Jaman dulu orang bertapa beratus-ratus tahun baru bisa ngomong dengan pohon, tapi kini orang terbentur pohon dulu, barulah bisa ngomong sama pohon.
Itu adegan dalam film “Petualangan Tara & Pramana”. Film itu diputar oleh Komunitas Singaraja Menonton di Rumah Belajar Komunitas Mahima, Singaraja, Jumat 30 September 2022 malam.
Film itu disutradari Agung Bawantara dan produser pelaksana Maria Ekaristi. Film ini tergolong ringan. Bagi saya sangat ramah dan bisa dinikmati oleh segala usia. Namun, meski ringan, bukan berarti film itu gagal menyampaikan pesan-pesan, terutama pesan tentang kemuliaan rempah-rempah yang amat berguna bagi kehidupan manusia, terutama tentang rempah-rempah di Bali.
Film ini mengisahkan tentang dua remaja, Tara dan Pramana ke tengah hutan untuk melakukan pencatatan jenis-jenis tanaman, termasuk rempah-rempah yang tumbuh di tengah hutan. Di tengah petualangan itu mereka tersesat, sampai terjadi insiden, Tara dan Pramana pingsan.
Tara terpeleset, tubuhnya meluncur di lereng hutan dan menabrak tubuh Pramana. Pramana ditabrak dan kepalanya terbentur batang pohon.
Setelah siuman mereka mendengar suara-suara dari pohon. Mereka mendapat bermacam petunjuk. Selain petunjuk untuk keluar dari ketersesatan dalam hutan, mereka juga dapat petunjuk tentang daun-daunan yang bisa untuk mengobati luka kaki Pramana, serta daun yang bisa dimakan.
Adegan itu mengingatkan pada cerita yang terdapat dalam lontar Taru Pramana. Film ini memang terispirasi dari lontar Taru Pramana itu.
Lontar Taru Pramana adalah salah satu lontar yang disebutkan sebagai ajaran suci dari Bhatari Ghori (Durga) yang diturunkan ke Mpu Kuturan ketika dunia dilanda gerubug. Dunia dilanda wabah cakbyag (mati di tempat) yang memakan korban sebagian warga.
Dalam suasana itu sedih dan tergerak hati Mpu Kuturan. Ia melakukan tapa memuja Bhatara agar diberi kekuatan penyembuhan. Ia kemudian diberi kekuatan untuk bisa bicara dan mendengar suara pohon-pohon. Dan pohon-pohon itulah yang kemudian menjelaskan diri, menjelaskan batang, daun, dan buah, yang memiliki khasiat penyembuhan.
Ajaran yang diterima dalam tapa itu dikenal sebagai lontar Taru Pramana. Lontar ini menyebutkan setidaknya 202 tumbuhan di sekitar adalah obat yang mujarab yang bisa dipakai ketika masyarakat dilanda wabah.
Remaja dan Pesan-pesan
Film “Petualangan Tara & Pramana” ini secara garis besar mengambil riset dari Lontar Taru Pramana. Mengenai penggunaan keunggulan rempah-rempah dan tanaman obat asli Bali. Film ini merupakan perwakilan Kota Denpasar dalam 9 seri film dokumenter yang digagas Kementerian Pendidikan Kebudayaan dan Ristek RI.
Syuting film dilakukan di sejumlah tempat di Bali seperti di Tabanan dan Buleleng. Dalam proses pembuatan film itu ditemukan banyak fakta mengenai jalur perdagangan rempah di Bali yang telah eksis sejak ratusan tahun lalu.
Dalam film ini, Tara dan Pramana diperankan oleh remaja masa kini yang suka bertualang sekaligus suka main-main. Sosok Pramana dalam film ini menjadi tokoh utama yang menyampaikan pesan dan pengetahuan soal rempah yang tersirat dalam lontar itu.
Tapi sedikitpun para tokoh tidak ada menyebutkan kata lontar atau naskah kuno sejenisnya. Pembahasan soal rempah hanya ditunjukkan lewat visual serta dialog.
Pengobatan secara tradisonal di Bali disebut dengan usada. Usada yang menjadi cara penyembuhan bagi orang Bali pada jaman dahulu diabadikan lewat lontar-lontar usada, salah satunya Lontar Taru Pramana.
Di film ini beberapa tumbuhan disebut-sebut seperti daun pegagan. Daun pegagan itu dihancurkan lalu ditempelkan pada luka Pramana yang ceritanya mengalami luka di tengah hutan. Ya, daun pegagan di Bali disebut juga daun piduh. Daun ini tidak begitu sulit didapatkan. Bahkan banyak yang menanamnya kini.
Selain daun pegagan, ramuan beras kencur juga disebutkan dalam film Petualangan Tara dan Pramana. Ibu Pramana membuat boreh (param) untuknya yang kemudian dioleskan pada kaki Tara.
Penjelasan ibu Pramana soal boreh (param) yang bermanfaat bagi kehangatan tubuh itu adalah pengetahuan yang disampikan lewat visual. Begitu pula dengan rempah yang digunakan untuk nyimbuh (nyembur). Base Genep (bumbu lengkap) yang menjadi bumbu khas Bali juga tak dilupakan. Itu pun jika yang menonton sadar.
Sejarah perdagangan rempah juga diceritakan dengan ringkas dan ringan. Pelabuhan Julah tak lepas dari penyebutan di film ini. Pelabuhan Julah merupakan salah satu jalur perdagangan rempah yang masuk ke Bali Utara. Begitu juga di pelabuhan Sembiran dan Pacung.
Terlepas soal rempah yang jadi topik utama dalam film itu, ada sisi lain yang menarik. Kepercayaan bahwa hutan di Bali dikenal tenget (angker). Bila masuk hutan berprilakulah yang baik. Jangan sembarangan melakukan sesuatu bila tidak ingin celaka.
Pesan lain dalam film ini: Jaga sikap dan prilaku juga penting selain menjaga hutan. [T]