DI Desa Padangan, Kecamatan Pupuan, Tabanan, ada sekolah Minggu, di mana anak-anak belajar dan bermaian di tengah-tengah alam yang asri.
Kami, mahasiswa Universitas PGRI Mahadewa Indonesia (UPMI) Bali yang tergabung dalam UKM Jurnalistik berkunjung ke sekolah itu, Minggu, 12 Januari 2025, sekaligus turut merasakan keceriaan anak-anak di sekolah itu. Kunjungan kami menandai berakhirnya masa kepengurusan UKM jurnalistik periode 2023-2024.
Sekolah Minggu adalah sekolah rumahan yang dikelola suami istri, yakni Rudyaswati yang kerap dipanggil Mama dan Wayan Warditha yang kerap dipanggil Pak Mekel, karena ia memang sebagai Perbekel (Mekel/Kepala Desa) Desa Padangan. Sekolah itu berdiri sejak tahun 2016. Sekolah Minggu dilaksanakan dalam sebulan 2 kali.
I Made Adnyana, S.H., M.H selaku pembina UKM Jurnalistik menjadi pemandu perjalanan menuju Sekolah Minggu itu. Perjalanan dimulai dari Kampus UPMI di Denpasar, pada pukul 07.15 WITA.
Hujan pagi hari tak menurutkan niat kami untuk berkunjung ke sekolah itu. Kami beranggotakan 24 orang, dengan menumpang mobil, menerobos hujan.
Kami lewati terminal Mengwi, lalu masuk wilayah Kota Tabanan. Terus ke barat, sampailah kami di wilayah Selemadeg. Di situ ada pertigaan, ada patung polisi. Kami belok kanan menuju arah Pupuan.
Sepanjang jalan kami mencium bau durian yang semerbak. Begitu banyak pohon durian sepanjang jalan di Pupuan.
Pukul 09.00 kami sampai di sekolah Minggu dengan keadaan terkena hujan gerimis. Sampai di sana kami duduk dan memperkenalkan diri kepada adik-adik yang berjumlah 31 di sekolah Minggu.
Bertemu anak-anak di Sekolah Minggu di Desa Padangan, Pupuan, Tabanan | Foto: Vira
Di sekolah itu kami mengagendakan bermaian bersama. Dayu Putri, teman kami, menyampaikan ada 3 agenda yang dilaksanakan bersama adik-adik di sekolah itu, yaitu tebak gambar, estafet karet, dan lomba membuat majalah dinding (mading).
Agenda pertama yaitu tebak gambar, dimana adik-adik dipandu oleh kami dengan memberikan gambar dan satu orang akan memperagakan gerakan sesuai gambar dan gerakan diikuti oleh teman di belakangnya. Siapa yang gerakan benar sesuai dengan gambar, maka itulah pemenangnya.
Agenda kedua yaitu, estafet karet. Estafet karet ini dimana kami memberikan tusuk gigi dan karet kepada adik-adik. Cara bermainnya yaitu tusuk gigi dijepit di bibir, lalu peserta di depan akan diberikan karet oleh panitia. Peserta pertama memberikan karet kepada teman di belakang melalui mulut.
Agenda ketiga yaitu lomba membuat majalah dinding. Peserta dibagi menjadi 3 kelompok, setiap kelompok berisi 10 peserta. Peserta disuruh membuat membuat majalah dinding dengan bebas sesuai kreativitas peserta. Mulai dari menulis pantun, bercerita tentang alam, membuat kreasi dari kertas seperti kapal, bunga, ada juga yang menulis kata-kata hari ini.
Setelah perlombaan selesai, pemenang lomba akan diberikan hadiah berupa snack coklat.
Lomba mading | Foto: Vira
Tepat pukul 12.00 acara selesai dan adik-adik pun pulang dijemput orang tuanya. Kami panitia disuguhkan sate, jajan basah, dan air oleh Mama Sebelum makan bersama, kami mendengarkan sedikit obrolan dari suami Mama, yaitu Pak Mekel.
Ia menceritakan sedikit tentang berdirinya sekolah Minggu yang awalnya memakai dana sendiri dan sekarang dibantu oleh desa.
“Istri saya dulu hanya ibu rumah tangga, karena dia suka anak-anak jadinya dia menampung anak dengan biaya sendiri,” kata Pak Mekel.
Dengan keuletan dan kesabaran Mama, sekarang sekolah ini dibiayai desa. Banyak yang mau meniru sekolah itu, tapi banyak juga yang tak bertahan lama.
“Kami disini buat buat anak-anak menjadi langsung pintar, kami di sini menciptakan anak-anak berbudi pekerti luhur, sopan santun,” kata Pak Mekel.
Lomba mading | Foto: Vira
Sekolah Minggu sangat sejuk dan asri penuh dengan pohon buah dan tanaman bunga. “Di sini banyak tanaman, itu menjadi laboratorium alam bagi anak-anak kami disini,” katanya.
“Binatang sekecil semut pun tak akan kamu bunuh, jika dibunuh, itu akan merusak ciptaan Tuhan apalagi tanaman,” sambung Mama.
Setelah mendengar sedikit cerita, kami makan sate, sungguh enak walaupun hanya 3 tusuk sate dan lumayan mengganjal perut yang sudah keroncongan dari pagi. Setelah makan kami berpamitan dengan Mama.
Berfoto bersama anak-anak di Sekolah Minggu | Foto: Vira
Pada tahun lalu anggota UKM Jurnalistik UPMI Bali sudah pernah berkunjung ke Sekolah Minggu dan sekarang kembali datang ke sekolah Minggu itu.
Menurut Dayu Putri, selaku ketua UKM Jurnalistik periode 2023-2024, alasan memilih sekolah Minggu karena memang tertarik pada kegiatan di sekolah itu. “Dan tidak ada alasan bertemu kembali dengan orang lama kembali. Maunya mencari bakso seperti tahun lalu tetapi dapatnya sate, hahaha,” kata Dayu Putri.
Perjalanan dilanjutkan ke Vihara Dharma Giri yang berlokasi di Jalan Raya Pupuan, kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan.
Patung Buddha Tidur di Vihara Dharma Giri | Foto: Vira
Menurut I Made Adnyana, alasan memilih Vihara Dharma Giri tidak ada alasan khusus. “Kebetulan salah satu objek yang menarik dikunjungi di seputaran Pupuan ya patung Reclining Buddha atau Sang Buddha dalam posisi terbaring. Kebetulan juga sebagian besar anggota UKM Jurnalistik belum pernah berkunjung kesana,” ujarnya.
Anggota UKM Jurnalistik makan siang ronde kedua di tempat itu. Adnyana dan Dayu Putri mengambil konsumsi. sembari menunggu konsumsi datang, anggota yang lain berfoto menikmati alam dan patung Buddha tidur, ada juga yang memberi makan burung-burung di sana.
Konsumsi datang, kami makan bersama menikmati nasi bungkus dengan lauk ayam suwir dan sate ditemani dengan pemandangan alam Pupuan. [T]
Reporter/Penulis: Vira Astri Agustini
Editor: Adnyana Ole
Catatan: Artikel ini adalah hasil dari pelatihan jurnalistik berkaitan dengan program magang mahasiswa Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas PGRI Mahadewa Indonesia (UPMI) Bali di tatkala.co