ANTOLOGI puisi GM Sukawidana, biasa disapa GM, yang terkumpul dalam “Air Mata (Tanah) Bali” adalah refleksi atas perjalanan eksistensinya. Nama GM bukanlah nama baru dalam ‘belantara’ kepenyairan Bali.
Dalam banyak hal, sajak-sajak GM menyuarakan kondisi Bali yang berubah. Melalui sajak-sajaknya, GM yang berlatar belakang guru Bahasa Indonesia telah jauh-jauh hari meneriakkan revolusi mental kepada anak didiknya.
Kita sering mengatakan bahwa karya seni itu indah, pemandangan alam itu indah, pun cinta itu indah. Dengan keindahan itu, terciptalah kedamaian. Kata damai itu indah, dan pujangga Inggris yang beraliran romantisme, John Keats (1795 – 1821), mengaku, “A thing of beauty is a joy forever!”
Bagi pembaca buku yang terbiasa disuguhkan gambaran Bali yang indah, mempesona, dan tenang, maka buku Air Mata (Tanah) Bali menawarkan sesuatu yang berbeda. Melalui sajak-sajaknya, GM dengan lihai mengambil sudut pandang yang lain, yakni keperihan orang-orang tergusur dan tak berdaya. Dengan Bahasa sajaknya juga menjadi bahasa cinta GM mengajak kita untuk mencintai alam dan budaya Bali.
Apabila masyarakat internasional bertanya mana karya sastra khas Indonesia, khususnya yang berbicara tentang Bali? Maka buku ini adalah jawabannya. Bali yang compang-camping, antara realisme dan surialisme menancap dalam buku Air Mata (Tanah) Bali. Buku yang layak dijadikan refrensi untuk melihat Bali secara utuh.
Sebagai pencinta seni dan budaya, saya bangga terhadap GM. Melalui sajak-sajaknya, ia mencerminkan proses cipta yang panjang. Sajak-sajaknya tidak hanya mengigaukan hal-hal pribadi, melainkan juga menghadirkan kepedulian problematik sekitarnya. Hal itu tercermin pada keseluruhan sajak dalam buku ini.
Semoga buku Air Mata (Tanah) Bali senantiasa dapat menghasilkan. Sesuatu yang bermanfaat bagi perkembangan budaya Bali yang adi luhung, serta dapat dijadikan wahana dalam membangun karakter bangsa yang mampu mencerminkan kepribadian sebagai jati diri bangsa. [T]
- Penulis: Jejeneng Mpu Keris Pande Wayan Suteja Neka, kurator seni lukis dan keris, sekaligus pemilik museum Neka, Ubud Bali
- Catatan: Tulisan ini adalah epilog untuk buku puisi Air Mata (Tanah) Bali karya GM Sukawidana terbitan Pustaka Ekspresi (2023)