Upaya Membaca yang Dianggap Lalu, untuk Membaca Masa Kini serta Menerka Masa Depan
KADANG kala selalu terbersit dalam pikiran, apa sesungguhnya terma seni tradisi itu? Apakah ia akan selalu menjadi hal yang lalu? Apakah ia masih dianggap relevan? Atau bagaimana eksistensinya di era yang sudah kontemporer ini?
Tak jarang kebanyakan orang akan selalu mengasosiasikan kata tradisi dengan berbagai paradigma tersebut, kadang saya bertanya-tanya, apakah benar adanya, atau hanya sekedar anggapan tak berdasar, yang sudah terlanjur basah tersemat pada terma tradisi tersebut.

Podcast Eko Supriyanto dan Hilmar Farid | Source : Yt Jalin
Dalam satu waktu, ketika seorang Gen Z ini scrolling feed Instagram, tiba-tiba muncul satu postingan yang menggugah diri saya dari apa yang menjadi topik dalam video pendek tersebut. Video itu merupakan salah satu cuplikan dari sebuah podcast antara Hilmar Farid dengan seorang koreografer performative yang namanya sudah malang melintang, tak lain adalah Eko Supriyanto.
Hal yang memantik ide tulisan ini berasal dari satu rumusan yang dijelaskan oleh Eko tentang bagaimana dirinya mengangkat tradisi dalam koreografi kontemporernya, pertanyaan yang dilontarkan oleh Hilmar Farid ini dijawab dengan cukup kritis oleh seorang Eko. Ia sadar bagaimana tradisi yang kadang begitu cukup berjarak dengan masyarakat modern, tak bisa dengan mentah-mentah secara an sich sebuah seni tradisi dibawa dalam perbincangan kontemporer, kadang kala hal itu berurusan dengan urgensi apa yang akan dibangun dalam perbincangan sebuah seni tradisi di era kontemporer ini.
Eko dan rumusan 3R-Nya
Dalam upayanya membaca tradisi, ia melakukan sebuah pendekatan dengan menggunakan satu metode yang ia sebut sebagai 3R. Revisiting, Requestioning, dan Reinterpretating, sebuah metode yang saya rasa cukup jelas dalam menjawab kegundahan saya selama ini tentang bagaimana aktualisasi seni tradisi dalam pusaran era kontemporer.

Cry Jailolo by Eko Supriyanto | Source : Yt Parade Tari Nusantara
Untuk menjawab itu, ia memulainya dengan kata Revisiting yaitu mengunjungi kembali. Dalam proses penciptaan karyanya yang kerap mengangkat tradisi, ia sadar bagaimana upaya untuk bisa mengerti apa yang ada di dalam seni tradisi tersebut, terlebih dahulu ia harus mengunjungi, dalam tanda kutip hal itu beririsan dengan bagaimana dirinya mau tak mau harus menyelami seni tradisi. Hal itu menjadi aspek penting dalam memberi modal bagaimana dirinya membaca tradisi dari dalam tubuh tradisi itu sendiri.
Lalu kemudian setelah cukup dalam menyelami, ia lalu mengambil jarak untuk melihat sebuah seni tradisi dari perspektif yang cukup berbeda, dan mulai mempertanyakan ulang berbagai kemungkinan yang bisa diaktualisasikan dari sebuah seni tradisi (Requestioning)—ataupun apa yang bisa dirumuskan ulang dari berbagai aspek yang ada dan tumbuh di sebuah seni tradisi.
Setelah cukup dengan berbagai pertanyaan kritis yang cukup mendasar, hal terakhir yang kemudian ia lakukan adalah Reinterpretating, sebuah proses akhir dimana ia mencoba untuk menerjemahkan ulang seni tradisi tersebut dalam eksistensinya di era kontemporer—bisa berupa hal yang menyangkut bahasa estetikanya, baik rupa, gerak ataupun melodi nada— hingga dapat beririsan dengan aspek-aspek filosofis dibelakangnya. Berbagai hal tersebut sangat memungkinkan untuk kemudian diolah sebagai sebuah karya yang begitu kontemporer.
Apa yang lalu, dan apa yang kini

Bah Bangun: Diorama Seni Lukis Kamasan by Gurat Art Project | Source : guratinstitute.com
Rasanya tak penting lagi untuk mempermasalahkan apakah seni tradisi adalah sesuatu yang lalu ataupun sesuatu yang kini, bagi saya sendiri menonton percakapan antara Hilmar Farid dan seorang Eko Supriyanto mengingatkan saya, tentang hal yang menjadi cukup penting untuk menjadi renungan adalah bagaimana seni tradisi dalam bentuk esensialnya begitu memungkinkan untuk dinterpretasikan ulang sebagai sesuatu yang saya rasa cukup penting untuk dilihat dari perspektif kontemporer.
Hal itu mengingatkan saya bagaimana seni tradisi sesungguhnya layaknya air yang bisa begitu luwes dalam wadah yang berbeda-beda, interpretasi tentangnya sangatlah terbentang luas. Seni Tradisi tentu bisa menjadi suara yang cukup refreshing di tengah hiruk pikuk arus modernitas yang kian tak terbendung. Menyelami, mempertanyakan serta menginterpretasikan ulang sebuah seni tradisi adalah upaya kritis dalam mengaktualisasikan seni tradisi dalam geliat era kontemporer. [T]
Penulis: Made Chandra
Editor: Adnyana Ole
BACA artikel lain dari penulis MADE CHANDRA
- BACA JUGA: