Semalam di tengah gempita dentuman suara sound sistem, saya mengkhayal dibayar 150 juta untuk mengajar 34 jam per minggu, wah pasti kaki saya tidak akan pernah pegal saat berdiri di depan kelas dan tenggorokan saya pasti sangat malu untuk serak apa lagi lipsing.
ITU adalah status facebook dari seorang guru kontrak di Kabupaten Jembrana. Status itu ditulis suatu pagi setelah pada Senin (15/8) malam sebelumnya digelar perayaan HUT ke-121 Jembrana di Gedung Kesenian Bung Karno di Jalan Sudirman, Negara.
Perayaan itu diisi pentas musik dengan mendatangkan artis ibukota, Syahrini, yang konon bayarannya sangat-sangat mahal, apalagi jika dibandingkan dengan gaji seorang guru kontrak.
Tentu saja suara guru kontrak di akun facebook itu tak bakal didengar. Benda apa sih itu guru? Apalagi hanya guru kontrak? Bayaran Rp 1 juta untuk seorang guru kontrak sudah sangat besar. Jika tak mau, berhenti saja. Masih banyak calon guru yang mau melamar guru kontrak, bahkan dengan nyogok sekalipun.
Jadi, harga guru kontrak memang murah. Jangan coba-coba membandingkan seorang guru, atau seratus guru sekali pun, dengan seorang artis sekelas Syahrini.
Toh, guru kontrak yang dibayar sekadarnya, dengan bekal makan seadanya, dengan pakaian sederhana, tetap saja dengan susah payah mengajar anak-anak agar cerdas dan berguna bagi nusa dan bangsa kelak. Sedangkan selebritis, hanya dengan ha ha he he di program TV, meski dianggap merusak moral dan mental anak-anak, tetaplah dibayar mahal.
Kedatangan Syahrini memang mendapat banyak protes, terutama di akun-akun media sosial. Yang diprotes, paling banyak masalah dana yang digunakan untuk membayar Syahrini. Selain itu, banyak warga berpendapat jika sebaiknya Pemkab Jembrana mendatangkan artis-artis lokal atau memberdayakan seniman-seniman tradisional.
Kis Band, Lolot Band, Bintang Band, Vitiek Band, Motifora Band, Ray Peni, Yu Mang Rimba, A.A. Raka Sidan,Dek Ulik, Widi Widiana, Putri Bulan, Ari Kencana, Jaya Pangsus, Yudi Kresna, Dek Arya, Bayu KW, Trio Kirani, Ayu Saraswati, Joni Agung n Doble T, Mang Gita, Ayu Canang Sari, Eka Jaya, Leyong Sinatra, Jhons, Bayu Cuaca, Nostress, Navicula, SID, PBK, HWP, Gonjak0, 4WD, Dialog Dini Hari, Emony, serta semua seniman Bali asli. Dan banyak lagi penyanyi dan band Bali lainnya, tentunya lebih punya idealism untuk daerah sendiri daripada sekadar maju mundur cantik.
Tapi siapa yang mau dengar protes di media sosial? Syahrini tetap datang. Malah disambut dengan meriah. Setelah dijemput di Bandara Ngurah Rai, Syahrini diajak ke vila untuk istirahat. Lalu sorenya diajak pawai dokar. Hebatnya, Syahrini ditempatkan paling depan, baru kemudian diiringi Bupati dan Wakil Bupati serta pejabat lain. Pada malam hari, Syahrini bernyanyi di panggung hiburan dan benar-benar menjadi bintang. Bintang di langit pun seakan padam he he he…
Bahkan sambutan Bupati dan Ketua Panitia (wakil Bupati) seakan menjadi sangat tidak penting bagi masyarakat Jembrana. Yang terpenting dan ditunggu adalah Syahrini. Parahnya lagi saat menyanyikan lagu Indonesia Raya dan saat berdoa, sebagian penonton tidak mau berdiri meski sudah diperintahkan oleh pewara. Namun saat Syahrini datang, penonton langsung berdiri dan bergoyang tanpa diberi aba aba..
Bagaimana seorang guru kontrak bisa menyaingi Syahrini jika demikian keadaannya? Gaji tenaga kontrak daerah Jembrana sudah di bawah UMK, bersih dapat Rp 998 ribu. Guru honor ada yang dibayar hanya 7000 per jam. Jika benar Syahrini seperti desas-desus dibayar Rp 150 juta bersih, wah jauh sekali dengan pendapatan tenaga kontrak.
Pekerja kontrak yang gajinya Rp 1 juta harus mengumpulkan gajinya 13 tahun untuk dapat punya uang melebihi nominal 150 juta. Enak jadi artis ya, tidak usah capek mengajar di kelas, apalagi sampai 36 jam dalam seminggu. Tidak perlu siapkan administrasi ini itu: RPP-lah, silabus-lah, promes-lah, prota-lah, dan lain-lain.
Jadi artis ya tinggal goyang-goyang pakai baju minim sudah dapat uang berjuta-juta. Cukup bilang maju mundur maju mundur cantik sudah dapat berjuta-juta. Huuuhhh, indahnya negeriku. Padahal tukang parkir juga sering bilang maju-mundur, tapi tetap juga dibayar 1000 perak saja.
Mendatangkan Syahrini, atau artis ibukota yang sedang terkenal ke suatu daerah, adalah masalah pencitraan politik. Tujuannya menyenangkan massa. Jika massa sudah senang, tujuan politik dianggap sudah tercapai. Begitulah cara politikus memandang massa. Massa adalah kerumunan, keramaian, dan kehebohan.
Maka, jangan salah jika banyak yang memandang politik sama dengan dunia pop yang diisi para selebritis. Mereka memerlukan pasar dan hitungan-hitungan jumlah penggemar. Tak peduli penggemarnya dari kalangan mana, yang penting jumlahnya banyak.
Untuk itu juga, partai politik selalu numpang tenar pada dunia selebritis. Banyak artis dicalonkan jadi anggota DPR, jadi bupati atau wakil bupati. Saat kampanye, partai politik mengajak serta artis-artis tenar. Beberapa ada yang jadi juru kampanye, tapi lebih banyak hanya ditugaskan untuk goyang-pinggul di atas panggung.
Sudah sering terjadi, goyang-pinggul artis justru menjadi lebih ditunggu ketimbang pidato juru kampanye. Anehnya, tak ada yang merasa malu dengan politik goyang-pinggul semacam itu. (T)