SORE itu menjelang jam 18.00 wita, seperti biasa saya bersiap siap melayani pasien yang akan datang untuk konsultasi gizi di Klinik Sahabat, sebuah klinik praktek dokter bersama di daerah Bali Utara, tepatnya di Jalan Melur, Gang Buntu No 2 Singaraja, Bali. Sambil merapikan ruangan praktek konsultasi gizi serta menyiapkan timbangan berat badan dan microtoise (alat pengukur tinggi badan).
Tiba-tiba pintu ruang tempat praktek berbunyi dan datanglah asisten dokter dengan senyumnya yang manis. Ia memberitahukan ada pasien hendak konsultasi gizi, dengan keluhan penyakit lambung alias maag.
Pasien itu berumur kurang lebih 50 tahun. Ibu itu datang didampingi anaknya dengan perawakan yang kekar dan body yang tegap. Anak itu menuntun pasien untuk masuk dan duduk di kursi yang sudah saya disiapkan
Seperti biasa saya menyapa dan memperkenalkan diri terkait dengan peran dan tugas saya sebagai salah satu edukator gizi di Klinik Gizi Sahabat. Setelah mencatat data awal pasien, saya tahu pasien itu sebut saja namanya Bu Ketut. Berat badan sekitar 50 kilogeram, tinggi badan 155 cm.
Sebagai awal memulai konsultasi saya meminta Ibu Ketut untuk bercerita terkait dengan pola makan serta aktifitas sehari-hari. Bu Ketut berasal dari daerah Bontihing, di daerah timur Kabupaten Buleleng.
Ia bekerja sebagai buruh tani di kebun atau ladang milik orang lain atau dalam bahasa Bali kita kenal sebagai “penyakap”. Selain itu ia juga bekerja sebagai tenaga harian, apabila pekerjaan sebagai penyakap sudah tidak begitu sibuk. Dari aktifitas yang ia ceritakan dapat saya simpulkan bahwa Bu Ketut mempunyai aktifitas yang rutin. Ia tetap aktif di usia yang sudah setengah abad.
Pola aktivitas yang tetap aktif bergerak sebagaimana Bu Ketut lakukan itu, tidak kita jumpai di orang orang yang mempunyai aktivitas kebanyakan di belakang meja, juga orang-orang yang mager alias malas gerak. Padahal gerak atau olahraga yang aktif merupakan salah satu indikator dalam proses penyembuhan penyakit.
Jangan lupa untuk selalu bergerak dengan sehat dan aktif, ya!
Saya kemudian menanyakan terkait dengan pola makan Bu Ketut sehari-hari. Dan ia bercerita, ketika baru bangun ia selalu minum satu gelas air hangat, sambil mulai memasak untuk menyiapkan bekal yang dibawa untuk bekerja di kebun atau sebagai tenaga harian. Sebelum berangkat pagi, Bu Ketut selalu sarapan pagi dengan menu alami khas daerah pedesaan, dengan menggunakan bumbu-bumbu dasar atau bumbu bali. Ia mengaku memang tidak suka memakai penyedap.
Di tempat kerja, di sela-sela istirahat, ia biasa minum sedikit kopi bubuk bali, bukan dengan kopi sachet. Ia makan siang dengan teratur dan makan sore pun teratur.
Tentu hal ini pun menarik perhatian saya. Pola aktifitas teratur dan pola makan yang stabil semestinya tidak ada muncul gangguan di lambung atau maag.
Pola aktifitas fisik yang teratur dan aktif, pola makan yang teratur, kok bisa ada muncul gangguan di lambung?
Sambil menganalisa cerita dari Bu Ketut, si anak pun ikut bercerita bahwa dia merupakan anak semata wayang (anak satu-satunya) dan saat ini bertugas menjadi TNI yang bertugas di luar daerah Bali dan sudah hampir selama 16 tahun belum bisa pindah tugas ke Bali.
Si anak bertanya apakah hal seperti ini ada hubungannya dengan timbulnya keluhan di lambung ibunya?
Menurut si anak, kalau ia pulang kampung bersama istri dan dua orang anaknya untuk liburan atau sekadar menengok orang tuanya, ibunya selalu ceria dan keluhan di lambung tidak pernah muncul. Ibunya selalu sehat-sehat saja bahkan selalu bisa bermain dengan gembira dengan kedua cucunya.
Apabila si anak kembali ke tempat tugasnya, selang tiga atau empat bulan, Bu Ketut selalu sakit dengan keluhan yang sama bahkan sampai pernah dirawat di rumah sakit.
Dari cerita si anak semata wayangnya itu akhirnya saya dapat menemukan jawaban dari keluhan di lambung yang dirasakan sama Bu Ketut. Setelah berbagai rayuan dan penjelasan dari si anak, Bu Ketut pun bisa sedikit senyum dan memaklumi tugas dan tangguang jawab anaknya sebagai abdi negara.
Pada akhirnya sesi konsultasi gizi pun selesai. Bu Ketut bisa ke bagian apotik untuk mendapatkan penjelasan terkait obat maupun vitamin yang sudah diresepkan
Sekarang banyak muncul fenomena seperti ini, yang namanya asam lambung psikosomatik, yaitu asam lambung yang muncul pada saat kita dalam keadaan cemas, khawatir, cemas yang berlebih ataupun strees. Asam lambung akan meningkat melalui mekanisme neurohormonal yang menyebabkan atau mengalami refluks atau kembung yang memicu asam lambung naik sampai di kerongkongan, sehingga asam lambung akan muncul meskipun pola gerak kita aktif dan pola makan kita teratur.
Jadi mari kita sebagai seorang anak untuk luangkan waktu berkabar di tengah sibuknya aktifitas kita sehari-hari, karena meskipun kita sudah dewasa, sudah punya istri dan bahkan sudah dikaruniai seorang anak, di mata kedua orang tua kita, kita tetapkan seorang anak kecil. [T]
Penulis: Gede Eka Subiarta
Editor: Adnyana Ole