AKHIR-AKHIR ini, cuaca terasa begitu ekstrem. Bagaimana tidak, suhu udara di siang hari di kota Singaraja saat ini, bisa mencapai angka 38 derajat Celcius. Ada beberapa faktor yang diketahui sebagai penyebabnya. Posisi matahari yang saat ini berada di sebelah selatan garis ekuator, secara langsug tentunya telah meningkatkan paparan sinar surya ke wilayah bumi bagian selatan.
Pulau Jawa, Bali dan gugusan pulau-pulau di wiayah NTB dan NTT jelas temasuk area yang menerima paparan sinar matahari yang lebih banyak. Kecenderungan cuaca hari-hari belakangan ini pun sangat cerah dan langit tak berawaan. Kondisi ini menyebabkan tak adanya awan yang dapat menghalangi kekuatan radiasi sinar matahari yang masuk ke atmosfer.
Lalu isu perubahan iklim, adanya peningkatan suhu global tentu menjadi faktor yang tak dapat diabaikan. Seperti yang kita ketahui bersama, efek rumah kaca adalah penyebab utama fenomena global tersebut. Ketika emisi karbon terus meningkat pada lapisan atmosfer, di lain pihak manusia juga melakukan deforestasi. Menyebabkan poulasi pepohanan yang diharapkan meyerap korbon dioksida jumlahnya kian menyusut.
Dampak cuaca panas terhadap kesehatan, tidak hanya disebabkan oleh an sich derajat suhu panas tersebut. Namun juga dipengaruhi oleh fluktuasi suhu udara yang diterima tubuh manusia. Saat berada di luar rumah, suhu udara mencapai 37 atau 38 derajat Celcius dan saat masuk ke dalam kendaraan atau rumah, agar merasa adem, suhu ruangan diatur hingga 17 derajat Celcius dengan bantuan AC.
Paparan suhu udara yang berfluktutif tersebut, memberi dampak kurang baik terhadap sel-sel tubuh. Tentu saja selanjutnya dapat mempengaruhi jaringan dan organ. Suhu panas menyebakan pembuluh darah melebar untuk melepaskan panas tubuh akibat pengaruh lingkungan yang panas. Kondisi ini kemudian memicu denyut jantung menjadi lebih cepat. Dehidrasi merupakan dampak cuaca panas ekstrem yang paling umum terjadi. Keringat yang berlebih, adalah respon alami tubuh utuk mengurangi suhu tubuh akibat pengaruh suhu lingkugan yang tinggi.
Namun di sisi lain, akibat keringat berlebih tersebut, tubuh berisiko mengalami dehidrasi. Tak cuma menyebabkan kekurangan cairan, tubuh juga akan mengalami kekurangan elektrolit. Baik cairan maupun elektrolit, sangat penting untuk proses metabolisme dalam tubuh. Bahkan organ-organ penting seperti jantung dan ginjal sangat dipengaruhi oleh volume cairan tubuh.
Begitu pula proses-proses vital seperti konduksi listrik saraf dan otot tergantung dari kadar eletrolit tubuh. Sementara di alam, perubahan suhu ekstrem juga dapat memudahkan perkembangbiakan sejumlah mikroba patogen. Dari fakta-fakta di atas, sudah cukup jelas dampak buruk cuaca panas terhadap kesehatan tubuh manusia. Disebabkan oleh karena, sistem imun manusia yang cenderung menurun sementara virulensi mikroba dapat meningkat.
Apa yang perlu kita lakukan? Paling penting adalah, memastikan asupan air dan elektrolit dapat mengimbangi keringat dan penguapan akibat cuaca panas sehingga dapat mencegah dehidrasi. Jika pada cuaca biasanya minum air minimal 8-10 gelas (2-2.5 liter,) saat ini perlu ditambahkan hingga minimal 10-12 gelas per hari atau lebih jika terus aktif berolah raga.
Disamping air, tentu saja asupan elektrolit juga perlu diperhatikan. Sumber elektrolit paling baik adalah buah-buahan segar seperti pisang, pepaya, melon, semangka dan buah belimbing atau air kelapa. Saat ini pun tersedia minuman yang mengandung elektrolit dalam kemasan. Sementara asupan nutrisi yang memacu metabolisme tubuh berlebih sebaiknya dikurangi.
Misalnya makanan yang banyak mengandung gula, lemak atau protein dan makanan olahan. Sangat disarankan juga, untuk menghindari perubahan suhu lingkungan yang terlalu drastis yang mengenai tubuh. Artinya selain mengatur suhu ruangan ber-AC secara bertahap, saat ke luar ruangan dipelukan pakaian yang dapat menutupi tubuh dan dapat menyerap keringat namun tidak terlalu menyerap sinar matahari.
Disamping itu disarankan juga untuk memakai sunscreen 30 SPF untuk melinduni kulit. Disarankan juga tetap melakukan latihan olah raga teratur dengan intensitas sedang ringan setiap hari atau 4-5x per minggu selama 30-45 menit. Ini justru penting juga untuk mengimbangi keengganan bergerak dan berlama-lama tinggal di dalam ruangan ber-AC dingin karena cuaca yang panas di luar rumah. [T]
Klik BACA untuk melihat esai dan cerpen dari penulis DOKTER PUTU ARYA NUGRAHA