GERAKAN Literasi Sekolah (GLS) di SMAN 2 Kuta (Smanduta) bukanlah program di atas kertas, tanpa jiwa aksara. Aplikasinya, SMA Negeri 2 Kuta mengambil langkah nyata melalui Gerakan Sekolah Menulis Buku. Bukunya diterbitkan dan dibincangkan lalu dihadiahkan secara terbatas kepada para tamu undangan. Kegiatan ini bukan hanya memberikan ruang bagi kreativitas siswa, tetapi juga membuka jalan bagi mereka untuk berbagi pemikiran serta ide dengan dunia luar.
Hal itu sejalan dengan gagasan Kepala Pusat Bibliografi dan Pengolahan Bahan Perpustakaan Perpusnas RI, Suharyanto yang menyatakan pentingnya ekosistem literasi dan pendidikan berkelanjutan dengan selalu berinovasi mengembangkan literasi untuk mendidik generasi muda melalui lingkungan sekolah. Hal itu juga mengemuka dalam Bincang Buku di Smanduta, minggu lalu.
Dalam rangka memeriahkan acara “Bincang Buku Bersama Smanduta Menulis Buku” pada 11 Maret 2025 juga diadakan peluncuran Program Ruang Bincang Jurnalistik (Rubik) oleh Anak Jurnalis Smanduta (Alis Mata) dan acara berbagi pengalaman guru tamu peserta Ninggo Partner ke Jepang, selama 2 minggu, pada akhir 2024. Dua hal ini adalah catatan tercecer dari Bincang Buku Smanduta.
Untuk Bincang Buku sudah ditulis oleh Plt. Kepala SMAN 2 Kuta, Dr. Drs. I Nyoman Tingkat, M.Hum. sesaat setelah kegiatan berakhir. Selanjutnya, untuk Program Rubik dan Berbagi Pengalaman Guru ke Jepang mengikuti Program Pertukaran Guru melalui skema Nihonggo Partner, dimintakan kepada Anak Jurnalistik yang tergabung dalam Alis Mata mempublikasikan.
Untuk acara peluncuran Rubik juga telah penulis kabarkan (19/3/20250). Selanjutnya, penulis mencoba menulis seperti diarahkan Plt. Kepala SMAN 2 Kuta, yang mengaku perjalanan menulisnya penuh rintangan dan tantangan.
“Perlu semangat pantang menyerah untuk berjuang memenangkan diri-sendiri hingga bisa tayang bersama di medan persaingan kualitas gagasan,” kata I Nyoman Tingkat yang juga Kepala SMAN 2 Kuta Selatan (Toska) memotivasi.
Seperti diketahui, SMAN 2 Kuta menjadi pelaksana program Nihonggo Partner Jepang selama 7 bulan (Agustus 2024 – Februari 2025) dengan menempatkan Kumiko Sensei sebagai pendamping dalam pembelajaran Bahasa Jepang. Kehadirannya di SMAN 2 Kuta untuk mendampingi guru Bahasa Jepang mengajar secara kolaboratif.
Di Smanduta ada dua guru Bahasa Jepang, I Made Suwendra dan Pande Made Yunika Verayuni Putri. Keduanya dibersamai oleh Kumiko Sensei secara kolaborasi belajar Bahasa, Aksara, dan Budaya Jepang. “Belajar bersama native speaker dan guru di sekolah terasa lebih seru. Ilmu dan percakapannya lebih dapat”, kata Ari salah satu siswa Smanduta.

Yunika Sensei guru Bahasa Jepang SMANDUTA menyampaikan testimoni mengikuti Program Nihonggo Partner di Jepang akhir tahun 2024 | Foto: Dok. Alis Mata Smanduta
Sebagai apresiasi terhadap SMAN 2 Kuta, Pande Made Yunika Verayuni Putri, S.Pd. yang akrab dipanggil Yunika Sensei berkesempatan mengikuti Program Nihonggo Partner di Jepang selama dua minggu pada akhir tahun 2024. Untuk mengetahui apa dan bagaimana serunya kegiatannya selama 2 pekan di Jepang, Yunika sensei memberikan testimoni yang penulis pandu dikemas dalam talk show pada sesi kedua selesai Bincang Buku.
Yuk, ikuti keseruannya. Yunika Sensei bangga mengisahkan perjalanannya ke Jepang. “Salah satu tujuan saya kuliah Bahasa Jepang agar bisa ke Jepang. Ketika ada Program Nihonggo Partner, saya mencoba melamar dan berhasil. Senang sekali ke luar negeri dengan biaya gratis. Healing-nya dapat, belajar dapat. Pergaulan makin luas. Belajar Bahasa Jepang langsung dari native speaker,” kata Yunika Sensei ketika penulis tanya.
Dari perjalanan Yunika Sensei, penulis tahu bahwa program pertukaran guru antarnegara dapat membangun kesadaran masyarakat pada tingkat global. Dunia merupakan satu kesatuan saling berinteraksi dan terhubung satu sama lain sehingga semakin diperlukan dalam kerja sama di berbagai aspek kehidupan. Program ini berdampak ganda.
Di satu sisi, guru dapat mengembangkan dan memperkokoh kompetensi profesional khususnya dalam Bahasa Jepang dengan budayanya. Di sisi lain, guru dapat meningkatkan kemampuan Bahasa Jepang para siswa melalui pengalaman langsung berinteraksi dengan native speaker. Guru dan siswa mendapat dampak positif.
Menurut Yunika Sensei, pertukaran budaya dan pengalaman antarguru dari berbagai negara memungkinkan kolaborasi untuk saling mengenalkan budaya masing-masing. Dengan demikian, pendidikan dapat menjadi pelopor pembaharuan. Pengembangan pengetahuan dan pengalaman guru dari berbagai negara memberikan kesempatan antarguru saling menerima dan memberi dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, hasil belajar akan memberikan manfaat yang dapat merangsang perkembangan kreativitas, intelektualitas, dan sosial.

Belajar dengan tim teaching ala Jepang | Foto: Dok. Yurika
Yunika sensei mengungkapkan kegiatan-kegiatannya semasa di Jepang antara lain belajar bersama, berjalan kaki, berekreasi.“Dari perjananan, saya jadi tahu bahwa Jepang memang konsen terhadap kebersihan, kebiasaan berjalan kaki, melatih kemandirian, menghargai waktu, bekerja keras. Semua itu membentuk karakter yang membuat Jepang menjadi istimewa”, kata Yunika Sensei penuh semanngat.
“Apa yang saya dengar dari cerita-cerita orang yang pernah berkunjung ke Jepang ternyata benar adanya. Begitu pula dari bacaan-bacaan tentang Jepang dan budayanya yang pernah saya baca juga benar adanya. Begitu pula ketelitian dan kehematannya menggunakan uang benar-benar menyentuh kesadaran. Orang Jepang sangat menghargai uang. Orang Jepang itu sangat disiplin. Mereka selalu tepat waktu. Tidak ada yang ngeyel. Siswa di sana mandiri. Tidak ada sampah plastik di kantin sekolah,” kata Yunika sensei nyeroscos.
Yunika sensei juga menjelaskan tujuan Program Pertukaran Guru ini untuk meningkatkan kapasitas pendidikan global guru dan melatih keterampilan komunikasi lintas budaya melalui pengalaman-pengalaman berinteraksi dengan siswa Jepang. Selanjutnya menumbuhkan sikap saling pengertian masyarakat dalam wilayah Asia-Pasifik, serta membuat modul kerja sama pengembangan pendidikan.
Seperti juga Kumiko sesnsei selama 7 bulan di Smanduta, ketika perpisahan Yunika Sensei mengungkapkan siswa-siswi sangat sedih walaupun berinteraksi dalam waktu singkat. Mereka saling berharap bisa bertemu kembali suatu saat nanti. Yang dari Bali Kembali ke Jepang, yang dari Jepang Kembali ke Bali. Semacam arisan wisata memperkuat hubungan antarnegara dalam bidang Pendidikan dan kebudayaan.
Hal ini mencerminkan keterhubungan secara batin antarnegara. Jika siswa-siswi sangat nyaman dan senang ketika belajar langsung bersama Kumiko Sensei selama kurang lebih 7 bulan di SMA Negeri 2 Kuta, begitu juga dirasakan Yunika sensei di Jepang walaupun pertemuannya singkat.
Yunika Sensei menyampaikan pertukaran guru ini dinaungi langsung oleh Nihongo Patners Japan Foundation yang memang mendukung adanya pertukaran guru ke luar negeri. Ia mengaku lolos tes ke Jepang melalui tes seleksi yang ketat dengan peserta dari seluruh Indonesia. “Lulus ke Jepang terasa suatu banget”, kata Yunika sensei yang masih lajang.

Nomor 3 dari kiri, Yunika sensei menerima sertifikat pelatihan setelah mengikuti kegiatan | Foto: Dok. Yurika
Testimoni Yunika sensei mendapat tanggapan positip dari kalangan guru dan siswa. Seorang guru bertanya, bagai mana tanggapan Ibu dengan pemberitaan orang Jepang yang cenderung mengejar karier ketimbang berkeluarga sehingga penduduk Jepang nyaris berkurang ? Yunika sensei menjawab secara normatif. “Itu wilayah privat orang Jepang. Saya tidak paham mengapa mereka takut berkeluarga”.
Pada akhir sesi, Yunika sensei mengajak peserta baik guru maupun siswa mencoba mengikuti Program Nihongo Partner pada tahun yang akan datang. Manfaatnya dapat menambah jaringan pertemanan (networking), belajar ke sekolah/kampus di Jepang, mengunjungi destinasi wisata di Jepang. Belajar sambil berwisata, berwisata sambil belajar. Dengan cara itu, kita mencoba bersaing. Mencoba juga bagian dari belajar. Ayo belajar! [T]
Reporter/Penulis: Ayu Sri Utami (jurnalis sekolah)
Editor:Adnyana Ole