3 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Erotis atau Tidak, Penari Joged Tetap Diperciki Tirta Suci

I Made ArgawabyI Made Argawa
February 2, 2018
inOpini

Foto: Edo

10
SHARES

“Itulah pekerjaan, saya profesional, keluarga tahu saya bekerja sebagai penari joged, tidak jual diri,”

KERUMUNAN tampak dari kejauhan. Iringan suara gamelan rindik berpadu dengan teriakan penabuhnya terdengar naik-turun. Tandanya pentas joged sudah dimulai. Tontonan joged selalu menarik perhatian. Tidak hanya mengundang remaja dan orang dewasa, joged pun menjadi tontonan anak-anak hingga ibu rumah tangga.

Gerak tari yang dimulai dengan pelan dan lirikan mata (nyeledet) jadi pembuka manis atraksi seni tari yang ditunjukkan perempuan cantik itu. Tapi kemudian saya yang menjadi salah satu penonton tersadar bahwa joged saat ini tidak hanya menyuguhkan tarian serta gamelan estetis, tapi ada goyangan yang seketika menarik pandangan kaum adam. Iya, joged belakangan seakan tidak terlepas dari goyangan erotis. Goyangan pantat ke depan ke belakangan yang biasa disebut ngangkuk. Setidaknya begitulah gambaran kesenian joged yang saya lihat ketika menontonnya di dekat rumah belum lama ini.

Saya sempat mengobrol dengan seorang penari joged asal Gianyar yang ketika itu baru saja selesai pentas di sekitar wilayah Sempidi, Badung. Saya bertanya apakah dia pernah menari joged secara erotis dengan goyangan yang tidak hanya ke kanan dan ke kiri, tapi ke depan dan belakang hingga juga “memutar” pantat. Penari cantik itu mengatakan pernah bahkan sering. “Tergantung pesanan, jika diminta erotis saya bisa, jika diminta menari biasa dengan goyang seadanya tidak masalah,” katanya.

Penari dengan tato minimalis berbentuk mawar di bagian paha kanannya dan ketika menari joged akan tampak dengan jelas, menerangkan jika untuk goyangan erotis bayaran yang diterimanya juga akan berbeda. Sekali pentas dengan goyangan biasa, kala itu dia menyebut menerima bayaran sekitar Rp 150 ribu. Jika goyangan erotis dia bisa mendapatkan bayaran hingga Rp 350 ribu. “Pesanan lebih banyak yang isi goyangan erotis.” paparnya yang saat itu juga akan pentas di wilayah Penebel, Tabanan.

Ia mengatakan, pernah mengalami permasalahan terkait dengan goyangan erotisnya, ketika akan menyelesaikan kuliahnya di sebuah universitas swasta di Denpasar. Saat itu ada seseorang yang mengunggah aksinya menari di youtube. Tarian yang diunggah itu saat dirinya pentas dan melakukan goyangan erotis. “Pihak kampus tahu dan sempat menahan ijazah saya, tapi untungnya kemudian diberikan. Makanya sekarang jika pentas dan diminta goyang erotis saya minta ke penyelenggara agar tidak ada yang merekam,” jelasnya.

Ia terus terang mengaku risih menari dengan goyangan erotis. Tapi, dia beralasan itulah pekerjaan dan dijalaninya dengan profesional. Lagipula dengan itu dia bisa mendapatkan penghasilan lebih walau dengan resiko pergi-pulang malam seorang diri. “Itulah pekerjaan, saya profesional, keluarga tahu saya bekerja sebagai penari joged, tidak jual diri,” jelasnya.

Hal berbeda saya temukan ketika membaca sebuah artikel koran lokal di Bali beberapa waktu lalu yang memberitakan pementasan joged di arena Pesta Kesenian Bali (PKB) 2016. Sebuah sekaa joged asal Buleleng menyatakan berkomitmen untuk menampilkan tarian yang sesuai dengan pakem dan tidak berisi gerakan erotis dalam arena PKB. Dan hampir semua tari joged di PKB memang sopan, tak ada yang erotis. Mungkin karena mereka juga pentas di ruang yang “sopan”.

Yang menarik adalah, terlepas goyang erotis atau goyang estetis atau goyang sopan, penari joged dan mahkota penari joged setahu saya selalu disakralkan. Seperti yang terlihat ketika saya menonton di sekitar rumah, setelah menari dengan goyangan erotis si penari tetap mendapatkan percikan tirta suci dari seorang pemangku. Penari itu tetaplah disucikan. Begitupun dengan mahkota (gelungan) joged, usai digunakan menari, oleh penari yang goyang erotis atau tidak, mahkota itu tetap ditempatkan di tempat khusus lengkap dengan banten.

Tentu saja, tirta dan banten bukan sebagai bentuk dari “restu” kepada penari untuk tetap bergoyang erotis, melainkan lebih sebagai doa untuk keselamatan dan kelancaran pentas, sekaligus juga sebagai bentuk harapan agar penari dan sekaa joged itu tetap memiliki taksu dan tetap disukai dan diupah oleh masyarakat.

Komoditi dan Budaya Patriarki

Bagaimana jadinya jika seorang penari joged diperankan oleh seorang laki-laki dan membawakan goyangan erotis, apakah para wanita akan kegirangan berebut untuk ngibing seperti gelaran joged di sekitar rumah saya? Secara langsung joged yang dipentaskan di luar agenda seni resmi pemerintah menurut saya memang menjadikan sosok wanita sebagai pengundang penonton, atau seperti komoditi yang berfungsi menarik pembeli, tentunya dianggap wajib berisi goyangan erotis.

Tarian joged sepertinya menjadi penanda sebuah budaya patriarki di Bali. Masyarakat Bali memang dikenal menganut sistem budaya patriarki. Dalam sistem kehidupan sosial, pria di Bali lebih diperhitungkan dari pada perempuan. Sosok pria dalam keluarga sangat mendominasi, dalam rapat banjar diutamakan pria, pemangku pura diutamakan pria (meskipun ada pura yang upacara ritualnya dipimpin perempuan, tapi lebih banyak pemangku pria) dan pemimpin sosial kemasyarakat di Bali diutamakan pria, mulai tingkat banjar, desa pakraman hingga pimpinan sosial keumatan adalah pria.

Perempuan dikanalkan dalam kegiatan domestik seperti rumah tangga atau kegiatan PKK. Mungkin dari sana munculnya ide tarian joged yang hingga kini “mengeksploitasi” sosok perempuan seutuhnya, mulai dari goyangan erotis, celamitan para pengibing dengan menyentuh area sensitif joged hingga bayaran yang lebih tinggi bagi penampil goyangan erotis.

Tapi yang cukup mengkhawatirkan adalah bagaimana paparan dari penampilan erotis joged di luar agenda seni pemerintah, bagaimana terhadap anak-anak yang menyaksikan tontotan erotis sejak dini, tentunya ini tidak ada sensor seperti kita melihat tayangan buram pada bagian belahan dada di televisi saat ini. Seolah-olah lembaga masyarakat dan keumatan di Bali tumpul ketika dihadapkan dengan goyangan erotis joged. Semoga kelak joged bisa diposisikan sebagai tradisi yang memberikan nilai positif bagi masyarakat atau jika dia sebagai sebuah komoditi, ada batasan umur dalam menikmatinya seperti rokok serta minuman beralkohol. (T)

Tags: erotisjoged bumbungSeni
Previous Post

Yuk, Jangan Buat Anak Menjadi Pintar

Next Post

Dalam Perapian Descartes – Aku Berpikir, Maka Aku Ada

I Made Argawa

I Made Argawa

Selalu berusaha santai di tengah dunia yang makin cepat

Next Post

Dalam Perapian Descartes - Aku Berpikir, Maka Aku Ada

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Kita Selalu Bersama Pancasila, Benarkah Demikian?

by Suradi Al Karim
June 3, 2025
0
Ramadhan Sepanjang Masa

MENGENANG peristiwa merupakan hal yang terpuji, tentu diniati mengadakan perhitungan apa  yang  telah dicapai selama masa berlalu  atau tepatnya 80...

Read more

Seberapa Pantas Seseorang Disebut Cendekiawan?

by Ahmad Sihabudin
June 2, 2025
0
Syair Pilu Berbalut Nada, Dari Ernest Hemingway Hingga Bob Dylan

SIAPAKAH yang pantas kita sebut sebagai cendekiawan?. Kita tidak bisa mengaku-ngaku sebagai ilmuwan, cendekiawan, ilmuwan, apalagi mengatakan di depan publik...

Read more

Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

by dr. Putu Sukedana, S.Ked.
June 1, 2025
0
Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

LELAH dan keringat di badan terasa hilang setelah mendengar suaranya memanggilku sepulang kerja. Itu suara anakku yang pertama dan kedua....

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Terong Saus Kenari: Jejak Rasa Banda Neira di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Terong Saus Kenari: Jejak Rasa Banda Neira di Ubud Food Festival 2025

ASAP tipis mengepul dari wajan panas, menari di udara yang dipenuhi aroma tumisan bumbu. Di baliknya, sepasang tangan bekerja lincah—menumis,...

by Dede Putra Wiguna
June 3, 2025
Pindang Ayam Gunung: Aroma Rumah dari Pangandaran yang Menguar di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Pindang Ayam Gunung: Aroma Rumah dari Pangandaran yang Menguar di Ubud Food Festival 2025

UBUD Food Festival (UFF) 2025 kala itu tengah diselimuti mendung tipis saat aroma rempah perlahan menguar dari panggung Teater Kuliner,...

by Dede Putra Wiguna
June 2, 2025
GEMO FEST #5 : Mahasiswa Wujudkan Aksi, Bukan Sekadar Teori
Panggung

GEMO FEST #5 : Mahasiswa Wujudkan Aksi, Bukan Sekadar Teori

MALAM Itu, ombak kecil bergulir pelan, mengusap kaki Pantai Lovina dengan ritme yang tenang, seolah menyambut satu per satu langkah...

by Komang Puja Savitri
June 2, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co