MINGGU, 6 April 2025, saya mengenang mendiang Umbu Landu Paranggi dan Cok Sawitri. Sudah empat tahun Umbu berpulang dan setahun dunia sastra Indonesia kehilangan Cok Sawitri.
Begitu bangun pagi, saya membaca kembali sajak-sajak Umbu dan Cok Sawitri. Begitu juga menengok kembali beberapa tulisan saya tentang keduanya. Saya melihat benang merah. Keduanya sosok yang memiliki vitalitas, totalitas dan berintegritas di jalan kata-kata.
Tanpa diduga, pagi itu juga datang kabar duka dari teman-teman di Bali Post (BP). Sahabat saya, kolega di BP dan DenPost, I Wayan Sumatika, dikabarkan berpulang. Saya buka media sosial, ternyata sudah berseliweran status ucapan duka cita dari sejumlah teman.
Kabar duka ini sungguh mengagetkan. Betapa tidak, baru seminggu yang lalu, saya berkomunikasi via messengger dengannya.
Hari itu, Minggu, 30 Maret 2025, saya bersama keluarga sedang berlibur di Sambangan, Buleleng. Saat ngobrol dengan keluarga, tiba-tiba ada pesan di messengger. Ternyata dari Bli Wayan Sumatika. Dia baru saja menerima permintaan pertemanan saya setelah setahun lebih saya menggunakan akun baru facebook. Permintaan pertemanan saya lama tak diterima karena dia khawatir itu akun penipuan. Untuk memastikan itu benar akun saya, Bli Wayan mengirimi saya messenger.
Begitu yakin bahwa akun baru itu benar milik saya, kami pun bertukar pesan cukup lama. Dia bercerita kegiatannya setelah berhenti sebagai wartawan BP. Kami lama tak berjumpa setelah dia memutuskan keluar dari media yang membesarkannya. Tapi, dia mengaku masih berlangganan BP. “Karena bes sayang jak BP, Jay,” ujarnya.
Selepas dari BP, Sumatika memilih sebagai freelance, terutama melakoni dunia fotografi. Bahkan, beberapa kali dia menyabet juara di ajang bergengsi. Dia juga ikut membantu media fotografi asuhan fotografer ternama, Arbain Rambey: MATA. Selepas dari BP juga ia menulis sejumlah artikel berkaitan dengan dunia fotografi di tatkala.co.
Sebelum di BP, Bli Wayan bergabung di DenPost. Dia bergabung tak berselang lama setelah saya masuk. Sebagai jurnalis, kami berdua sama-sama suka menulis feature human interest sehingga kerap dijadikan tumpuan mengisi ruang feature di DenPost. Kami punya keyakinan yang sama bahwa feature sebagai ruang kreatif yang menghindarkan jurnalis dari kesan sekadar sebagai tukang lapor berita. Feature memungkinkan jurnalis tidak saja mengeksplorasi keterampilan menulis berkadar sastra, tetapi juga daya intelektualitasnya.
“Sekarang eranya berita advertorial. Sepertinya tak ada gunanya lagi punya keterampilan menulis bagus di media. Seolah-olah tak ada gunanya jadi wartawan kini, Jay,” keluh Sumatika.
Dia termasuk wartawan yang serius jika menulis dan penuh perhitungan. Kami pernah bekerja sama mengungkap kasus mark up nilai rapor untuk ikut PMDK Unud di salah satu SMA Denpasar yang sempat membuat heboh dunia pendidikan di Bali pada tahun 2001 silam. Kasus itu juga memaksa kami berkolaborasi mengungkap awal-awal mencuatnya kasus pungutan masuk salah satu fakultas favorit di Unud pada tahun yang sama. Pada kedua kasus itu, Sumatika tak henti mengingatkan saya agar tetap berpegang pada rambu-rambu kode etik jurnalistik agar pemberitaan tidak malah berbalik menyerang kami.
Dalam perjalanan, Wayan Sumatika dipindah ke Bali Post. Artinya, sebagai wartawan di Kelompok Media Bali Post (KMB), dia “naik kelas”. Saya tetap di DenPost, sebelum akhirnya memutuskan fokus berkarier sebagai akademisi sejak tahun 2019.
Menjelang berhenti di BP, kami sempat berjumpa dan Sumatika bercerita soal rencananya resign. Dia mengaku akan tinggal di kampung. Memang benar, selepas dari BP, dia lebih sering di kampung. Dia masih melakoni kehidupannya sebagai fotografer. Sesekali saya lihat di fb-nya dia membagikan video menyanyi, umumnya mengkover lagu orang. Sesekali dia membagikan musikalisasi puisinya sendiri. Hingga tukar pesan minggu lalu, dia tampak sehat-sehat saja.
Status terakhirnya tercatat 28 Maret lalu, bertepatan dengan malam pengerupukan, yang berisi unggahan cover lagu berjudul “Bunga Surgawi”. Seminggu kemudian, Minggu dini hari, 6 April 2025, Wayan Sumatika berangkat pulang ke rumah abadi. Unggahan terakhirnya di akun fbnya seolah sebagai pesan, Wayan Sumatika yang sepanjang hidupnya memilih melajang, kini telah memilih menyunting “bunga surgawi”.
Selamat jalan, Bli Wayan. Semoga kau bahagia di sana. [T]
Penulis: Made Sujaya
Editor: Adnyana Ole
- BACA artikel fotografi yang ditulis WAYAN SUMATIKA