KISAH percintaan memang tak pernah habis jika dibicarakan. Virus-virus cinta dapat tumbuh di mana saja dan kapan saja. Tak seorangpun bisa menduga hal tersebut. Salah satu ajang yang seringkali dikaitkan dengan kisah percintaan adalah pada saat program Kuliah Kerja Nyata (KKN). Sebuah program yang sangat kental dengan istilah ajang cinta lokasi (cinlok).
Tulisan tentang cinlok di ajang KKN sudah diceritakan sejumlah teman mahasiswa di media tatkala.co ini. Saya pikir taka pa-apa saya cerita hal yang sama lagi, toh seperti kalimat pada awal tulisan ini: kisah cinta memang tak pernah habis diceritakan, diberitakan atau dibicarakan.
Begitu banyak faktor yang menyebabkan cinlok sangat mungkin terjadi. Di antaranya adalah kebersamaan yang terus terjalin selama KKN. Tinggal satu atap dan mengerjakan berbagai program kerja bersama-sama. Itulah yang membuat beberapa peserta KKN mengalami sebuah perasaan yang tak biasa dengan lawan jenisnya atau sering kita dengar dengan istilah baper.
Sedikit perhatian saja sangat berarti bagi mereka yang haus kasih sayang. Tak hanya bagi mereka yang single alias jomblo. Bagi mereka yang memiliki pasangan pun sangat mungkin untuk terjangkit virus-virus cinta saat KKN. Sekalipun pasangan-pasangan itu telah menyiapkan berbagai macam strategi untuk menjaga hati.
Bahkan sejumlah pasangan sebelum KKN membuat berbagai macam perjanjian. Janji telepon tiga kali sehari (seperti minum obat), HP tak boleh mati, WA on terus, BBM juga, Line juga. Mereka janji kalau ke mana-mana dengan teman KKN harus bilang, pergi ke mana, dengan siapa, urusan apa. Tapi janji tetaplah janji. Virus cinta di lokasi lebih berkuasa. Soal HP dan telepon-telepon bisa diakali.
Namun, jika virus cinlok sudah menyerang, tetap saja “yang spesial dikalahkan dengan yang ada”.
Cinlok memang terjadi karena “yang special” kalah dengan “yang ada”. Padahal yang spesial sudah dirawat selama bertahun-tahun. Sementara “yang ada” baru dikenal sejak beberapa hari, mungkin baru sehari.
Tapi begitulah virus cinta. Jika tak ada virus cinlok seperti itu, tak akan ada ujian dalam cinta. Yang lulus ujian mungkin bisa bahagia karena bisa mempertahankan yang spesial – bisa merawat cinta yang telah bertahun-tahun di jalani. Yang tergoda cinta di lokasi belum tentu juga tak bahagia.
Namun, jika ada yang bahagia, tentu ada yang sakit hati. Begitulah warna cinta. Asalkan yang sakit hati tak buru-buru menyalahkan KKN. Karena cinlok bukan hanya terjadi dalam program KKN. Cinlok bisa terjadi di mana saja, bahkan di dagang nasi kuning dan tipat cantok.
Tapi cinlok mungkin memberi kesan yang berbeda terhadap orang yang mengalami. Selama berhari-hari para korban virus cinlok ini akan merasa sangat bahagia dan berlomba lomba untuk menarik perhatian. Menggunakan berbagai kesempatan yang ada untuk bersama dengan pasangan cinloknya, namun selalu malu untuk mengakui.
Bagi para lelaki, mereka akan berusaha menunjukkan kehebatan dan kekuatan mereka di depan sasaran yang diinginkan, seperti mengangkat galon air padahal pada kenyataanya jangankan mengangkat galon air, di rumah mereka lebih memilih membeli air dalam kemasan botol karena malas angkat galon.
Selain itu mereka juga mendadak menjadi lelaki yang bersih antibakteri padahal pada kenyataanya di rumah jarang mandi. Kerap mengeluarkan kata-kata bijak agar terlihat dewasa padahal kesehariannya sangat berbeda.
Sedangkan bagi para wanita, setiap harinya akan berdandan mempercantik diri, padahal pada kenyataannya di rumah mandi pun sekali dalam sehari. Tiba-tiba rajin memasak agar sasaran tahu bahwa mereka bisa memasak sekalipun rasa masakan standar namun image “rajin” jauh lebih penting daripada kualitas masakan.
Semua itu dilakukan untuk menarik perhatian sasaran masing-masing. Cinta lokasi sah-sah saja terjadi karena tak ada seorangpun yang dapat melarang seseorang “suka” dengan orang lain. Yang terpenting adalah rasa suka tersebut tidak membuat orang lain sakit hati dan tidak berbalik menjadi permusuhan jika orang yang kita kagumi tak membalas perasaan kita. (T)