Penulis: Putu Andi Wirasetia
________
Belakangan ada kata-kata yang seakan tidak asing lagi kita dengar. Antara lain, “tidur dapat uang”, tidur digaji”, dan sejenisnya.
Siapa sih yang tidak mau jika diam saja dapat gaji?
Nah, jika mengingat kalimat itu, maka di pikiran kita akan terbersit kalimat tak percaya. ‘Tidak ada orang dapat gaji jika tidak bekerja’. Namun ketidakpercayaan itu seakan terlupa oleh keinginan-keinginan lain yang amat mendesak. Kita jadi hilang akal, dan mempercayai hal-hal yang tak masuk akal.
Banyak orang menginginkan “tidur digaji” atau “tidur dapat uang”, karena tidak perlu sibuk dan mengeluarkan banyak tenaga, sudah bisa menikmati hidup. Apalagi, semenjak merebaknya pandemi Covid-19 ini banyak warga yang kehilangan pekerjaan, ada yang di-PHK dan tentu dalam keadaan seperti ini membuat semua kebingungan memikirkan bagaimana mereka bisa bertahan hidup.
Ada yang mencoba banting setir dari awalnya bekerja di hotel menjadi jual telur menggunakan mobil pribadinya. Apalagi tenaga kerja kapal pesiar menurut BP3TKI yang jumlahnya 1634 dari Bali yang biasanya libur mereka berkisar 2-3 bulan kini harus berbulan-bulan tidak bekerja dan tidak tau kapan pandemi ini selesai.
Banyak yang beralih profesi demi mendapatkan penghasilan dan tidak kalah banyak juga yang berpikiran dalam situasi seperti ini semakin banyak yang berjualan tapi permintaan semakin sedikit. Ada yang pasrah, sudah berjuang mencari pekerjaan tetapi tidak pernah diterima karena banyak perusahaan atau usaha yang gulung tikar.
Tidak masalah bagi mereka yang sudah mempersiapkan uang darurat demi kelangsungan hidup mereka, tapi apa daya bagi mereka yang banyak punya hutang yang sudah terlanjur membangun rumah, membeli tanah dan biaya pendidikan anak-anak, tentu mereka berpikir keras bagaimana caranya membayar itu semua sedangkan penghasilan tidak ada.
Himbauan “DI RUMAH SAJA” bikin semua orang bosan. Semua serba online, semua dipaksa untuk berubah dan keluar dari zona nyaman. Kalangan orang tua sekarang, setiap hari menghadapi group whatsapp untuk keperluan sekolah dan tugas anak-anaknya. Facebook dan youtube sudah tidak asing lagi bagi mereka. Berita atau informasi apapun sangat cepat menyebar luas melalui media internet.
Saya mengamati, di kalangan masyarakat sekarang, banyak yang mencari informasi tentang bagaimana mereka bisa berpenghasilan di era serba online ini. Youtube adalah media yang banyak diminati oleh orang-orang. Ada youtuber yang kontennya tentang hiburan dan ada juga yang menjelaskan cara mendapatkan penghasilan yang tidak perlu kerja keras tetapi tetap mendapatkan penghasilan.
Seperti youtuber “YT Pejuang Receh” ada salah satu kontennya judulnya “Nonton youtube dibayar Rp.5.100.000”. Siapa sih orang yang tidak tergiur dengan itu, kerjaannya nonton saja tinggal dirumah saja dan mendapatkan penghasilan sebesar itu?
Sedikit orang yang sadar untuk mendapatkan uang sebanyak itu kemungkinannya sangatlah kecil hanya dengan menonton saja. Yang penulis amati, kerja pada aplikasi-aplikasi penghasil uang tertentu untuk mendapatkan uang banyak tidak hanya dengan menonton akan tetapi harus membagikan kode reveral tertentu ke orang-orang agar mendapatkan point banyak. Berapa kali dicoba ternyata modal nonton saja dan tidak mendapatkan teman yang ikut join itu sangat merugikan.
Orang-orang tidak akan pernah merasa puas jika kerja keras tapi penghasilan sedikit. Banyak juga youtuber terkenal seperti Raditya Dika (si standup comedy) tersebut membuat konten tentang investasi. Banyak konten-konten yang di-publish di youtube oleh youtuber-youtuber memberikan informasi tentang investasi, trading, copytrading dengan judul yang menggiurkan dan terpancing untuk mengikutinya.
Banyak juga yang menjelaskan kalau mau berinvestasi tentu perlu modal banyak dan berisiko tinggi. Semacam itu tentu banyak orang jarang yang mau ribet dan perlu modal banyak baru mendapatkan hasil yang banyak. Orang jaman sekarang kebanyakan mau kerja sedikit tapi penghasilan banyak. Dalam situasi pandemi seperti ini banyak bermunculan investasi-investasi yang punya kemungkinan besar bodong, apalagi investasi semacam itu tidak terdaftar dalam Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan tidak berada dalam pengawasan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).
Investasi semacam ini menawarkan bunga banyak, dan dengan modal sedikit tetap bisa join. Dan ada juga bisnis baru bermunculan yang menawarkan cukup menonton iklan 60 kali sudah bisa mendapatkan bunga sebesar 0,2 % sehari. Siapa yang tidak tergiur akan hal itu?
Dengan situasi seperti sekarang ini, di mana banyak dari kita tidak bisa bekerja karena tidak ada lowongan, tidak bisa bikin usaha karena banyaknya pesaing sementara permintaan sedikit, tentu kita akan mudah tergoda, karena dengan tawaran bunga besar dan hanya perlu waktu 3 bulan sudah bisa kembali modal.
Dulu Bali dihebohkan dengan berita tentang investasi yang banyak makan korban. Investasi ditawarkan dengan konsep piramida uang atau segitiga uang, dimana seorang menginvestasikan uangnya demi mendapatkan keuntungan yang diperoleh dari investasi yang dilakukan oleh investor, dan selanjutnya dan dijanjikan bunga besar.
Tentu model investasi seperti ini tidak akan bertahan lama, dan ujung-ujungnya jadi masalah, karena yang dipakai membayar bunga untuk invest tentu dari orang-orang baru, yakni orang-orang yang berasal dari ajakan orang yang duluan ikut.
Ada juga investasi berkedok trading atau investasi valas. Ini juga banyak memakan korban dengan kerugian ratusan miliar. Belakangan ini, terutama pada masa pandemi, makin banyak tawaran-tawaran investasi yang dicurigai bodong. Ada investasi yang didesain sangat meyakinkan dengan menawarkan bunga lebih besar lagi yaitu setiap orang yang invest mendapatkan bunga 1,5% perhari dan sebulan terdiri dari 20 hari kerja sesuai dengan hari kerja pasar dunia.
Orang-orang yang disasar oleh investasi semacam ini kebanyakan mantan pekerja kapal pesiar dan mantan pegawai hotel yang memiliki banyak tabungan. Dan banyak juga yang kepincut. Saat tidak bekerja, mereka bukan mencari penghasilan yang sesuai, tapi malah ikut ber-invest dengan modal cukup banyak dengan ekspektasi hanya 3 bulan sudah balik modal, dan jika ingin cepat balik modal maka mereka akan berusaha untuk mengajak temannya.
Langkah yang dilakukan adalah dengan men-share di social media atau dari mulut ke mulut dengan kata-kata rayuan, misalnya “tidak perlu kerja, tidur pun digaji, tidur pun dapat uang”, dan kata-kata lain yang kedengarannya bisa dilakukan dengan mudah dan gampang. Dari kata-kata itu seharusnya orang-orang sadar kalau hal itu tidak mungkin, akan tetapi masih saja ada orang yang jadi korban.
Ada juga tawaran bisnis yang belakangan juga populer. Model investasi ini yaitu hanya menonton iklan dapat keuntungan 0,2% sehari. Tentu sangat menggiurkan apalagi ada nama-nama progam investasi itu dikait-kaitkan dengan orang-orang besar dan perusahaan-perusahaan yang terkenal.
Saya pikir ada kesimpulan aneh, di mana kemajuan teknologi ternyata juga diiringi dengan canggihnya penipuan. Pemerintah sebenarnya sudah berusaha mengatasi permasalahan penipuan dengan kedok investasi ini, namun jika masyarakat kita tidak ikut serta memberantas dan menghentikan penipuan semacam ini, siapa lagi yang akan bisa menghilangkan itu semua. Sadarlah tidak ada investasi dengan bunga yang tidak masuk akal.
Jika punya uang atau ingin berinvestasi, datanglah ke perbankan atau lembaga-lembaga resmi yang hitungan investasinya masuk akal dan sesuai dengan ketentuan hukum. Tidak ada orang kaya tidak pernah bekerja, tidak ada dengan tidur saja dapat gaji. Janganlah jadi orang bodoh karena akan terus dibodohi.
Jadilah orang pintar untuk mengikuti dan mengimbangi kemajuan dan perubahan, bukan menjadi orang pintar untuk membodohi orang. Semua berawal dari diri kita sendiri. SALAM PERUBAHAN. [T]
Putu Andi Wirasetia, mahasiswa S2 Ilmu Manajemen Undiksha