SETIAP hari, Ni Ketut Sami akan mengaduk lawar sedari petang hingga menuju tengah malam, ia menyiapkan hidangan lawar untuk pelanggan-pelanggannya. Rutinitas itu sudah dilakoninya hampir 40 tahun, sejak memulai bisnis warung makan dari tahun 1980-an.
Dugong 21, begitulah orang-orang mengenal warung nasi lawar tersebut. Warung ini terletak di jalan raya Guwang, Sukawati. Tepatnya di sebelah utara Indomaret Guwang. Tentu, banyak orang yang penasaran mengapa nama Dugong 21 dipilih sebagai nama warung.
Ni Ketut Sami dan I Wayan Balik Dudug selaku owner menjelaskan, Dugong 21 memiliki makna yang mendalam, bukan sekadar nama belaka. Dugong merupakan satwa laut yang diartikan kerap jatuh-bangun, serta senantiasa berjuang untuk bangkit. Kemudian Dua Satu berarti Dudug dan Sami, diambil dari suku kata pertama Du-Sa.
Dugong 21 merupakan bisnis keluarga yang dijalankan langsung oleh satu keluarga, di bawah komando Ni Ketut Sami dan I Wayan Balik Dudug. Semua bahu-membahu membantu menyiapkan piranti untuk berjualan setiap harinya, mulai dari anak, cucu, hingga karyawan, semuanya bekerja sama.
Warung Nasi Lawar Dugong 21 | Foto: tatkala.co/Dede
Sebelum menjadi kuliner malam seperti sekarang, dahulunya warung Dugong 21 beroperasi pada pagi hari, dari jam 5 subuh sampai jam 10 pagi. Pada masa itu, nasi lawar Dugong 21 masih menjadi menu sarapan warga. Kini warung Dugong 21 buka dari jam 5 sore sampai jam 11 malam, atau sampai habis.
Luh Ayu Rai Sulaksmi, cucu dari Ketut Sami dan Balik Dudug mengatakan, warung ini mulai beroperasi pada malam hari sejak tahun 2020. “Awalnya karena buka pada malam Siwaratri, banyak anak-anak muda datang untuk membeli nasi. Bahkan sampai ada yang makan di dalam rumah, karena kehabisan tempat di depan. Sejak saat itu, warung Dugong 21 mulai berkembang, benar-benar menjadi rumah makan.”
“Sensasi makan di rumah itu yang banyak orang suka, mereka merasa lebih santai, seperti makan di rumah sendiri. Terkadang ada juga yang merasa seperti datang ke resepsi pernikahan,” kata Ayu Rai.
Semenjak berjualan pada malam hari, kini warung Dugong 21 semakin ramai dan memerlukan tenaga yang ekstra. Saat ini warung Dugong 21 turut dibantu oleh lima karyawan di luar anggota keluarga. Total orang yang terlibat sebanyak sebelas orang, enam anggota keluarga dan lima karyawan.
Tangan Ni Ketut Sami saat mengadon lawar | Foto: tatkala.co/Dede
Lawar adalah masakan khas Bali yang berupa campuran sayur-sayuran, bumbu Bali, dan Daging Cincang. Di Bali ada banyak jenis-jenis lawar, salah satunya adalah lawar plek. Perbedaan lawar plek dengan lawar-lawar lainnya adalah dari segi penggunaan daging cincang yang lebih banyak daripada sayur-sayuran, serta ditambah dengan campuran darah segar untuk menambah cita rasa.
Bagi Anda yang belum pernah mencoba, bisa langsung datang dan rasakan sendiri. Warung Nasi Lawar Dugong 21 bisa menjadi salah satu tempat untuk mengisi perut Anda ketika sedang melintas atau berkunjung ke desa Guwang.
Jika tidak suka dengan lawar plek, Anda bisa request jenis lawar yang Anda inginkan. Bisa lawar plek, lawar sedikit plek, lawar tidak plek (tidak pakai daging cincang), ataupun lawar putih (tanpa darah).
Jika berbicara soal harga, Anda tidak perlu khawatir, nasi lawar Dugong 21 sangatlah terjangkau. Hanya dengan menyiapkan uang 20 ribu rupiah, Anda sudah mendapatkan satu porsi nasi lawar lengkap dengan soto dan minuman.
Dua Porsi Nasi Lawar di Warung Dugong 21 | Foto: tatkala.co/Dede
Luh Ayu Rai Sulaksmi saat menyiapkan soto | Foto: tatkala.co/Dede
Anda juga bisa memilih, mau menyantap makanan di luar atau di dalam rumah. Ketika makan di dalam rumah, Anda akan diperlihatkan dengan rumah style Bali. Semua hal yang Anda lihat di rumah itu adalah hasil dari bisnis warung nasi itu, karena memang itulah mata pencaharian utama keluarga tersebut.
Menu yang selalu menjadi primadona selain lawar adalah soto dan sate. Orang-orang yang datang berbelanja tak selalu hanya membeli lawar. Ada juga yang hanya membeli sate ataupun soto untuk dijadikan lauk di rumah.
Soto Babi khas Warung Nasi Lawar Dugong 21 | Foto: tatkala.co/Dede
Aneka sate di Warung Nasi Lawar Dugong 21 | Foto: tatkala.co/Dede
Beberapa pelanggan juga tampak mencomot beberapa sate, sembari menunggu pesanan mereka disiapkan. Tetapi tentu, mereka harus membayar lebih untuk sate yang diambil di luar porsi utama.
Pelanggan Dugong 21 kini datang dari seluruh penjuru Bali. Banyak orang yang rela jauh-jauh ke desa Guwang hanya untuk mencicipi adukan lawar dari Ketut Sami. Tak hanya orang Bali, turis-turis mancanegara juga kerap terlihat membeli lawar di sana.
I Wayan Balik Dudug menyebutkan, Warung Nasi Lawar Dugong 21 menghabiskan 50 kilogram daging babi dan 40 kilogram beras setiap harinya. Ia juga mengatakan, Sebelum menjual lawar babi, warung Dugong 21 telah melewati banyak transformasi bisnis. Mulai dari menjual kaset, warung kopi, lawar penyu, lawar ayam, hingga lawar babi.
Suasana di dalam rumah Warung Nasi Lawar Dugong 21 | Foto: tatkala.co/Dede
Semua dimulai saat I Wayan Balik Dudug dan Ni Ketut Sami menikah pada tahun 1974. Setelah menikah, mereka mencoba memulai berbisnis. Kala itu, masih sedang tren kaset, jadi bisnis pertama yang dijalankan adalah menjual kaset. Selama sekian tahun menjual kaset, mereka dianugerahi lima putri, anak pertama lahir pada tahun 1975 sampai anak kelima lahir pada tahun 1984.
Sayangnya, bisnis kaset tersebut kandas ketika anak ketiga mereka meninggal dunia, saat masih duduk di bangku kelas tiga SD. Momen itu menjadi masa yang sulit dan bisnis mereka lambat laun mulai terpuruk, semua uang yang mereka punya habis untuk membeli obat dan biaya perawatan sang anak. Momen itu pula memberikan pukulan yang amat mendalam bagi mereka.
Tak lama setelah peristiwa itu, mereka memulai kembali berbisnis dari nol dengan membuka warung kopi dan menjual bensin eceran (premium). Tetapi karena pengeluaran dan pemasukan dirasa tidak stabil, akhirnya Dugong 21 beralih menjadi warung nasi dengan olahan penyu, dari sanalah Dugong 21 mulai menjadi warung nasi lawar.
Tampak depan Warung Nasi Lawar Dugong 21 | Foto: tatkala.co/Dede
Pada masa itu, penyu masih lazim dijadikan bahan makanan. Tetapi semenjak muncul peraturan daerah (Perda) yang melarang penangkapan penyu, akhirnya Dugong 21 beralih menjual lawar Ayam. Kemudian tak lama setelahnya, munculah isu flu burung, yang membuat Dugong 21 beralih menjual lawar babi, kemudian muncul lagi isu flu babi yang menyebabkan bisnis Dugong 21 menjadi mandet.
Seiring waktu berjalan, kondisi mulai berangsur membaik, Warung Dugong 21 pun konsisten menjual lawar babi sampai sekarang. {T]
Reporter/Penulis: Dede Putra Wiguna
Editor: Adnyana Ole