10 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Curangologi: Filsafat Curang Seri 3 – Paleokultur

HartantobyHartanto
February 2, 2018
inOpini

Homo erectus. /Sumber ilustrasi: Google Images

12
SHARES

 

MASIH saya ingat sebuah cerita di waktu masa kecil. Kata orang-orang dewasa yang bercerita pada saya, saya diciptakan dari lempung, atau bahasa Indonesianya tanah liat. Imaji yang terkonstruksi di kepala – Tuhan membikin boneka dari tanah liat, kemudian meniup boneka itu dari hidung, maka terciptalah saya. Saya lantas hidup dan bernafas. Itu cerita masa kecil yang masih saya ingat. Ya, cerita tentang Tuhan dan penciptaan manusia.

Pada usia SMP, ketika mulai mengenal pelajaran biologi, baru saya ketahui sistem reproduksi manusia. Baru saya pahami bahwa manusia merupakan mahluk hidup yang berkembang biak dengan cara melahirkan (vivipar), Cara sederhana menandai mahluk hidup yang berkembang biak dengan melahirkan adalah memiliki ‘daun telinga’. Itu cara mengingat yang diajarkan oleh Pak Dasiran, guru pelajaran biologi saya saat di SMP Bintang Laut Solo.

Pelajaran tentang sistem reproduksi manusia, baik yang pria maupun wanita, kian memberikan pemahaman yang lebih masuk akal daripada pengetahuan tentang ‘tanah liat’ sebagai bahan baku manusia. Wanita menghasilkan sel telur (ovum) dan pria menghasilkan sperma dan kemudian bertemu hingga menjadi benih kehidupan yang terus tumbuh dan hidup menjadi manusia (individu) baru, kian menarik minatku belajar ilmu biologi saat itu.

Dan kata-kata Louis Pasteur yang paling membekas di otak saya sampai kini; “Omne vivum ex ovo, omne ovum ex vivo” (“seluruh kehidupan berasal dari telur, seluruh telur berasal dari kehidupan”).

Teknologi curang di bangku sekolah, mulai ‘bermukim’ dalam diri manakala di bangku SMP ini. Ia hadir karena suatu kebutuhan agar saya dapat nilai bagus untuk pelajaran biologi dan sejarah, yang begitu banyak memakai istilah latin. Pasalnya, Pak Guru Dasiran sudah mengingatkan agar tidak salah dalam menulis nama, dan tempat.

Sungguh sulit menghafal tulisan nama-nama dan istilah-istilah asing, maupun tahun-tahun kejadiannya. Seperti misalnya ; Louis Pasteur , Von Heine Geldern , Charles Robert Darwin, Alfred Russel Wallace, Eugene Dubois, Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald, Meganthropus Paleojavanicus, Pithecanthropus erectus Soloensis, Omne vivum ex ovo, omne ovum ex vivo, Omnis cellula e cellula , dan lain sebagainya.

Barangkali, saya tidak berbakat menghafal pelajaran ilmu-ilmu sosial, maka muncullah akal curang secara alamiah. Setiap ulangan, saya membikin ‘contekan’, dengan menulis nama-nama, istilah-istilah, maupun tahun-tahun kejadian – di pangkal paha. Jadi tertutup celana pendek.

Maka, setiap ulangan sejarah atau biologi, kedua pangkal paha saya penuh dengan tulisan ‘contekan’. Inilah pembelajaran saya tentang me-‘manipulasi’ pencapaian hasil ulangan. Selain itu juga meng-‘korupsi’ kepercayaan Pak Guru Dasiran yang telah bersusah payah mendidik. Kelakuan saya itu, hanya demi keuntungan saya pribadi..Dan tindakan ini — jika tak segera kuperbaiki — akhirnya merugikan diri saya kelak.

Mengapa merugikan? Saya harap adik-adik pelajar SMP tidak mengikuti jejak curang saya itu. Ya, sangat merugikan. Ketika saya memasuki kelas 1 SMA, teknologi curang menulis ‘contekan’ di pangkal paha sudah tak bisa saya lakukan. Sebab, harus bercelana panjang. Akibatnya, semua pelajaran yang mengandung hafalan dapat nilai yang kurang bagus. Barulah pada kwartal ke 2, muncul kesadaran akan kesalahan masa lalu. Tindakan curang, harus segera saya hentikan.

Tujuan saya bersekolah adalah menggali dan memahami ilmu pengetahuan, bukan mengejar nilai. Saya lantas bekerja keras melatih otak untuk memahami, tak sekedar menghafal. Menurut saya, memahami pasti hafal, dan hafal belum tentu memahami. Saya memilihi memahami. Lebih dari itu, tentu jika tindak curang itu saya teruskan, akan merusak kepribadian saya. Pak Dasiran tak menginginkan saya menjadi seseorang yang kelak memakai jaket orange, menjadi tahanan KPK. Ya, Pak Guru Dasiran tak menginginkan saya menjadi koruptor.

Mungkin karena waktu SMP – setiap ulangan biologi dan sejarah saya suka ‘nyontek’ – maka hingga kini pelajaran itu saya sukai, meski tak terlalu mendalami. Bisa juga karena saya lahir di Solo – Jawa Tengah, tempat ditemukannya Pithecanthropus erectus Soloensis. Tepatnya di Desa Sangiran.

Fosil Pithecanthropus erectus Soloensis di temukan Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald, ahli paleontologi asal Berlin, pada tahun 1936. Sebelumnya, pada tahun 1891, Uegene Dubois menemukan fosil mahluk mirip manusia di Desa Trinil. Ia memberi nama ilmiah Pithecanthropus erectus.

Kata-kata ‘Soloenis’ kembali ter-update dalam pikiran saya ketika koreografer dan mantan Rektor Institut Kesenian Jakarta Sardono Waluyo Kusumo, mementaskan repertoar bertajuk ‘Soloensis’. Karya ini dipentaskan di tiga kota ; Hamburg, Seoul, dan Jakarta. Pada tahun 1999, dipentaskan di Rio de Jeneiro. Sardono Waluyo Kusumo memang kelahiran Solo juga, mungkin karena itulah ia juga terobsesi menciptakan karya tarinya yang bertajuk ; ‘Soloensis’. Entahlah.

Berbicara soal Soloensis, seingat saya, bahwa manusia Jawa ini merupakan mata rantai yang hilang (missing link) antara manusia purba dan manusia modern. Penemuan ini lantas menjadi acuan para ilmuwan untuk membenarkan teori evolusi Charles Darwin dan Alfred Russel Wallace. Tapi yang masih menjadi pertanyaan saya, benarkah leluhur kami (mengacu teori Darwin) berawal dari ‘primata’? Benarkah Homo Erectus merupakan leluhur kami?

Menurut Darwin, berdasarkan penemuan penemuan tulang belulang hewan dan manusia purba termasuk kera purba. Primata tersebut secara bertahap mengalami ‘perbaikan biologis’ selama jutaan tahun sehingga menjadi manusia. Kalau demikian, mengapa tindakan-tindakan biadab selalu dikaitkan dengan ke-‘purbaan’ leluhur kami? Saya tetap kurang yakin kalau leluhur di masa lampau itu punya perilaku biadab, meski masih terbelakang. Belum ada bukti sejarah tentang kebiadaan para leluhur itu.

Saya belum pernah mendengar cerita ‘leluhur purba’ kita membakar sesama, atas dasar prasangka mencuri amplifier. Seperti yang menimpa MA, awal bulan Agustus 2017 di Bekasi. Belum pernah saya dengar juga ‘leluhur purba’ melakukan persekusi dengan menelanjangi dan mengarak pasangan yang (diprasangkai) melakukan tindak mesum, di Tangerang. Menurut saya, tindakan main hakim sendiri ini merupakan tindakan ‘memanipulasi’ kebenaran hukum. Dan saya tidak yakin kalo ‘leluhur purba’ saat itu sudah mengenal teknologi manipulasi.

Tentang kekerasan, saya juga belum pernah mendengar ‘leluhur purba’ melakukan tindak kekerasan dalam rumah tangga maupun terhadap anak-anak. Baik kekerasan phisik, psikis, maupun seksual – seperti yang dilakukan manusia modern. Saya juga tidak pernah mendengar kebiadaban ‘leluhur purba’, meng-korupsi hak-hak individu lain dan lingkungan sosialnya demi kepentingan diri sendiri, hingga menyengsarakan kehidupan koloni (komunitas)-nya. Tak ada bukti sejarah, bahwa manusia era paleo memakai rompi oranje. He..he..he Mas Agus juga belum lahir kala itu. Atau entah sudah hidup di koloni mana.

Yang saya ketahui (dengan kemampuan terbatas), berdasarkan penemuan para ahli tentang penemuan alat-alat paleolitikum, mereka merupakan manusia gua. Mereka bertahan hidup dari berburu untuk mengumpulkan makanan (tidak mengkorupsi). Hewan yang mereka buru pada masa itu antara lain : kerbau, banteng, rusa, dan lain-lain.

Mereka juga menangkap ikan di sungai dan mengumpulkan umbi-umbian, buah-buahan untuk kebutuhan makanan. Patokan penting yang menandai kebudayaan Paleo (di Jawa) adalah ditemukannya peninggalan kapak batu di Desa Pacitan, dan juga di Desa Ngandong dengan ditemukannya peralatan dari flakes (alat dari batu chalcedon) dan dari tulang-tulang binatang.

BACA JUGA:

  • Curangologi: Filsafat Curang Seri 1 – Gambar Umbul
  • Curangologi: Filsafat Curang Seri 2 – Sekuni Milenial

Di dunia modern sekarang ini, ada saja gaya hidup yang (konon) primitif itu, yang digali lagi oleh manusia modern. Salah satunya adalah diet paleo. Yakni diet yang mengikuti pola makan nenek moyang purba di masa lalu. Suatu pola diet yang mengadopsi pola makan manusia gua jaman pra sejarah.

Diet ini prinsipnya mengurangi karbohidrat dan kadar gula. Makan daging dan ikan, diperkenankan. Lebih banyak direbus daripada digoreng. Mengkonsumsi sayur-sayur pun lebih condong mentah tapi bersih. Bahan-bahan sayur maupun buah yang dikonsumsi diutamakan yang organik.

Pokoknya mengikuti gaya hidup masa lalu, yang natural dan sehat. Tanpa bahan pengawet. Menghindari makanan yang serba instan, produk manusia modern. Lalu, mengapa manusia modern menjadikan pola makan manusia gua sebagai model untuk melakukan diet? Sebab, mereka dianggap memiliki pola makan yang berguna untuk kesehatan. Oleh karena itu, sumber makanan dalam diet paleo itu dibuat semirip mungkin dengan yang dikonsumsi manusia gua.

Lebih lanjut, saya ingin melihat leluhur lampau ini dari sisi positif. Evolusi manusia (mengacu teori Darwin), tentu berkait dengan ‘evolusi’ ilmu pengetahuan dan kemajuan jaman. Nilai-nilai dan norma-norma pun ikut tumbuh seiring dengan pertumbuhan evolusi manusia. Paleokultur, kebudayaan masa lampau yang penuh kesederhanaan, pasti juga mengalami pertumbuhan secara sederhana. Barangkali, karena kesederhanaanya, justru tindak laku mereka tak se-‘biadab’ budaya jaman kekinian. Meski kultur moyang masa lampau itu dikategorikan primitif.

Pertumbuhan peradaban manusia di bumi ini, memang banyak membantu dalam mengatasi kehidupan manusia itu sendiri. Namun, percepatan ilmu pengetahuan dan teknologi, seperti meninggalkan pertumbuhan mentalitas manusia penggunanya. Di sisi lain, ilmu pengetahuan dan teknologi bukanlah sesuatu hal yang bebas nilai. Ada nilai-nilai etis yang mesti dipertimbangkan manusia penggunannya.

Selain itu, ada pula nilai sosial. Ini terbentuk bila orientasi (arah) penilaian tertuju pada hubungan antar manusia yang menekankan pada segi-segi kemanusian yang luhur. Dan masih ada beberapa nilai lagi dalam dinamika kehidupan manusia.

Tapi semua itu relatif sifatnya. Tidak ada hukum-hukum, aturan-aturan, atau norma-norma yang bisa membatasi interpretasi manusia atas nilai-nilai etik itu. Karena hal-hal relatif itulah, saya pribadi ingin merefleksikan kearifan paleokultur yang penuh kesederhanaan, jika hendak kita serap intisarinya .

Saya pribadi masih (berkeberatan) bahwa kebudayaan moyang masa lalu, adalah identik dengan primitif dan biadab. Meski penilaian primitif dan biadab adalah ‘racun’ yang menginfeksi daya nalar otak saya, ketika mendengar cerita-cerita manusia purba.

Lho, kok kerangka berpikir saya mundur jutaan tahun ya? Ah…dari pada saya bingung, sebaiknya saya petik sajak Soebagio Sastrowardoyo yang berjudul ‘Manusia Pertama di Angkasa Luar’.

….

Beri aku satu kata puisi,

Daripada seribu ilmu yang penuh janji.

Yang membuat aku terlempar dari bumi yang kukasih.

……. (T)

Curangologi: Filsafat Curang Seri 2 – Sekuni Milenial

 

Tags: KorupsiPendidikanpurba
Previous Post

Tetap Menjaga Harapan Baik pada Jalur Naik-Turun Gunung Agung

Next Post

Membuktikan Ada Tuhan dalam Buku Falsafat Agama Prof. Dr. Harun Nasution

Hartanto

Hartanto

Pengamat seni, tinggal di mana-mana

Next Post

Membuktikan Ada Tuhan dalam Buku Falsafat Agama Prof. Dr. Harun Nasution

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

by Arix Wahyudhi Jana Putra
May 9, 2025
0
Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

GERIMIS pagi itu menyambut kami. Dari Kampus Undiksha Singaraja sebagai titik kumpul, saya dan sahabat saya, Prayoga, berangkat dengan semangat...

Read more

Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

by Pitrus Puspito
May 9, 2025
0
Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

DALAM sebuah seminar yang diadakan Komunitas Salihara (2013) yang bertema “Seni Sebagai Peristiwa” memberi saya pemahaman mengenai dunia seni secara...

Read more

Deepfake Porno, Pemerkosaan Simbolik, dan Kejatuhan Etika Digital Kita

by Petrus Imam Prawoto Jati
May 9, 2025
0
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

BEBERAPA hari ini, jagat digital Indonesia kembali gaduh. Bukan karena debat capres, bukan pula karena teori bumi datar kambuhan. Tapi...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
Khas

Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng
Khas

“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

DULU, pada setiap Manis Galungan (sehari setelah Hari Raya Galungan) atau Manis Kuningan (sehari setelah Hari Raya Kuningan) identik dengan...

by Komang Yudistia
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

May 3, 2025
Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

May 3, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co