Sastra dapat diibaratkan sebagai potret atau sketsa kehidupan — (Budianta, 2002: 19-20)
SASTRA CUKUP BANYAK melukiskan kehidupan manusia. Sastra ialah suatu seni bahasa yang dapat memberikan pengetahuan serta hal menarik kepada penikmatnya. Menjadi sarana dalam menyampaikan pesan secara tersirat maupun tersurat, membuat sastra menjadi medium yang digunakan penulis untuk menggambarkan kehidupan di sekitarnya.
Tidak sedikit karya sastra yang menggambarkan potret-potret kehidupan pada masanya. Seperti novel yang berjudul Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dan Di Bawah Lindungan Ka’bah karya H. Abdul Malik Karim Amrullah atau yang dikenal dengan Buya Hamka. Buya Hamka merupakan sastrawan, ulama, filsuf, wartawan, penulis, serta pengajar yang lahir di Sumatra Barat.
Novel yang berjudul Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dan Di Bawah Lindungan Ka’bah berlatar di Sumatra Barat, tepatnya di kota Padang dan Minangkabau. Latar belakang Hamka, jelas mempengaruhi latar belakang kedua novel tersebut. Adat Padang, Minangkabau, serta kekentalan islam di dalamnya memperlihatkan latar belakang kehidupan dari seorang Buya Hamka.
Buya Hamka kental akan adat minang, sehingga mempengaruhinya dalam menulis kedua novel tersebut. Tidak hanya demikian, Hamka pun menyampaikan kritiknya terhadap adat yang cukup kolot.
Potret atau sketsa kehidupan yang diceritakan pada novel yang berjudul Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dan Di Bawah Lindungan Ka’bah merupakan gambaran kehidupan di zaman dulu yang sangat memegang kokoh adat istiadat. Menceritakan kisah cinta dua sejoli yang terhalang adat istiadat setempat, membuat kedua novel tersebut memiliki akhir cerita yang sangat menguras air mata.
Dari kisah yang disajikan pada kedua novel tersebut, menunjukan bahwa sastra merupakan potret dan gambaran kehidupan pada masanya. Sapardi Djoko Damono pun menyatakan bahwa sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial.
Umumnya, seorang penulis menemukan inspirasi sastranya melalui kehidupan di sekitarnya. Hal tersebut yang dilakukan oleh Buya Hamka pada saat menulis novel berjudul Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dan Di Bawah Lindungan Ka’bah.
Pastinya seorang penulis tidak selalu menuliskan kehidupan di sekelilinya, selalu ada imajinasi yang diolah dengan sedemikian rupa untuk memberikan kisah yang lebih menarik dan berkesan bagi pembacanya.
Buya Hamka berhasil melakukan hal tersebut. Di balik cerita berlatar Sumatra Barat yang merupakan tempat kelahirannya, Hamka pun berhasil memperkenalkan adat minang pada pembacanya. Selain itu, Hamka pun berhasil menyajikan cerita yang dramatis. Sehingga kedua novel tersebut dapat memberikan kesan tersendiri bagi pembacanya.
Seperti yang dikatakan oleh Stephen King, seorang penulis kotemporer yang berasa dari Amerika Serikat. Ia menyatakan bahwa dalam suatu penciptaan seseorang mengarahkan tidak hanya semua pengetahuan, daya, dan kemampuan saja, melainkan seluruh jiwa dan nafas hidupnya.
Jadi, benar adanya apabila seorang penulis atau sastrawan tidak hanya menuliskan hasil imajinasinya saja. Melainkan juga menuliskan sesuatu dari apa yang ia lihat, dengar, dan rasakan. [T]