Aku ini binatang jalang…Biar peluru menembus kulitku…Aku tetap meradang, menerjang…”

Bisa pula peluru dimaknai sebagai amunisi rakyat, alat pertahanan negara (baca: alutsista) yang dibeli dengan pajak rakyat, karena itu jangan hamburkan sembarangan, apalagi buat nembak rakyat sendiri. Tembaklah sasaran yang tepat, setepat kata-kata dalam puisi gugat.

Kemudian Istirahatlah Kata-kata, saya pikir-pikir akhirnya juga tak salah. Kadang di tengah semua orang sudah pandai berkata-kata, tak hanya lewat lisan, juga tulisan yang tayang di medsos, yang penuh sesak, kata-kata sejati memang saatnya menyisih, mengambil ruang sunyi, jeda. Toh penyair juga manusia, butuh tidur atau mengaso.

Ini juga dilakukan Wiji Thukul. Tak lama setelah penyair pelo itu dinyatakan hilang, saya pernah berkunjung ke rumahnya di Solo, bertemu istrinya, Mbak Sipon. Mbak Sipon cerita, waktu Thukul dalam pelarian, ia masih sempat pulang dan sehari-hari ngendon di kamar, membaca dan istirahat—semacam jeda istimewa.

Ketika menjadi buruh pabrik, hari liburnya juga diisi dengan tamasya sederhana dengan keluarganya. Lebih dari itu, ketika wawancara saya untuk Jurnal Selarong berlangsung, Mbak Sipon saya lihat cukup tenang dan tak sungkan tertawa. Rasa sedihnya hanya terlihat sesekali, selebihnya ia tampak biasa, seolah ia sedang jeda dari situasi yang kalut atas hilangnya suami tercinta.

***

Kini, film Wiji Thukul—satu-satunya film tentang penyair Indonesia, setahu saya, setelah film Chairil Anwar yang digarap Sjumandjaja gagal—hadir di hadapan kita semua. Saya tidak tahu apakah kita nanti akan mendapati gairah percintaan Neruda dan romansa Chili seperti dalam film Il’postino, misalnya.

Apakah Hilmar Farid, rekan Thukul di Jaker, yang kini jadi Dirjen Kebudayaan dihadirkan? Juga Budiman Sudjatmiko, rekan separtai-se-PRD yang kini jadi wong parlemen dan sibuk mengurus undang-undang desa. Atau Halim HD, orang yang setia mendampingi Thukul di komunitas pinggiran dan sampai sekarang masih tetap setia tegak di pinggir? Apakah ada Fajar Merah dan Wani, sepasang buah hati Thukul yang paling terpukul dalam realitas hidup sehari-hari, pun Mbak Sipon?

Saya belum tahu. Saya menunggu diputar perdana nanti bertepatan dengan—kebetulan—hari lahir saya, 19 Januari. Tapi saya tahu sedikit tentang pelakon utamanya, yakni Gunawan “Cindhil” Maryanto. Nah, terhadap sosok pelakon ini, beberapa waktu lalu saya sempat membuat status di laman facebook saya. Izinkan saya kutip saja seutuhnya.

“Entah kenapa sy suka membayangkan (dan membandingkan) andik vermansyah dg gunawan ‘cindhil’ maryanto, terutama sepanjang timnas indnesia berlaga di aff suzuki ’16. Lebih krn kemiripan postur tubuhnya, keduanya memiliki keuletan dlm profesinya masing2. Andik di sepakbola, cindhil di kesenian. Keduanya punya skill personal yg mumpuni, sekaligus kuat dlm kerja kolektif.

Andik lincah n ciamik mngolah si kulit bundar, cindhil kreatif mengolah gerak n kata. Andik bbrapa kali ikut mmbela timnas hingga cidera di leg pertama final, cindhil dg ‘tim’ garasi-nya mmbwa karya2nya dlm brbagai forum/iven intrnsional (jika kita sepakat bhwa olahraga n kesenian sama pentingnya bagi bangsa).

Tak kalah menarik adalah proses kedua sosok ini yg relatif hening, jauh dari sorak, tp setapak demi setapak menuai hasil. Ketika sepakbola tanah air gonjang-ganjing, terutma saat dibekukan, andik ttp brthn di klub, sampai ia dipinang salah satu klub di jepang, lalu di selangor.

Cindhl bertahun2 mengembngkan diri di teater mnempuh masa2 sulit, sambil prlahan mengolah potensinya di sastra, dan dg kesabarn seorang aktor pula, baru era skrg ia main di film yg aktingnya sbi wiji thukul dipuji bnyak org. Artinya, utk ke sstra n film cindhl jalan brtahap, meski sedari awal teater amat dkt dg sstra n sinema dan peluangnya trbuka.

Demikianlah, andik n cindhil dua sosok yg layak diapresiasi (mewakili apresiasi atas yg lain) saat timnas siap brlaga lawan thailand nanti malam, saat kesenian n kebudayaan indnesia bergulat dg gencarnya serbuan imprealisme dan primordialisme ‘estetika’ dari mana2…semoga timnas brjaya, hiduplah kesenian kita!”

Meski kedua sosok ini, Cindhil dan Andik, banyak kesamaannya, tapi jangan sampai anda salah tujuan. Kalau mau nonton Andik, datanglah ke stadion (saat ini hanya beredar di Malaysia), kalau mau nonton Cindhil datanglah beramai-ramai ke bioskop kesayangan anda (mudah-mudahan beredar di seluruh Indonesia). Selamat menyaksikan! (T)

 

Tags: filmGunawan MaryantoPuisisastrawiji thukul
Previous Post

Denpasar Punya Badan Kreatif, Buleleng dan Tabanan Boleh Iri

Next Post

Ake Buleleng: “Sing Ngamah Ulian Cai”

Raudal Tanjung Banua

Raudal Tanjung Banua

Lahir di Sumatera Barat, pernah merantau ke Bali dan kini tinggal di Yogyakarta. Menulis cerpen dan puisi sembari mengelola Komunitas Rumah Lebah, Penerbit Akar Indonesia, dan Jurnal Cerpen Indonesia.

Next Post

Ake Buleleng: “Sing Ngamah Ulian Cai”

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

ORANG BALI AKAN LAHIR KEMBALI DI BALI?

by Sugi Lanus
May 8, 2025
0
PANTANGAN MENGKONSUMSI ALKOHOL DALAM HINDU

— Catatan Harian Sugi Lanus, 8 Mei 2025 ORANG Bali percaya bahkan melakoni keyakinan bahwa nenek-kakek buyut moyang lahir kembali...

Read more

Di Balik Embun dan Senjakala Pertanian Bali: Dilema Generasi dan Jejak Penanam Terakhir

by Teguh Wahyu Pranata,
May 7, 2025
0
Di Balik Embun dan Senjakala Pertanian Bali: Dilema Generasi dan Jejak Penanam Terakhir

PAGI-pagi sekali, pada pertengahan April menjelang Hari Raya Galungan, saya bersama Bapak dan Paman melakukan sesuatu yang bagi saya sangat...

Read more

HINDU MEMBACA KALIMAT SYAHADAT

by Sugi Lanus
May 7, 2025
0
HINDU MEMBACA KALIMAT SYAHADAT

— Catatan Harian Sugi Lanus, 18-19 Juni 2011 SAYA mendapat kesempatan tak terduga membaca lontar koleksi keluarga warga Sasak Daya (Utara) di perbatasan...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
Khas

Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng
Khas

“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

DULU, pada setiap Manis Galungan (sehari setelah Hari Raya Galungan) atau Manis Kuningan (sehari setelah Hari Raya Kuningan) identik dengan...

by Komang Yudistia
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

May 3, 2025
Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

May 3, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co