Memuliakan manusia berarti memuliakan penciptanya. Merendahkan manusia berarti merendahkan dan menistakan penciptanya.
.- Gus Dur.,
Drama ijazah palsu yang terus disuarakan oleh sekelompok orang, lama kelamaan dapat menjadi toksin sosial, yaitu terganggunya psikis masyarakat oleh suara-suara sumbang yang ditiupkan hampir setiap hari lewat media massa dan media sosial, lewat berbagai rupa, kemasan acara.
Istilah toxic people atau ada juga yang menyebutnya toksin sosial mungkin sudah tidak asing lagi. Istilah ini diungkapkan untuk orang yang beracun atau memberikan dampak buruk terhadap psikis orang lain, membuat tidak nyaman lingkungan secara psikis.
Masyarakat mungkin sudah banyak dan cenderung terpapar oleh virus yang disebarkan oleh “manusia toksis”, baik sebagai pengikutnya maupun yang anti pernyataan “ijazah palsu” tersebut.
Buktinya ruang diskusi publik, media kita sangat ramai oleh pro-kontra, yang harusnya sudah selesai ketika Bareskrim Polri menyatakan ijazah tersebut identik, setelah diuji di laboratorium forensik, bahkan sebelumnya pihak Universitas Gajah Mada juga sudah menyatakan asli, juga lembaga negara KPU, KPUD juga menyatakan clear asli.
Inilah masalahnya kelompok ini terus menarasikan “ijazah palsu” cenderung memaksakan kehendak, mencari-cari dalih, alasan ini-itu, menolak semua pernyataan resmi institusi negara, pengadilan harus segera digelar agar perkara ini cepat selesai, sehingga dapat mengurangi manusia toksin berkembang biak.
Toxic sering digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang “beracun” secara emosional atau psikologis. Dalam koteks sosial sifat toxic ini perilaku yang sangat tidak menyenangkan, cenderung mengundang permusuhan, selalu mencari-cari kesalahan orang lain, menghasut sana-sini, mengadu domba dan kerap memutarbalikan fakta. Kalau dalam dunia pewayangan sering disebut “sengkuni”.
Sifat ini tentu harus dibasmi, kalau bisa kita terhindar dari toxic sosial ini, karena dapat mengganggu kenyamanan orang lain, membuat dijauhi banyak orang, hingga membuat kita sulit untuk memiliki hubungan sosial yang baik.
Salah satu cara untuk menghindari sifat toksin ini adalah, sebelum menilai orang lain, ada baiknya kita instrospeksi diri terlebih dahulu, mungkin saja kitalah yang justru membawa racun atau memberi dampak buruk terhadap orang lain, dan lingkungan masyarakat.
Sifat-sifat negatif yang dibawa oleh manusia toxic, seperti iri hati, kebencian, manipulasi, dan kebiasaan menyebarkan keburukan, tidak hanya merusak hubungan interpersonal, tetapi juga mengancam keharmonisan masyarakat (https://uin-alauddin.ac.id/tulisan/detail/manusia-toxic–bahaya-dampak-dan-solusi-islami-untuk-kehidupan-bermakna–1224# )
***
Kelompok orang yang terus nyinyir pada soal ijazah Jokowi, keluarga Jokowi, dan segala kebijakan masa pemerintahan sebagai Presiden ke-7, dapat juga kita kelompokan sebagai manusia toxic, bila kita perhatikan sifat, sikapnya mau menang sendiri, dengan menyebarkan informasi yang sangat sulit dipertanggungjawabkan. Menghina dan mengingkari institusi resmi negara, pokoknya hanya keterangan mereka yang paling benar. Mereka menelan fitnah yang mereka sebarkan, menolak semua fakta yang disampaikan semua lembaga.
Sifat toxic secara umum memiliki ciri yang membuat seseorang sulit untuk berinteraksi dengan orang lain karena sikapnya yang negatif, merusak, dan tidak sehat. Orang dengan sifat toxic sering kali suka mengkritik, tidak bisa menerima kritik, dan sulit untuk meminta maaf. Mereka juga cenderung egois, manipulatif, dan tidak memiliki empati (https://uin-alauddin.ac.id/tulisan/detail/manusia-toxic–bahaya-dampak-dan-solusi-islami-untuk-kehidupan-bermakna–1224# )
Ciri-ciri sifat toxic tersebut, berikut ini. Suka mengkritik orang lain tetapi tidak suka mendapat kritikan, dengan kritikan yang terlalu kasar dan cenderung fitnah, sangat berlebihan, ini dapat melukai perasaan orang yang dikritik. Terlalu mencampuri urusan orang lain, bahkan yang sifatnya pribadi, dengan menggunakan bahasa yang tidak sopan dan halus (https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-jakarta2/baca-artikel/14375/Basmi-Sifat-Toxic-Dalam-Diri.html)
Sifat yang menonjol dari manusia toksin, sulit meminta maaf dan tidak mau disalahkan. Manusia toksin selalu merasa dirinya benar dan sangat sulit mengucapkan kata maaf. Bahkan, mereka menyalahkan orang lain atas kesalahannya sendiri. Hal ini juga biasa disebut playing victim—bereaksi seolah ia korban, padahal ialah pelakunya.
Terlalu terobsesi dengan diri sendiri, secara berlebihan ini ditandai dengan suka menyombongkan diri, senang merendahkan orang lain, tidak suka disaingi orang lain, iri hati atas kesenangan orang lain, dan masih ada beberapa lagi prilaku toxic. Dari beberapa sifat toxic, adakah pada diri kita sifat tersebut? Semoga tidak terjangkit.
Untuk menghindari sifat ini, caranya adalah memperkuat landasan keimanan kita, menjalankan ibadah agama kita dengan keikhlasan, keimanan sejati pada kitab suci keyakinan kita, untuk menjauhi perilaku buruk dan menanamkan akhlak mulia dalam setiap aspek kehidupan.
Menutup tulisan ini, menurut keyakinan saya dalam Al-Quran surat Al-Isra ayat 37, “Dan janganlah engkau berjalan di muka bumi ini dengan sombong; sesungguhnya engkau tidak akan mampu menembus bumi dan tidak akan sampai setinggi gunung”.
Ayat ini menekankan pentingnya kerendahan hati dan keadaban dalam bersikap, sebagai lawan dari perilaku toxic yang merugikan orang lain. Rasulullah SAW juga bersabda dalam Hadist Riwayat Bukhari: “Seorang Muslim adalah seseorang yang orang lain selamat dari lisan dan tangannya”.
Manusia toxic, bukan hanya fenomena perilaku yang merugikan, tetapi juga masalah spiritual yang membutuhkan terapi mendalam. Penyembuhan sifat toxic dimulai dari introspeksi diri, penerapan akhlak mulia, dan keberanian untuk menjauh dari lingkungan yang membawa pengaruh buruk. Dalam konteks sosial, diperlukan upaya bersama untuk menciptakan komunitas yang mendukung, saling mengingatkan, dan mengedepankan nilai-nilai keimanan kita. [T]
Penulis: Ahmad Sihabudin
Editor: Adnyana Ole
- BACA artikel lain dari penulisAHMAD SIHABUDIN