— Catatan Harian Sugi Lanus, 12 Agustus 2023
Setelah beredar foto dan catatan singkat saya tentang ulasan relief dari Pura Dalem Sangsit, berupa sosok perempuan berkepala penuh kelamin lelaki, saya dikirimi sebuah foto: Tendas Keleng! Atau singkatnya: Naskleng. Kepala yang manunggal dengan kelamin pria.
Namanya ini: Ndaskleng! Lelaki atau manusia yang pikiran dan jalan hidupnya semata-mata dikendalikan kelaminnya. | Foto: Dok. Sugi Lanus
Apa ini?
Dalam khazanah seni ukir atau rupa-visual Buleleng ini adalah gambaran watak manusia berkarakter raksasa/raksasi yang isi kepala dan jalan hidupnya dikendalikan oleh kelaminnya. Manusia berkarakter kelamin: Hidupnya secara penuh dikuasai oleh konak kelamin.
Ada renungan Mahatma Gandhi: “Kelamin bukan alat rekreasi, tapi alat reproduksi.” Dengan pesan ini mungkin Gandhi berharap pada pembaca atau para pengikutnya jangan sampai salah memahami fungsi biologi dasar dari alat kelamin. Kalau tidak untuk tujuan reproduksi jangan main-main atau rekreasi dengan kelaminmu? Atau jangan sampai berlebihan pada sisi rekreasinya melulu?
Orang tua di Buleleng akan menjelaskan bahwa ukiran-relief ini adalah gambaran: ‘Jatma kesasar kemu-mai memanjakin jaruh keneh’ (Makhluk kesasar kesana kemari diperbudak nafsu kelamin).
Lontar Smara-Tantra secara tatwa/tantra menjelaskan bagaimana pertama-tama manusia mesti memahami akar energi reproduksi menggerakkan alam semesta. Dengan pemahaman ini kita disadarkan bahwa tanpa ‘energi reproduksi’ tidak akan berkembangbiak binatang dan manusia. Demikian pula pada tumbuhan ada energi reproduksi yang bekerja sehingga secara alamiah kepala putik bunga akan menangkap serbuk dari benang sari pada saat penyerbukan yang kemudian dilanjutkan proses pembuahan. Ada ‘kuasa dan energi reproduksi’ bekerja di bentang alam semesta.
Pelajaran atau Ajian Kundalini mengajarkan bagaimana gejolak alat reproduksi dan energinya mendasar untuk dituntun naik ke tangga chakra lebih atas; dari simpul akar stabilitas (Muladara), menuju semburan energi kreatif-seksualitas, lalu pusat ambisi kuasa; dari kelamin dan dubur menuju pusar dan naik ke pusat jantung: Harus diusahakan terus tanpa lelah untuk dituntun ke titik pusat chakra jantung (Anahata) atau disebut juga pusatnya sebagai padma hṛdaya.
Padma hṛdaya menjadi kendali hidup gejolak organ di bawah jantung, menjadi poros kesucian manusia, penyatuan diri secara utuh tidak menyebalah, dan pintu menujul kalepasan, demikian jika meminjam pendekatan lontar Aji Guhyasamāja dan pembahasan Padmahṛdaya. Padmahṛdaya adalah pusat harmonisasi emosi bawah ditransformasikan menjadi emosi yang lebih halus atau lebih tinggi menjadi ketulusan, kepedulian, kesabaran, welas asih atau perdamaian, dan empati.
Relief-ukiran ‘Naskleng’ ini disebutkan berasal dari seputar wilayah Kubutambahan, Buleleng. Begitulah ekspresi seniman Buleleng: Berani vulgar agar pesan moral dan etika serta tatwa/filsafatinya sampai. Pesan moral disampaikan dengan vulgar menohok dan teror visual. [T]
- BACA artikel dan esai lain dari penulisSUGI LANUS