1 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

“Ngidu di Bungut Paon”: Dialog Masa Lalu dan Nikmat “Sambel Matah”

Made NurbawabyMade Nurbawa
February 2, 2018
inOpini

Foto: Ole

35
SHARES

DULU, bagi warga desa-desa di Bali kebiasaan “ngidu di bungut paon”, jadi rutinitas tak resmi setiap pagi, sebelum sarapan, sebelum ke sawah-ladang. Kini kegiatan itu semakin jarang dilakukan, bahkan mungkin sudah punah.

Perubahan itu terjadi cukup cepat sejak munculnya kompor dengan bahan bakar gas (tabung LPG). Akibatnya, alat dan cara memasak masyarakat di desa tentu saja banyak berubah. Awalnya menggunakan tungku kayu bakar lalu beralih menggunakan kompor gas.

Tungku bukan lagi alat memasak utama. Dengan begitu, tempat ngidu otomatis tidak ada lagi.

Ngidu adalah aktivitas duduk-duduk untuk menghangatkan tubuh dekat bungut paon atau tungku perapian di dapur. Ngidu biasanya dilakukan pagi hari saat udara terasa dingin dan penuh embun. Di daerah pegunungan pada bulan-bulan tertentu ngidu sering juga dilakukan sore atau malam hari. Biasanya dilakukan sambil memasak air, menanak nasi, atau sembari ngobrol santai minum ngopi.

Ngomong-ngomong soal ngidu, sebenarnya tidak hanya sebatas urusan menghangatkan tubuh di dekat tungku perapian tetapi juga mengandung banyak pengetahuan sosial budaya, spirit bahkan beragam peristiwa. Saat ngidu sesekali kita juga nulukan saang (memasukkan kayu bakar ke tungku) agar nyala api tetap konstan dan tidak mengeluarkan banyak asap.

Jika kita mendengar cerita bara api (baleman) atau tungku tradisional, maka itu identik dengan aktifitas warga memasak makanan di dapur. Jadi, cerita tunggku sangat dekat dengan urusan pangan.

Ciri khas memasak dengan tungku biasanya dari atap dapur warga keluar kepulan asap halus bercampur bau masakan yang khas. Asap halus yang keluar (mekedus) dari dapur warga merupakan kode sosial dan budaya. Terbukti di kalangan masyarakat Bali ada istilah “pang kuwala mekedus bungut paone” yang berarti “sekadar bisa masak” atau “sekadar bisa makan”.

Ungkapan “pang kuwala mekedus bungut paone” dalam kehidupan sosial budaya masyarakat Bali sudah lama digunakan dan membudaya karena urusan pangan untuk diri sendiri maupun keluarga adalah hal mendasar dan menjadi kebutuhan sehari-hari. Karena urusan pangan sangat mendasar, maka urusan pangan memiliki dimensi sangat luas baik secara ideologi, ekonomi, politik, sosial budaya, maupun ketahanan keamanan di dalam komunitas bahkan negara.

Kembali ke soal ngidu, walau dilakukan dalam suasana santai saat ngidu kita juga perlu konsentrasi. Tangan kita harus aktif menggeser, menambah atau memasukkan kayu bakar ke tungku (nulukan saang) atau meniup bara dengan semprong agar api menyala. Bahkan sering tangan kita menghitam karena menyentuh jelaga dandang, panci, payuk atau saat mengambil sepit (alat penjepit).

Nyala api dalam tungku harus dikendalikan setiap saat agar panas/besarnya api sesuai kebutuhan. Sehingga saat ngidu apalagi sambil memasak dengan tungku pasti lebih sulit memegang HP apalagi sambil menulis status di media sosial. Bedalah jika memasak dengan kompor gas.

Demikian juga saat nulukan saang, kita seolah-olah diingatkan dengan kata “tuluk” yaitu istilah yang digunakan komunitas subak. Satu “tuluk” sama dengan satu “kecoran” yaitu satuan pembagian air dari saluran air utama (temuku) sebelum menuju pematang sawah.

Besar kecilnya kecoran tergantung luasan sawah (ayahan) yang dihitung berdasarkan ketekan jari tangan. Sehingga di balik kata “tuluk” mengandung makna keadilan, pemerataan, keberlanjutan dan kemakmuran. Dengan sendirinya sawah, air, padi, beras, dan tungku di dapur adalah komponen hidup yang berhubungan lurus. Jadi, memasak dengan tungku tradisional di desa-desa memiliki dimensi yang sangat luas.

Tungku tidak saja untuk ngidu atau memasak, biasanya di atas tungku ada langatan, yaitu semacam tempat atau rak yang terbuat dari anyaman bambu. Langatan biasa digunakan untuk menaruh barang atau mengawetkan daging, biji-bijian/benih atau kayu bahan untuk membuat alat pertanian seperti tangkai sabit atau cangkul. Ruang di atas tungku tersebut lumrah disebut punapi.

Istilah “punapi” mungkin berasal dari dua kata “puwun” dan “api” yang kira-kira berarti “panas/dipanaskan dengan api”. Karena diucapkan dengan cepat maka menjadi “punapi”. Misalnya “urutan megantung di punapi” yang berarti daging/sosis ada di atas tungku.

Dalam bahasa Bali “punapi” juga berarti kata tanya. Misalnya “Punapi gatra?”, yang berarti “apa kabar?”. “Punapi” bisa juga berarti “gimana/bagaimana”. Misalnya “yening arsa tiang jagi nyarengin, punapi?. Artinya “kalau berkenan saya akan menemani, bagaimana?”

Jadi, saat “ngidu di bungut paon” seolah-olah kita diajak atau diingatkan untuk selalu bertanya tentang sesuatu yaitu; dimana, dari mana dan mau ke mana?

Dalam kehidupan sosial budaya pertanyaan itu bisa mengarah pada bentuk kepedulian atau perenungan. Karena ada pertanyaan pasti akan muncul jawaban. Sehingga lumrah saat duduk “ngidu di bungut paon” pasti akan terjadi “dialog terbatas” alias tanya jawab dengan anggota keluarga.

Jangan salah banyak urusan rumah tangga, pakraman atau pekerjaan dibahas tuntas di bungut paon. Sehingga “paon” memiliki fungsi sosial yang sangat mendasar dalam menjaga kerukunan dan rasa kesatuan dan persatuan bangsa dan negara mulai dari lingkungan keluarga.

Menurut seorang warga, sebut saja namanya Putu Leong dari Penebel Tabanan, berkurangnya penggunaan tungku kayu bakar di desa-desa sepertinya berdampak langsung terjadinya banjir bandang saat musim hujan, karena ranting kayu atau bambu kering yang ada di kebun atau perumahan penduduk yang dulunya dipunguti untuk kayu bakar kini tergeletak begitu saja.

Saat hujan lebat atau banjir, berkubik-kubik ranting kayu dan bambu kering tersebut hanyut ke sungai atau selokan lalu menyumbat/membendung aliran air dalam volume besar. Ketika sumbatan air pecah terjadilah banjir bandang yang menyebabkan tanah di pinggir sungai atau selokan jebol atau longsor tergerus air bah. Menurut Leong, di beberapa titik terbukti ada ruas jalan yang berada di pinggir parit atau sungai jebol saat hujan lebat.

Sedangkan di desa lain seorang warga ada menyebut, berkurangnya penggunaan tungku kayu bakar di desa-desa menyebabkan nyamuk berkembang pesat di perumahan penduduk, karena tidak ada lagi kepulan asap di lingkungan rumah. Entahlah apakah hal itu ada hubungannya dengan mewabahnya gejala demam berdarah yang belakangan sering terjadi di desa-desa.

Pantaslah dulu masyarakat di desa-desa punya kebiasaan membakar sampah atau sesuatu di dekat rumah atau membuat “tabunan” (bara api) agar keluar asap. Mungkin tujuannya untuk mengusir nyamuk, serangga atau binatang berbahaya lainnya agar tidak berada di sekitar rumah.

Begitulah alam selalu berada dalam dua sisi yang saling menyeimbangkan, setiap perubahan pasti akan menciptakan dampak yang menurut masing-masing orang bisa dirasakan positif dan negatif, padahal sesungguhnya semua adalah sesuatu yang alami (natural). Tinggal bagaimana kita bisa mengelola perubahan dengan kesadaran.

Dalam kesadaran budaya tidak masalah melakukan perubahaan dalam pengelolaan alam sepanjang perubahan itu tidak dimaksudkan untuk menghilangkan atau bertentangan dengan spirit, unsur-unsur, atau sifat alami dari alam itu sendiri (panca maha bhuta). Mungkin itu yang dimaksud mengelola alam yang bernafaskan “Tri Hita Karana”.

Menurut Leong lagi, tungku tradisional paling bagus digunakan untuk membuat lengis tandusan (nandusin) yaitu membuat minyak kelapa dengan cara tradisional. Di desa-desa tungku tradisional masih dipertahankan oleh warga karena sangat berguna saat nandusin. Sehingga tungku tradisional adalah komponen penting industri rumahan untuk membuat lengis tandusan.

Usaha lengis tandusan tetap eksis salah satunya karena lengis tandusan sangat enak untuk campuran sambel matah, yaitu sambel yang dibuat dari campuran bawang dan cabe mentah yang dicampur dengan minyak kelapa tradisional, bukan minyak kelapa pabrikan. Makan nasi dengan sambel matah akan jauh terasa nikmat. (T).

Tags: baligaya hiduppanganTradisi
Previous Post

Masa Depan Kekuasaan Preman di Negeri Kita

Next Post

Halo Penyair, Ini Undangan Nulis Puisi dari Festival Puisi Bangkalan 2

Made Nurbawa

Made Nurbawa

Tinggal di Tabanan dan punya kecintaan yang besar terhadap tetek-bengek budaya pertanian. Tulisan-tulisannya bisa dilihat di madenurbawa.com

Next Post

Halo Penyair, Ini Undangan Nulis Puisi dari Festival Puisi Bangkalan 2

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

by dr. Putu Sukedana, S.Ked.
June 1, 2025
0
Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

LELAH dan keringat di badan terasa hilang setelah mendengar suaranya memanggilku sepulang kerja. Itu suara anakku yang pertama dan kedua....

Read more

Google Launching Veo: Antropologi Trust Issue Manusia dalam Postmodernitas dan Sunyi dalam Jaringan

by Dr. Geofakta Razali
June 1, 2025
0
Tat Twam Asi: Pelajaran Empati untuk Memahami Fenomenologi Depresi Manusia

“Mungkin, yang paling menyakitkan dari kemajuan bukanlah kecepatan dunia yang berubah—tapi kesadaran bahwa kita mulai kehilangan kemampuan untuk saling percaya...

Read more

Study of Mechanical Reproduction: Melihat Kembali Peran Fotografi Sebagai Karya Seni yang Terbebas dari Konvensi Klasik

by Made Chandra
June 1, 2025
0
Study of Mechanical Reproduction: Melihat Kembali Peran Fotografi Sebagai Karya Seni yang Terbebas dari Konvensi Klasik

PERNAHKAH kita berpikir apa yang membuat sebuah foto begitu bermakna, jika hari ini kita bisa mereproduksi sebuah foto berulang kali...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Pramana Experience Luncurkan Rasayatra Edisi Kedua: Manjakan Indera, Sentuh Kesadaran Historis — Koneksi Tamu, Tradisi, Waktu
Panggung

Pramana Experience Luncurkan Rasayatra Edisi Kedua: Manjakan Indera, Sentuh Kesadaran Historis — Koneksi Tamu, Tradisi, Waktu

HUJAN itu mulai reda. Meski ada gerimis kecil, acara tetap dimulai. Anak-anak muda lalu memainkan Gamelan Semar Pagulingan menyajikan Gending...

by Nyoman Budarsana
June 1, 2025
Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025

MEMASUKI tahun ke-10 penyelenggaraannya, Ubud Food Festival (UFF) 2025 kembali hadir dengan semarak yang lebih kaya dari sebelumnya. Perayaan kuliner...

by Dede Putra Wiguna
May 31, 2025
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co