9 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Membaca Pantun Menguji Wacana – Mengingat Kembali Cicak vs Buaya

Riki Dhamparan PutrabyRiki Dhamparan Putra
February 2, 2018
inOpini

Ilustrasi: Inok

79
SHARES

PADA suatu masa, tak terlalu lama, di negeri ini pernah ada penggemar cicak dan ada penggemar buaya, ada juga yang suka melihat ribut-ribut antara keduanya. Tapi saya sendiri lebih gemar pada pantun jenaka empat baris. Tokoh utamanya seekor ayam dan orang tuli. Walaupun tidak melata dan tidak merayap seperti halnya cicak dan buaya, tokoh yang hadir dalam pantun jenaka kita kali ini sesungguhnya juga bersoal tentang cicak dan buaya. Maaf, maksud saya tentang perseteruan KPK vs musuhnya.

Perseteruan KPK dan musuh-musuhnya itu memang cerita agak lama. Saya ajak memikirkan kembali, karena sesungguhnya musuh-musuh KPK masih tetap ada. Dan siapa berani menjamin mereka tak akan berseteru lagi. Karena sesungguhnya, hingga kini, belum ada ramuan mujarab, untuk menghentikan konflik KPK dan musuh-musuhnya.

Dari ranah pantun, kita punya solusinya. Kalau di panggung media massa konflik KPK vs musuh-musuhnya itu berpusat pada perseteruan dua subjek (cicak dan buaya-buaya), maka dalam pantun kita ini lain lagi. Selain soal konflik, ada lagi satu karakter utama, yang muncul secara unik dalam sebuah perseteruan. Namanya tidur. Beginilah tuturannya:

Ditutuah buluah botuang badotak-dotak
Ayam bakukuak di bawah dapuar
Sangek baruantuang urang pokak
Mariam babunyi enyo tatiduar

Ditutuh buluh, betung nan berdetak

Ayam berkukuk di bawah dapur

Sungguh beruntung orang pekak

Meriam berbunyi ia tertidur

Pantun di atas, dari khazanah Melayu Kuantan Singingi, Riau. Kalau ditinjau kronologi baris demi barisnya, tampaknya itu ada kaitan dengan proses membuat meriam bambu. Ada kemungkinan pantun ini sudah dihapal orang semenjak meriam bambu menjadi permainan anak negeri di negeri-negeri Melayu. Kapan? Persisnya saya tak tahu. Tapi kalau meriam bambu adalah tiruan mini dari meriam baja, maka kemungkinan pantun itu sudah dikenal sejak Selat Malaka masih dijaga dengan “meriam lada secupak” atau semasa kesultanan-kesultanan Melayu di Sumatera dan Malaka masih jaya.

Meriam adalah sebuah simbol tekhnologi perang masa lampau yang tekhnik membuatnya diajarkan oleh orang Turki kepada orang Melayu di kisaran abad 16 masehi. Hanya saja dalam pantun kelakar ini benda alutsista tersebut rupanya telah beralih peran – dari senjata serbu – menjadi sekadaran sampiran untuk mengantar pendengar kepada sebuah model keberuntungan . Yakni, tatiduar (tertidur). Mengapa tidur dikatakan sebuah keberuntungan?

Terlebih dahulu perlu kita ingat pelajaran bahasa Indonesia Sekolah Dasar, bahwa pantun adalah bahasa kias dengan pola-pola yang khusus. Orang dahulu berpantun karena percaya manusia punya kemampuan untuk menafsirkan segala sesuatu melalui bahasa pantun atau bahasa kias. Atas dasar itu, tafsir atas sebuah pantun adalah sah hukumnya, karena memang pantun diciptakan untuk ditafsirkan. Apakah tafsiran kita mengena ataukah tidak, terserah orang menilai saja.

Yang jelas, keberuntungan orang pekak dalam pantun di atas merupakan suatu kiasan atas pentingnya melakukan “jeda alamiah” sebagai siasat untuk mengatasi suasana bising yang digambarkan melalui simbol-simbol suara betung ditutuh dan ayam berkukuk. Dalam kaitannya dengan heboh KPK vs musuh-musuhnya, kebisingan itu dapat dibaca sebagai bah wacana yang muncul sepanjang konflik tersebut dan masih menjadi tagline populer di media massa.

Penjelasannya sederhana: tiap-tiap yang dihebohkan oleh media massa secara berjamaah, patut dicurigai! Itu saran profesor linguistik dari Institut Teknologi Massachusetts asal Philadelpia, Avram Noam Chomsky. Dalam bukunya “Media Control: The Spectacular Achievements of Propaganda” yang terbit 1997, Chomsky menjabarkan genealogi media massa sebagai bagian dari upaya kelas penguasa tertentu untuk mengendalikan masyarakat manusia melalui penguasaan atas informasi. Kelangsungan hidup sebuah media massa menurutnya lagi, terletak pada keberhasilan upaya cuci otak atas publik pembaca yang pada masa kontemporer ini banyak sekali bergantung pada media massa.

Maka di mana-mana media massa diciptakan memang dengan tujuan yang tak jauh berbeda: alat cuci otak. Karena itu, beriman kepada media massa sebagai ratu adil yang mewakili perasaan-perasaan terdalam kita, menurut teori kritik media adalah keliru fatal. Media massa di zaman modern ini adalah contoh komunitas yang malas tapi berbiaya besar. Wacana yang mereka produksi umumnya berasal dari suplay informasi yang didistribusikan melalui jaringan media. Kebanyakan, informasi itu bukan tentang apa yang kita alami dan rasakan. Tetapi diciptakan untuk membentuk apa yang akan kita rasakan dan katakan.

Dalam kaitannya dengan heboh konflik KPK vs musuh-musuhnya, soalnya terutama bukan pada cicak dan buaya-buaya itu. Tapi kekuasaan bahasa yang memproduksi istilah cicak dan buaya, yang kemudian mengendalikan pembacanya agar percaya saja pada kejadian yang diberitakan di seputar cicak vs buaya-buaya itu.

Kronologinya jelas, istilah cicak dan buaya, berikut kejadian-kejadian yang menyertainya tidak berasal dari masyarakat luas. Tapi dari media massa. Sebagaimana diakui oleh Goenawan Mohamad, dalam sebuah catatan pinggirnya, populernya istilah cicak dan buaya pada dasarnya adalah kemenangan bahasa atas realitas. Dalam pandangan tulisan ini, situasi yang ingin dicapai dari proses produksi perseteruan antara keduanya adalah pengendalian opini publik.

Pada hari ini, terima maupun tidak terima, pengendalian opini itu telah berhasil. Kalau ada yang paling dimenangkan dalam perseteruan cicak vs buaya itu adalah bahasa itu sendiri – yang salurannya adalah media massa mainstream – salah satu alat pemodal untuk menguasai memori masyarakat. Dengan kata lain, pemilik modal atau mereka yang mempunyai akses kuas kepada modal itulah yang paling menikmati proses ini. Cicak itu sendiri merugi, buaya itu juga tidak untung, negara kalah, hukum juga menderita. Apakah rakyat jelata serupa kita perlu ikut-ikutan menderita akibat produksi bahasa yang seperti itu?

Kalau membaca pesan dari pantun orang Kuantan di atas, jawabnya adalah tidak. Terbaca pada pantun di atas, solusinya bisa diperoleh dengan memulai sebuah “tidur alamiah”. Sebuah jeda tekstual, yang mungkin akan membantu kita terbebas dari permainan wacana yang belum tentu kita pahami dan perlukan. Bagaimana menurut Anda? (T)

Jakarta, 2016

Tags: BahasaKPKmedia massapantun
Previous Post

Tuah Wanita Bali – Kebahagiaan saat Memberi

Next Post

“Rebel” dari Magening

Riki Dhamparan Putra

Riki Dhamparan Putra

Lahir di Padang, pernah tinggal di Bali, kini di Jakarta. Dikenal sebagai sastrawan petualang yang banyak penggemar

Next Post

“Rebel” dari Magening

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

ORANG BALI AKAN LAHIR KEMBALI DI BALI?

by Sugi Lanus
May 8, 2025
0
PANTANGAN MENGKONSUMSI ALKOHOL DALAM HINDU

— Catatan Harian Sugi Lanus, 8 Mei 2025 ORANG Bali percaya bahkan melakoni keyakinan bahwa nenek-kakek buyut moyang lahir kembali...

Read more

Di Balik Embun dan Senjakala Pertanian Bali: Dilema Generasi dan Jejak Penanam Terakhir

by Teguh Wahyu Pranata,
May 7, 2025
0
Di Balik Embun dan Senjakala Pertanian Bali: Dilema Generasi dan Jejak Penanam Terakhir

PAGI-pagi sekali, pada pertengahan April menjelang Hari Raya Galungan, saya bersama Bapak dan Paman melakukan sesuatu yang bagi saya sangat...

Read more

HINDU MEMBACA KALIMAT SYAHADAT

by Sugi Lanus
May 7, 2025
0
HINDU MEMBACA KALIMAT SYAHADAT

— Catatan Harian Sugi Lanus, 18-19 Juni 2011 SAYA mendapat kesempatan tak terduga membaca lontar koleksi keluarga warga Sasak Daya (Utara) di perbatasan...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
Khas

Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng
Khas

“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

DULU, pada setiap Manis Galungan (sehari setelah Hari Raya Galungan) atau Manis Kuningan (sehari setelah Hari Raya Kuningan) identik dengan...

by Komang Yudistia
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

May 3, 2025
Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

May 3, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co