KULIAH Kerja Nyata (KKN) tentu berkesan bagi semua mahasiswa yang mengikutinya. Bagi mahasiswa dari kampus pendidikan Hindu, seperti Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN), tentu juga memiliki kesan berbeda dengan mahasiswa dari kampus umum, semisal Unud dan Undiksha.
KKN mahasiswa IHDN banyak diisi program-program bernuansa Hindu. Salah satunya adalah mengimplementasikan konsep Tri Hita Karana: parhyangan, pawongan, dan palemahan. Di parhyangan mahasiswa membuat program menyusun purana, plutuk banten, dan membuat papan nama pelinggih.
Di pawongan, programnya adalah dharmawacana, penyuluhan, pengobatan mata, pasraman. Di palemanahan diisi dengan program penanaman pohon Taman Bumi Banten, yakni menanam pohon-pohon yang berkaitan dengan sarana-prasarana upacara.
Yang lebih khas, ada program-program penunjang lain yang mungkin tak banyak dilakukan mahasiswa KKN dari perguruan tinggi umum, yakni senantiasa ikut ngayah di Pura, seperti ngayah mekidung, ngayah ngelilit sate, ngayah membuat ulam caru.
Yang lebih menarik, pada saat KKN mahasiswa IHDN juga terbiasa nguopin (membantu) warga yang sedang menggelar upacara adat. Selama KKN, mahasiswa benar-benar belajar menjadi warga desa adat yang baik, rajin, dan suka belajar dari para orang tua.
Tahun 2016 ini mahasiswa IHDN melaksanakan KKN di desa-desa di Kecamatan Petang, Kabupaten Badung. Selain ikut ngayah di desa-desa di wilayah Badung bagian utara itu, mahasiswa juga banyak belajar tentang sarana upacara dari warga setempat. Selain itu, mahasiswa secara tidak langsung juga belajar tentang tradisi, dresta, dan kebiasaan adat, yang di beberapa hal tertentu berbeda dengan desa-desa lain di Bali.
Saat odalan di pura, mahasiswa tak kesulitan ketika ngayah ngelilit sate, membuat penjor, dan mejejaitan. Semua mahasiswa cowok ternyata sudah terbiasa dan cukup pasih melakukan pekerjaan ngelilit sate, apalagi membuat penjor. Yang cewek juga tak perlu diragukan kemampuannya mejejaitan.
Namun ketika membantu warga membuat ulam caru, hampir semua mahasiswa klingang-klingeng karena tak banyak yang paham secara detil tentang ulam caru. Maka di situlah kesempatan mahasiswa belajar kepada warga desa. Jadi, KKN bukan ajang untuk “mengajari” warga desa, melainkan juga ajang mahasiswa untuk “belajar” dari warga desa.
Pada saat itu nguopin di rumah warga yang menggelar upacara tiga bulanan anaknya, mahasiswa juga mendapatkan pengetahuan tentang tradisi, dresta dan kebiasaan warga adat yang berbeda-beda. Misalnya di satu desa di Kecamatan Petang, upacara tiga bulanan anak pertama sangat meriah dan memakai banten berskala besar. Untuk anak kedua dan seterusnya, upacara tiga bulanannya tak sebesar anak pertama.
Dengan program-program yang terasa tradisional seperti itu, jangan membayangkan mahasiswa IHD yang KKN sudah mirip seperti kumpulan orang-orang zaman dulu yang jauh dari peradaban masa kini. Tidak seperti itu. Mahasiswa IHDN juga mahasiswa yang hidup pada zaman modern. Di waktu senggang mereka juga main gadget, bercanda dan bergembira bersama.
Mahasiswa IHDN juga mengalami indahnya kebersamaan dengan teman-teman satu kelompok, canda tawa, yang serasa tak pernah berakhir, dan akan jadi kenangan selamanya. Di pos KKN, mahasiswa seperti keluarga kecil.
Kebiasaan-kebiasaan umum juga terjadi. Mahasiswa cewek bagun pagi-pagi, lalu ke pasar membeli bahan masakan dan langsung memasak. Yang cowok seperti biasa juga, bangun agak siang, lalu berteriak dengan nada bercanda. “Kopi sik, Luh!”
Setelah ngopi, giliran mahasiswa cowok mencari air minum di beji atau di pancuran desa. Sudah banar-benar seperti keadaan rumah tangga. Setiap permasalahan di selesaikan dengan jalan yang baik, agar tidak ada perpecahan di dalam kelompok.
Mahsiswa cowok juga punya permainan untuk menghilangkan jenuh. Pada malam hari jika mau tidur di kamar cowok kita memiliki tradisi dalam mematikan lampu dengan permainan “ompimpa”.
Siapa yang kalah dia yang mematikan lampu, dan tentu saja harus tidur paling belakang. Jika ada yang tidur duluan, maka dia akan diganggu agar mau bangun. Pengalaman lain, sama seperti mahasiswa lain, misalnya perebutan toilet di pagi dan sore.
Soal cinta lokasi (cinlok)? Ah, itu bukan jadi topik penting. Tapi mungkin saja ada yang suka sama suka, hanya saja hal itu tidak diperlihatkan di depan teman-teman, dan juga tak menjadi gosip yang menarik. (T)