“Eh kamu udah selesai bikin tugas itu blum?”
“Ya ampun… aku belum buat apa-apa, nyentuh pun belum sempet!”
Kata-kata seperti ini sangat tak asing terdengar di kalangan mahasiswa yang tidak dapat dipisahkan dari tugas. Tentu saja tugas kuliah. Setiap waktu pasti ada saja hal-hal yang harus dicari untuk memenuhi kewajiban seorang mahasiswa. Dalam proses pembuatan tugas itulah kata-kata di atas sangat sering terucap dari orang-orang yang pelit untuk berbagi ilmu.
Hayoo, siapa yang punya temen seperti itu? Atau adakah di antara kita yang melakukan hal itu? Ngakunya belum buat tugas tapi ternyata, taraaaaaa….. bahkan jauh jauh hari sudah selesai, tetapi tidak ingin memberitahu teman lain, bahkan dengan sengaja membuat kesan bahwa kita sama santainya dengan mereka. Tugasnya sudah sip, bilang ke teman belum bikin apa-apa.
Entah apa manfaat dari kebohongan model seperti ini. Kebohongan yang sebenarnya tidak memberi banyak manfaat namun sebaliknya sangat merugikan diri sendiri dan orang lain.
Ada beberapa kemungkinan kenapa mahasiswa melakukan kebohongan seperti ini.
Pertama, takut ditanya tentang jawaban oleh teman-teman. Lebih takut lagi jika teman yang diberi jawaban akhirnya mendapat nilai lebih besar dari nilai yang diperoleh sendiri.
Kedua, tak ingin ide disamakan dengan yang lain. Karena jika itu terjadi dirinya tak akan menonjol di kelas.
Ketiga, agar dianggap setia kawan dengan yang lain karena sama-sama belum mengerjakan tugas.
Namun apapun alasan yang dibuat, hal ini sebenarnya dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. Mengapa diri sendiri?
Ya, karena ketika kita melakukan kebohongan seperti itu secara terus menerus, teman-teman di sekeliling kita cepat atau lambat pasti akan menyadari hal tersebut. Entah karena gerak-gerik kita yang mencurigakan atau sesekali tertangkap basah telah menyelesaikan tugas.
Jika sekali saja teman di sekeliling sudah mengetahui kebohongan tersebut, maka seterusnya mereka tak akan pernah percaya pada kita.
Tentu hal ini bukanlah hal yang baik untuk diri kita karena setiap perkataan yang kita ucapkan akan cenderung dianggap sebagai sebuah kebohongan dan dicap sebagai seorang pembohong dan pelit akan ilmu.
Mengapa merugikan orang lain?
Karena tanpa disadari melakukan kebohongan seperti itu dapat menjerumuskan teman kita ke hal-hal yang bisa dikatakan tak baik. Contohnya, si A, mahasiswa dengan otak pas-pasan di kelas bertanya apakah B sudah menyelesaikan tugas atau belum. Lalu B berbohong dengan menjawab belum sama sekali dan seolah-olah membuat image dirinya punya otak sama pas-pasan dengan teman yang bertanya.
Setelah mengatakan hal tersebut, A merasa tenang karena ia berfikir kalau ada teman yang sama dengannya yang belum mengerjakan tugas. Si A pun bersantai dan cenderung tak terlalu berfikir untuk membuat tugas tersebut. Namun tiba-tiba dosen meminta seluruh mahasiswa mengumpul tugas mereka sore hari pada hari itu juga.
Benar saja, B sudah sangat siap dengan tugasnya padahal baru saja ia mengatakan bahwa ia samasekali belum mengerjakan tugas tersebut. Namun hasil tugasnya sangatlah apik dan terlihat sudah lama dikerjakan.
Apa yang terjadi? Si A tergesa-gesa mengerjakan tugas tersebut dan hasilnya sangat tidak maksimal. Ia pun mendapat sindiran pedas dari dosen. Dalam hal ini, kita memang tidak bisa menyalahkan B sepenuhnya. Namun jika saja ia tak berbohong, bukankah A juga akan memacu dirinya untuk membuat tugas. Dan hal-hal yang tak diinginkan mungkin tak akan terjadi pada Si A.
Itulah salah satu contoh yang bisa saja ditimbulkan karena kebohongan tersebut.
Kesimpulannya, untuk apa melakukan kebohongan yang dapat merugikan diri kita sendiri dan orang lain? Bukankah berbagi itu indah? Berbagi bukan berarti memberi jawaban sepenuhnya tentang sebuah tugas, tapi berbagi juga bisa berarti berbagi ilmu berdasarkan tugas yang telah kita selesaikan.
Jika memang tidak ingin kerja keras ditiru oleh teman, cukup memberitahu mereka dengan baik maka mereka pun akan mengerti dan berusaha mengerjakannya sendiri. Jadi, berusahalah untuk jujur dalam hal ini.
Jika memang “sudah” katakan sudah, jika memang “belum” katakan belum. Jangan yang “sudah” dikatakan belum. Karena seperti orang-orang bilang; kata-kata adalah doa. Siapa tahu, apa yang sebenarnya sudah selesai jadi ada saja kurangnya, karena kita selalu berpura-pura bodoh dan berkata belum, belum dan belum. (T)