MELIHAT pendidikan Indonesia memasuki milineum ketiga, ketika teknologi digital melahirkan generasi baru (generasi Y), makin kentara paradoks dunia pendidikan, biang kerok stagnasi pendidikan bangsa, yaitu guru sisa milinium kedua (generasi X).
Pradoks ini tentu segera berakhir dengan sendirinya ketika semua guru tua pensiun dan kita amat terlambat menyadarinya. Pada saat itu, guru dan siswa, generasi sezaman dengan satu visi masa depan. Saat itu terjadi, tidak ada lagi tarik ulur antara guru status quo dan guru muda inovatif.
Persoalan mendasar pendidikan, adanya paradoks guru status quo dan guru anggkatan baru, muda, dan inovatif. Jumlah mereka yang muda belum seberapa sehingga dikalahkan oleh dominasi guru dekade 1970-an s.d. 1990-an.
Generasi guru angkatan tua berkuasa di sekolah, menarik garis pembeda dan memelihara keangkuhan senioritas terhadap guru angkatan baru yang dipandang bau kencur atau guru kemarin sore. Mereka mengagungkan masa silam dan menolak masa depan, mengritik pedas guru generasi android yang katanya tidak bisa mengormati guru senior.
Jangankan guru angkatan muda, bau kencur, kemarin sore, pemerintah saja tidak berdaya atau kehabisan akal menghadapi guru angkatan tua. Banyak kebijakan pendidikan dimentahkan atau ditolak, seperti Kurikulum 2013, penelitian guru, inovasi pembelajaran, berbagai pelatihan guru dalam rangka meningkatkan kualitas. Pemerintah tidak mampu berbuat banyak.
Dalam kasus tunjangan sertifikasi guru misalnya, negara menggelontorkan anggaran yang sangat besar untuk gaji, namun pemerintah tidak bisa berbuat apa. Gaji tambahan bagi guru tidak mampu meningkatkan kualitas pendidikan. Namun begitu adanya, mereka menilai berhak dengan gaji tinggi.
Pendidikan bangsa dikuasai oleh guru angkatan tua, memilih status quo dari aspek pengetahuan dan pedagogi. Perubahan atau inovasi bagi mereka hanyalah buang waktu dan tidak perlu karena apa yang berjalan sudah baik.
Guru angkatan tua selalu mencurigai perubahan pendidikan dan inovasi. Sangat sulit terjadi perubahan pendidikan sesuai harapan pemerintah dan perkembangan pendidikan internasional. Demikianlah kurang lebih potret guru angkatan tua yang ambil bagian mencipta wajah bangsa, wajah Indonesia hari ini.
Ketika guru angkatan tua sudah pensiun maka fajar baru pendidikan Indonesia menyingsing. Sekolah Indonesia dipenuhi guru angkatan baru. Kebijakan pendidikan yang ditawarkan oleh pemerintah tidak terhadang hambatan struktural.
Pada masa ini, guru generasi android yang memiliki visi sama dengan visi hidup siswa dan visi negara, misalnya mengukuhkan daya saing dan kehormatan tanah air. Tidak ada lagi paradoks, guru angkatan tua pemuja masa silam dan guru muda inovatif.
Guru-guru dengan visi dunia global, sejalan trend pendidikan dunia. Kemudahan dan keadilan teknologi informasi berbasis internet milik guru angkatan muda. Mereka tidak membutuhkan petunjuk teknis yang rumit ketika harus menjalankan kebijakan baru pemerintah. Kunci-kunci penting kemana arah pendidikan yang diinginkan oleh negara dan guru dapat menerjemahkannya secara operasional, mandiri, demokratis, dan inovatif.
Biaya pelatihan tidak terlalu banyak disediakan oleh negara karena guru bisa berlatih sendiri secara online. Pemerintah memperoleh berbagai kemudahan karena didukung kemandirian guru. Sumber belajar bersifat global karena guru dan siswa bisa memperoleh bahan dari manapun melalui situs internet.
Guru menggalang berbagai forum berbasis media sosial, yang jangkauannya sangat luas. Organisasi guru yang kini ada, seperti MGMP (musyawarah guru bidang studi) atau forum-forum lainnya, seperti gugus atau rayon, tergantikan oleh berbagai group di facebook atau blog. Guru mengembangkan perpustakaan online dan webblog.
Pemerintah membantu penyediaan kualitas jaringan internet, perangkat keras, seperti komputer, laptop, komputer tablet, dan pengadaan buku dan sumber elektronik. Pemerintah lebih terfokus pada kebijakan, seperti memberi dukungan dalam arti luas dan penghargaan atas kemandirian guru.
Teknologi saja belum cukup bagi guru dalam berinovasi, menyamai trend dunia internasional, bersaing di tingkat dunia, mengakses berbagai sumber belajar dan pedagogi. Yang tidak kalah pentingnya, penguasaan internasional. Guru menguasai bahasa asing terpenting, yang juga paling banyak digunakan di internet, bahasa Inggris.
Melalui penguasaan bahasa Inggris misalnya, guru lebih mudah mengakses sumber dan mengikuti berbagai forum pendidikan global. Guru mempublikasikan inovasi pembelajaran dalam bahasa Inggris, guru lain di seluruh dunia bisa mengakses dengan mudah. Hal ini sering dilupakan oleh pemerintah.
Atas nama kearifan, guru angkatan tua tetap memilki jasa dalam ikhtiar negera mencerdaskan bangsa melalui pendidikan nasional. Mereka pernah mengisi lembaran sejarah pendidikan Indonesia. Mereka ambil andil dalam mencetak para pemimpin seperti Rismayani, Ahok, Kang Emil, Pujiastui, Jokowi, pula turut andil melahirkan politisi, pemimpin partai, atau anggota parlemen korup.
Pokoknya wajah Indonesia hari ini bikinan guru angkatan tua. Bangsa mengucap selamat jalan dengan takzim Hymne Guru, ucapan terima kasih kepada “pahlawan tanpa tanda jasa”.
Ternyata, babak atau fajar baru pendidikan bangsa ditentukan oleh kondisi dunia. Guru angkatan muda dibentuk oleh visi baru mengenai dunia. Mereka hidup berbasis kebudayaan dan gaya hidup digital. Hal ini mewarnai dirinya dalam bekerja sebagai guru.
Siswa pun demikian adanya, lahir pada zaman yang sama. Guru dan siswa tidak memiliki masa lalu yang cukup kontras, seperti pernah ada dalam paradoks guru angkatan tua dan angkatan muda. (T)