Memiliki anak dan kemudian menjadi orang tua, tentu jadi hal yang diidam-idamkan bagi siapa pun pasangan yang sudah menikah. Biasanya ada beberapa usaha yang dilakukan oleh sepasang suami istri untuk bisa cepat dapat momongan. Dimulai dari cara sederhana, semisal makan makanan sehat, mengubah gaya hidup, ikut program hamil, hingga ikut program bayi tabung yang tentu membutuhkan segudang uang.
Nah, sebelum menjadi orang tua, kita sering kali mendengar nasihat dari orang-orang bijak. Bahwa menjadi orang tua mesti siap lahir batin. Ya semua orang tau itu. Sebab butuh kesiapan fisik, mental, hingga materi. Ya semua orang juga tau itu. Tapi selain itu, ada satu hal lagi yang mesti diingat.
Bahwa menjadi orang tua bukan hanya mesti siap fisik, punya mental yang bagus, dan punya uang, tapi juga mesti cukup ilmu . Ilmu apa? Ilmu parenting. Jadi perlu belajar lagi. Seperti membaca buku-buku parenting atau ikut kelas-kelas parenting, saya rasa menjadi wajib dilakukan oleh para orang tua atau calon orang tua.
Yang dibahas dalam buku atau kelas parenting biasanya seputaran pemberian ASI, MPASI paling tepat, alasan pentingnya bermain bagi anak, sampai membahas pola asuh terbaik. Pokoknya bahasan-bahasan ilmu parenting yang aktuallah. Supaya ga tersesat saat nanti punya anak.
Tapi tapi tapi, ada satu lagi yang dilupakan. Bahwa belajar parenting bukan hanya penting untuk orang tua dan calon orang tua. Namun juga penting untuk calon kakek nenek atau yang sudah sah jadi kakek nenek. Kenapa penting, ya itu untuk menyamakan sikap saja saat menghadapi, merawat, dan mengasuh seorang anak. Lebih-lebih pada orang tua yang butuh bantuan kakek nenek untuk membantu menjaga anak mereka nanti.
Bayangin deh tu ya, uda berapa generasi coba? Pola-pola pengasuhan anak yang dulu-dulu apa masih bisa diterapin? Kalau kaya bahasa sekarang kan, mesti diupgretlah itu kan ya.
Sering saya melihat, antara orang tua dan kakek nenek berjalan dengan pintarnya sendiri-sendiri. Seperti tidak mau mengalah. Si ibu bapak, pintar bersama ilmu-ilmu barunya. Si kakek nenek, pintar bersama ilmu-ilmu lama mereka yang belum tentu semuanya bisa terpakai atau diterapkan di saat sekarang. Yang sebenarnya lebih tidak baik lagi adalah, kakek nenek biasanya menggunakan pengalaman mereka saat merawat anaknya dulu sebagai senjata untuk membenarkan cara mereka dalam merawat dan mengasuh cucunya yang jelas-jelas hidup di zaman yang berbeda.
Padahal, ada beberapa pengalaman yang tidak sesuai lagi, jika diterapkan pada saat ini. Semisal, memberi makan anak di bawah usia enam bulan. Kalau dulu-dulu sih, banyak yang biasa anaknya dikasi makan sebelum usia enam bulan ya. Padahal belum boleh sebenarnya. Sebab usus anak di bawah usia enam bulan belum dapat mengolah makanan padat.
Ah, harusnya ga usah saya jelasin, ibu-ibu baru pasti paham betul tentang itu. “Tapi buktinya si ini dan si anu dulu saya kasih makan umur empat bulan, buktinya sampai sekarang umurnya tiga puluh, masih hidup.
“Oh iya Nek, syukur masih hidup. Itu namanya Nenek lagi beruntung. Ya bagus kalau beruntung. Kalau pas ga beruntung, gimana? Nanti paling-paling alasannya tidak tahu. Tapi kalau dikasih tahu apa percaya? Nah itu maksudnya, belajar parenting jadi bisa dimanfaatkan untuk mengonfirmasi, apakah pola asuh yang dulu-dulu masih bisa dipakai atau tidak di zaman sekarang ini. Ya kalau ga percaya sama ibu bapak dari cucu kalian, setidaknya kalau dokter yang kasih tahu, yang jelasin, yang ngajarin, kakek nenek pasti lebih percayalah ya.
Ada salah satu sanak saudara yang pernah curhat pada saya. Ia punya anak. Anaknya bernama Naumi. Naumi adalah cucu yang lama sekali dinanti-nanti. sehingga saat lahir, Ia disayang sekali oleh seisi rumah. Terutama oleh kakek neneknya. Hari-hari Naumi dipenuhi kasih sayang dari kakek dan nenek. Seluruh fasilitas, lengkap tersedia untuk Naumi. Tak pernah lepas perhatian mereka untuk naumi. Sepanjang hari Naumi selalu dipangku, ditimang-timang, dan digendong. Tenaga dan napas mereka, direlakan demi Naumi. Naumi bak tuan puteri. Ia harus selalu bersih. Tidak boleh ada kotor apalagi terluka tubuhnya.
Saat Naumi berumur satu bulan atau dua bulan, mungkin sah saja jika Naumi tak pernah lepas dari gendongan orang tua atau kakek nenek. Tapi ketika usianya lebih dari itu, menggendong tidak boleh terus-terusan dilakukan. Itu bisa menghambat kamampuan motorik anak. Itulah yang terjadi pada Naumi. Naumi tak dibiasakan bebas bergerak melatih otot-ototnya. Sehingga Naumi belum bisa tengkurap. Naumi juga belum bisa duduk. Padahal anak-anak seusianya sudah mulai belajar duduk. Bahkan ada yang sudah mulai belajar merangkak. Ibu dan ayah Naumi sudah memberi tahu kakek nenek untuk sesekali memberi kesempatan pada Naumi bergerak bebas. Tapi kata kakek nenek, “Nanti kalau sudah waktunya juga pasti bisa”. Jadi, karena kakek nenek tak bisa diberitahu, akhirnya ibu Naumi melatih Naumi secara diam-diam.
Saat Kakek Nenek sedang tidur, ibu Naumi akan membiarkan Naumi bergerak bebas sesuka hati Naumi. Naumi bergelinding ke sana dan ke mari. hingga akhirnya ia bisa tengkurap dan duduk tanpa ada luka dan tanpa ada tulangnya yang patah. Bagi ibunya, kalau berlatih, pasti terbiasa dan jadi bisa. Yang penting sudah cukup umur untuk boleh dilatih.
Ada lagi cerita dari teman kuliah saya yang katanya anaknya selalu disuruh tidur oleh kakek dan neneknya. Bahkan saat anaknya sedang senang-senangnya bermain. Ayah si anak sudah memberi tahu kakek nenek bahwa tidur memang penting. Tapi mengajak anak bermain juga tak kalah pentingnya. Lebih-lebih saat si anak berusia sepuluh bulan. Bermain bisa melatih akal anak, kata ayahnya.
Tapi kakek nenek tak mau percaya. Kasian kata mereka kalau cucunya capai. Padahal bayi akan memberi sinyal pada pengasuhnya kalau dia sudah capai. Semisal, nangis atau rewel. Semula, kakek nenek ini akan diajak ke acara seminar parenting. Tapi mereka tak mau ikut. Karena tak mau, ayah dari si anak punya akal.
Di rumah, ia memutar video-video seminar yang membahas ilmu-ilmu parenting. Itu dilakukannya setiap hari. Supaya kakek nenek menonton. Atau jika tak mau menonton, setidaknya mereka mendengar informasi-informasi terbarulah tentang cara mengasuh anak dari video-video itu. Dengan harapan, meluruskan kekeliruan tentang pengasuhan anak.
Belum selesai sampai di sana. Ada juga tetangga sebelah rumah yang bersedih cerita pada saya perihal anaknya yang tak kunjung bisa berjalan. Yang kakinya selalu terbungkus kaos. Sebab kakek neneknya takut kalau-kalau nanti ia kedinginan dan sakit. Diumurnya yang sudah satu tahun delapan bulan, si anak belum juga bisa berjalan. Padahal itu adalah batas usia seorang anak bisa berjalan. Kalau belum bisa, berarti ada masalah.
Orang tua si anak juga sudah sering memberi tahu kakek nenek. Karena merasa tak pernah dipercaya dan didengar. Akhirnya ibu dan ayah si anak memutuskan membawa anaknya sekaligus kakek neneknya ke dokter anak langganan. Jadi semuanya diboyong ke sana. Setelah ditanya ke dokter, kenapa si anak belum bisa berjalan, ternyata salah satunya mungkin dikarenakan kaki yang selalu terbungkus kaos. Membungkus kaki anak dengan kaos tidak selalu baik rupanya. Sebab jari-jari kakinya tak terlatih untuk mencengkram tanah. Sehingga ia tak bisa menjaga keseimbangan tubuhnya saat berdiri.
Siapa lagi ya?? Oh iya seorang ibu yang saya kenal di puskemas. Waktu itu kami sama-sama mau berobat. Tapi yang sakit bukan dia, tetapi anaknya yang balita. Saya tanyakan sakit apa. Dia bilang sakit batuk pilek. Setelah itu dia curcol. Katanya, batu pilek itu berasal dari kakek nenek si anak. Kebetulan hari-hari si anak yang asuh kakek neneknya. Sebab ibu ini mesti kerja. Ayah si anak sudah meninggal. Jadi dia mesti tekun cari uang. Sebelum tertular batuk pilek, ibu ini udah bilang ke kakek nenek menyarankan pakai masker.
Tapi, bukannya mengiyakan malah ibu ini dikatai terlalu berlebihan. Malahan, si nenek mengatakan bahwa kalau anak batuk itu karena si ibu yang makan makanan manis. Kebetulan ibu ini masih memberi ASI selepas kerja. Jadi, yang di salahkan malah si ibu. Padahal, ya jelas batuk pilek berasal dari virus kan? Mungkin waktu itu imun si anak sedang kurang bagus jadi gampang tertular virus.
Nah, penularannya dari mana? Ya dari orang yang kena batuk pilek juga bukannya? Kalau yang kena batuk pilek ga pakai masker, jelas virus mudah menyebar. Nah, sesat pikir kan jadinya kalau kakek nenek ga mau perbarui pengetahuannya.
Sudah selesai. oh tunggu-tunggu saya baru ingat obrolan tahun lalu bersama kawan sekantor saya tentang anaknya yang mesti harus kudu wajib makaaaaannn mulu. Makan terooss. Kakek neneknya takut kalau telat makan, cucunya jadi sakit lambung. Alhasil, anak teman saya tak mau makan. Padahal, bukan begitu sebenarnya. Kita perlu juga membuat bayi merasa lapar. Coba deh orang dewasa kalau lapar, pasti kita akan makan kan? Sama juga dengan bayi. Yang penting jangan kelamaan ga dikasi-kasi makannya.
Nah, kalau baru lima menit lalu menyusu, habis 100 ml, ya mana mungkin bayi merasa lapar. Jelaslah ia bukan tak mau makan. Tapi sudah kenyang. Jadi, Perihal makan, bayi butuh jeda. Si ibu cuma butuh waktu ngatur jam makan saja kok. Bukan malas. Nah, kalau yang ini, untung kakek neneknya cepat bisa beradaptasi dengan hal-hal baru tentang pemberian MPASI. Jadi tak pusing-pusing lagilah nyari cara untuk meyamakan pandangan dan sikap dalam mengahadapi dan merawat anak.
Nah begitulah jadinya kalau yang belajar parenting cuma orang tua dan calon orang tua. Supaya tidak terus bertentangan, supaya punya cara yang sejalan dalam meyikapi anak, alangkah baiknya kalau kakek nenek dilibatkan juga belajar parenting. Yuk belajar bareng-bareng! [T]